Semua Bab Misteri Asmara Bella: Bab 31 - Bab 40
59 Bab
31. Kehidupan Maya
Di sebuah kamar luas yang bernuansa hitam dan merah, terdapat seorang gadis yang sedang duduk termenung di atas ranjangnya. Dia adalah Maya, sahabat Bella yang paling tertutup. Tidak ada yang mengetahui bagaimana kehidupan Maya yang sebenarnya. Bahkan sahabatnya sendiri tidak ada yang mengetahui alamat rumahnya. Maya begitu tertutup. "Huft!" Sudah terhitung puluhan kali Maya mengembuskan napas lelah sejak dia duduk di atas kasur, satu jam yang lalu. "Tidur aja deh," gumamnya hendak merebahkan tubuhnya. Namun gerakannya terhenti saat mendengar suara ribut dari lantai satu. Prang! Maya terlonjak kaget saat mendengar suara pecahan. Mendengar suara yang begitu nyaring, dapat Maya pastikan bahwa benda itu bukan benda kecil seperti piring. Apa mungkin vas bunga? Tanpa mempedulikan niatnya yang ingin tidur, Maya bergegas turun dari ranjang dan berjalan men
Baca selengkapnya
32. Teman Baru?
Setiap orang memiliki cerita hidup yang berbeda. Begitu pula dengan permasalahan yang mereka hadapi. Entah dalam hal percintaan, persahabatan, atau bahkan keluarga. Bahkan, cara penyelesaiannya pun beragam. Ada yang memilih menyimpan lukanya sendiri dan berakhir bersikap biasa saja, seolah tidak memiliki beban apa pun. Ada juga yang berbagi kepada orang terdekat, mengeluarkan isi hatinya tanpa ragu. Sekarang, opsi pertama tersebut sedang dilakukan oleh Maya. Dengan senyum manisnya, dia bersenda gurau bersama para sahabatnya, seolah kemarin tidak mengalami hal buruk. "Asal kalian tau aja, gue ini banyak yang suka," kata Luna mengibaskan rambutnya sombong. Galih berdecak kesal seraya memutar bola matanya malas. Menurutnya, Luna adalah perempuan paling lebay yang pernah dia kenal. "Tapi sampai sekarang masih jomblo." Gerakan Luna yang mengibaskan rambutnya terhenti. Matanya melebar sempurna dengan hidung yang kembang kempis menahan kesal, membuat tawa Be
Baca selengkapnya
33. Amplop Pink
"Gue duluan," lanjut Galih yang langsung melenggang pergi tanpa menunggu jawaban para sahabatnya. Suasana canggung meliputi meja tersebut. Apalagi dengan Galih yang memotong acara perkenalan Davin dan pergi begitu saja. Tidak lama kemudian, Maya pergi menyusul Galih yang entah ke mana. "Maaf ya, Ger. Mereka berdua emang gitu kalau sama orang baru," ucap Bella meringis tidak enak. "Enggak papa kok, Bel. Wajar aja kalau mereka gitu, karena ini juga salah aku yang tiba-tiba gabung sama kalian. He he akunya aja yang sok akrab sama kamu," jawab Gery tersenyum lembut membuat ketiga orang di depannya tertegun merasa bersalah. "Lo jangan diambil hati ya kelakuan mereka berdua. Gue yakin, besok Galih sama Maya udah bisa akrab sama lo," sambung Davin. Laki-laki dengan tahi lalat di dagu itu mengangguk dengan senyum lebarnya. Terlihat begitu manis sampai membuat Bella dan Luna terpana. "Daripada bahas dua orang datar itu, lebih baik kita
Baca selengkapnya
34. Sebuah Nama
Setelah pitanya terbuka, Galih dapat melihat kalau di dalam masih ada amplop lagi. Bedanya, yang sekarang berwarna hitam dengan ukuran lebih kecil. Maya yang sudah sangat penasaran pun merebut amplop tersebut, lalu mengeluarkan isinya. Menurutnya, Galih terlalu lambat. Galih berdecak kesal melihat tingkah sahabatnya itu. Tidak sopan! Raut bingung tercetak begitu jelas di wajah Maya. Dia membagi tatapannya antara amplop hitam, Galih dan juga pintu masuk perpustakaan. Tanpa membuang waktu lagi, Maya membuka amplop tersebut yang ternyata tidak diberi perekat. Melihat raut wajah Maya yang berubah, Galih berpindah duduk menjadi di samping gadis itu untuk ikut membaca isi surat yang berada di dalam amplop hitam. Keduanya saling pandang dengan raut yang sulit diartikan. Selanjutnya, Maya dan Galih berjalan cepat menuju tempat yang disebutkan gadis culun tadi, seseorang yang menjadi pengirim surat ini.
Baca selengkapnya
35. Bantuan
"Kenapa sama Albara?" tanya Bella tanpa mempedulikan Luna yang merenggut kesal. "Ini, lo artikan ini." Maya menyodorkan kertas yang dipegangnya kepada Bella secara heboh. Tanpa bertanya lagi, Bella mengambil kertas tersebut dan mulai mengartikan satu-persatu.  "Albara, lusa," gumam Bella yang masih mencerna maksud dari dua kata tersebut. "Bella, kenapa lo jadi lemot kayak Luna sih?" Galih berdecak kesal membuat Luna melebarkan matanya. Kenapa namanya dibawa-bawa? Padahal sedari tadi dia diam saja. "Hah? Ini ... jadi cowok yang ngasih gue coklat itu calon korbannya?" tanya Bella yang tanpa sadar meninggikan suaranya, membuat beberapa orang menoleh. "Bel, suara lo," tegur Davin sedikit menunduk, menghindari tatapan tajam dari mereka yang merasa terganggu. "Eh." Bella menutup mulutnya dengan kedua tangan lalu mengalihkan pandangannya ke sekitar. Seketika nyalinya menciut saat melihat tatapan mahasiswa lain yang seakan ingin m
Baca selengkapnya
36. Jangan Melupakan Masa Lalu
"Bantuan, ini bantuan buat kita!" seru Bella senang sekaligus takut. "Hah?" Mereka kompak melongo tidak mengerti. Bahkan Galih yang biasanya datar pun menampilkan wajah konyolnya. Sekuat tenaga Bella menahan tawanya supaya tidak lepas saat melihat reaksi para sahabatnya. Sekarang bukan waktunya untuk bercanda. Dia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya lagi. "Kalau surat yang dari pelaku tentang korban selanjutnya. Maka beda dengan ini yang ngasih kita petunjuk tentang pelakunya," jelas Bella menyodorkan kertas yang dipegangnya kepada Davin. Tidak mau semakin dilanda kebingungan, Davin langsung menerimanya.  "Seharusnya kamu tidak melupakan masa lalu kamu, Bella. Jika ingin menemukan pelaku, ingatlah dulu masa lalumu." Davin membaca tulisan yang ada pada kertas tersebut dengan suara sedang. "Masa lalu? Emang lo enggak inget sama masa lalu lo, Bel?" tanya Luna menatap Bella aneh. Menurutnya, sangat tidak mungkin seseorang bisa lupa ak
Baca selengkapnya
37. Terulang Kembali
Bella yang tidak mendengar suara bibinya pun bergetar ketakutan. Tidak tahan dengan pemandangan rumahnya yang begitu gelap, Bella memilih memejamkan mata seraya mendudukkan diri di tempatnya berpijak. Hatinya juga tidak berhenti untuk merapalkan do'a apa pun yang ada di ingatannya saat ini. Dalam keadaan takut seperti ini, ayat kursi yang sudah sangat dihafalnya pun mendadak lupa. Bukan, bukan takut ada orang jahat yang tiba-tiba masuk. Namun Bella takut jika ada hantu yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Di tengah ketakutannya, Bella mendengar suara ketukan pintu yang begitu pelan tetapi berirama. Keadaan sekitar yang begitu hening membuat suara tersebut terdengar begitu jelas dan meninggalkan kesan horor bagi Bella. "Kenapa di saat kayak gini mereka pada hilang sih?" Bella mencebikkan bibinya kesal saat semua pekerja di rumahnya tidak ada yang menampakkan diri. Bahkan bibi yang tadi menjemputnya pun pergi entah ke mana. Hal yang terakh
Baca selengkapnya
38. Masa Lalu Orang Tua
Davin yang sedang memperhatikan sekitarnya pun menoleh. Menatap selembar foto yang dipegang Bella. Matanya menyipit dan segera mengambil foto yang terasa familiar tersebut untuk melihat lebih dekat. "Loh, lo kok punya foto ini juga?" tanya Davin balik. Bella menaikkan sebelah alisnya heran. "Juga?" Davin menyerahkan kembali foto tersebut yang langsung diterima oleh Bella. Keduanya terlihat sama-sama bingung. "Ini emang bener nyokap gue. Lo dapet dari mana? Soalnya di rumah juga ada foto kayak gitu," ungkap Davin menggaruk pelipisnya pelan. "Eh, ya wajar sih kalau lo juga punya. Soalnya di situ 'kan juga ada nyokap lo." Mendengar ucapan Davin tersebut membuat Bella melotot kaget. Menatap foto di tangannya dengan saksama, berusaha mencari mamanya seperti yang dibilang Davin. Di dalam foto tersebut terdapat enam orang. Dua laki-laki dan empat perempuan. "Mama gue yang mana, Vin?" tanya Bella cemas. Davin mendekat, menunjuk seseora
Baca selengkapnya
39. Keracunan
"Mama? Papa?" Bella yang baru saja membuka pintu rumah dikejutkan dengan kehadiran orang tuanya yang sedang duduk santai di ruang tamu. Sepasang suami istri itu menoleh dengan senyum teduhnya. Tangannya melambai memberi isyarat kepada Bella untuk mendekat yang langsung dituruti oleh gadis tersebut. "Mama sama Papa kok udah pulang?" tanya Bella heran. Papa Dion menaikkan sebelah alisnya tidak kalah heran. "Kamu nggak suka kalau kami pulang?" "Bukan, bukan gitu, Pa," sahut Bella menggelengkan kepalanya cepat. "Bella cuma kaget aja. Bukannya Papa sama Mama pulangnya besok ya?" "Iya, Sayang. Ada hal penting yang mau kami bicarakan sama kamu. Makanya mama sama Papa bisa di sini sekarang," timpal Mama Dea membuat Bella menatap takut wajah orang tuanya yang berubah serius. Keadaan seperti ini yang selalu berhasil membuatnya was-was. Takut jika dia tanpa sengaja telah membuat kesalahan hingga orang tuanya murka. Sungguh, rasanya Bella ingin me
Baca selengkapnya
40. Keras Kepala
Bella beserta sahabat-sahabatnya berjalan cepat keluar dari cafe, menuju kerumunan kecil yang berada tepat di samping tempat mereka berada. Dengan perasaan cemas, mereka mencoba membelah kerumunan. Namun, sesampainya di depan, mereka tidak menemukan seseorang yang katanya keracunan. Sontak membuat kerutan samar hadir di kening mereka. Yuda berjalan menghampiri tiga gadis yang sedang bergosip dengan suara kecil. Dia sempat melihat mereka di cafe tadi. "Permisi," ucap Yuda membuat atensi ketiga gadis tersebut teralihkan. Terlihat gadis yang memakai baju hitam menatap datar Yuda. Sepertinya, dia tidak menyukai kehadiran Yuda yang mengganggu kegiatan mereka. Sedangkan kedua temannya yang berbaju pink dan putih tersenyum ramah. "Ada apa ya, Mas?" tanya gadis berbaju putih membuat Yuda meringis di dalam hati. "Mau tanya, katanya ada yang keracunan. Tapi kok enggak ada ya?" tanya Yuda langsung. Mendengar pertanyaan Yuda yang merupakan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status