Semua Bab Mimpi Kelam Lilian: Bab 11 - Bab 20
86 Bab
11. Perangkap
Lilian memijat keningnya dan perlahan mengatur napasnya lagi. Ia beberapa kali mengembuskan napasnya untuk menenangkan dirinya sendiri. "Begini ... jika kau ingin mempermainkanku, aku rasa kau telah bercanda dengan orang yang salah." Ia menatap Jaden dengan raut serius. "Bisakah kau pergi saja dan jangan menggangguku? Aku bahkan tak tahu kesalahan apa yang telah kuperbuat padamu hingga kau memperlakukanku seperti ini," lanjutnya lagi. Ia merasa seolah lelah karena menghadapi pria di hadapannya itu. Lilian hendak bangkit saat Jaden menghentikan dengan kata-katanya kemudian, "Sertifikat rumah ini, tolong tunjukkan padaku. Sebagai cucu satu-satunya Edith aku berhak menanyakan itu bukan?" Lilian membelalak menatap Jaden dengan penuh keterkejutan. "A ... apa?! Apa katamu? Kau cucu Edith? Benarkah?!" tanyanya tak percaya. Ia jelas terkejut dengan pernyataan Jaden padanya tadi. Dengan tenang Jaden mengeluarkan ponselnya. Ia memperlihatkan satu galeri penuh foto kebersamaannya dengan Edith
Baca selengkapnya
12. Kontrak Iblis
"Sudah kukatakan, aku ingin tidur bersamamu," jawab Jaden tegas. "Mengapa?" tanya Lilian. "Bisa dibilang karena aku bosan mungkin? Apapun alasannya itu tak penting buatmu bukan? Atau terserah apapun anggapanmu saja, lagipula aku juga tak berniat untuk melakukan seks denganmu seperti yang kau pikirkan. Ingat, aku tidak sembarangan memasukkan barang milikku," ucapnya lagi dengan angkuh. Lilian kali ini menatap Jaden dengan atensi yang lebih besar. Ia sedikit tertarik saat Jaden menyebutkan tak ada seks di dalam keinginannya itu. "Ho! ... kau mulai tertarik rupanya? Astaga! Jadi benar itu yang kau pikirkan? Apa kau kira aku akan memanfaatkanmu untuk kepuasanku?" Jaden mencemooh Lilian dan tersenyum kecil. Lilian mengerutkan bibirnya. Walau ia tahu setiap kata yang selalu keluar dari mulut Jaden untuknya hanyalah hinaan dan cibiran, tapi ia tetap merasa kesal. "Apa yang harus kulakukan?" tanya Lilian. Ia sengaja mengabaikan hinaan Jaden dan tak ingin terpancing olehnya. "Kau hanya p
Baca selengkapnya
13. Tidur Bersama
Lilian memakai gaun tidurnya yang nyaman setelah ia membersihkan diri. Mandi malam yang menyegarkan cukup membuat badannya terasa rileks. Ia sejenak ingin melupakan kejadian yang baru saja dialaminya tadi setelah dirinya pulang dari kantor. Lilian menuju dapurnya dan membuka lemari pendingin untuk meraih sebotol air mineral dingin dan meneguknya. "Hanya itu makan malammu?" Lilian dikejutkan oleh suara Jaden yang tiba-tiba muncul dan menyebabkannya tersedak hingga terbatuk-batuk. "Kau tak apa?" tanya Jaden kemudian. Jaden kembali muncul di ambang pintu kaca sebelah tamannya yang menghubungkan dengan dapurnya. Ia menyandarkan salah satu lengannya pada pinggiran pintu. Jaden tampak nyaman dengan kaus polos dan celana kain ringannya. "Apa lagi?" tanya Lilian kesal sembari mengusap sisa air di mulutnya. "Ikuti aku, aku membutuhkanmu," ucapnya santai. "Apa harus? Dan bisakah kau tak muncul di areaku semaumu sendiri?" protes Lilian. Ia mengembalikan lagi botol air mineralnya ke dalam
Baca selengkapnya
14. Pagi Cerah
"Akh!" Lilian terpekik saat Jaden merebahkan dirinya ke atas sebuah ranjang besar yang pastinya adalah milik Jaden. "Jangan menyentuhku sembarangan!" Karena kesal, Lilian meraih sebuah bantal dan melemparnya ke arah Jaden. Yang tentu dapat Jaden tangkap dengan mudah. "Tak bisakah kau berlaku sedikit sopan padaku?" protes Lilian lagi. Seolah tak mempedulikan kekesalan Lilian, Jaden melenggang begitu saja dari hadapannya dan ia meraih sebuah kotak dari rak buku kecil yang ada di samping sebuah lemari pakaian. "Aku gatal ingin membuang benda konyol yang terpasang sembarangan begitu saja di kakimu itu begitu aku melihatnya!" Jaden merujuk bebat di kaki Lilian yang terluka. "Ada apa dengan ini?" tanya Lilian tak mengerti. "Siapa orang bodoh yang memasang ini di kakimu? Sekali lihat saja aku sudah tahu bahwa itu terlalu kencang dan hanya akan memperparah cideramu." Tanpa sungkan-sungkan Jaden duduk di hadapan Lilian di atas ranjangnya, kemudian meraih kaki Lilian dan melepaskan perlah
Baca selengkapnya
15. Senyum
"Hai Lilian, kau terlambat," todong Silvia begitu melihat Lilian masuk di ambang pintu kantor. "Maaf Silvia, apa Tuan Greg sudah tiba?" tanya Lilian lagi. "Kau beruntung ia belum datang. Apakah aku harus menyiapkan bahan meeting pagi ini?" "Tak perlu, Silvia. Semua sudah aku rangkum dan kirim ke dalam email. Kau bisa memeriksa setiap email sesuai dengan jadwal harian Tuan Greg." "Dan, Silvia sepertinya Tuan Greg akan memulai perjalanan bisnisnya besok, jadi aku ingin kau memeriksa sekali lagi semua jadwal yang bertabrakan dengan pertemuannya. Tuan Greg akan berangkat sendiri. Ia tak mengajakmu, jadi kau dapat membantuku di sini." "Benarkah?" Silvia berbinar menatap Lilian. Tanpa sadar ia berjingkrak kecil. "Oh, syukurlah! Aku akan sebisa mungkin membantumu selama Tuan Greg tak di tempat, Lilian. Serahkan semua padaku, kau berfokuslah pada klien saja." **** "Kau tampak segar, ada hal baik apa?" Seth menatap Jaden dengan
Baca selengkapnya
16. Maaf
Lilian begitu tercekat saat menatap Jaden yang berjalan lambat-lambat menghampirinya dengan raut yang mematikan. Ia tak tahu apa maksud tatapan Jaden itu. Ia hanya merasakan firasat buruk saja. Begitu melihat raut wajah Jaden, Lilian tahu bahwa saat ini pria itu sedang memasang sisi iblisnya yang biasa ia tampakkan padanya saat mereka sedang berdua. Jaden sedikit tersenyum simpul sebelum berkata, "Wah, kau senang ya rupanya? Apa begini caramu merayu para pria?" Lilian tersentak dan menatap Jaden dengan alis yang mengerut dalam. "Kau bersikap dingin di awal tapi pada akhirnya menggoda mereka dan tersenyum menjijikkan seperti seorang wanita murahan juga!?" "PLAAKK!!" Tamparan keras seketika Lilian layangkan pada wajah Jaden. Seth yang kembali masuk, begitu tercengang karena waktunya begitu tepat ketika ia mendapati Lilian menampar Jaden. Ia hanya mematung di tempatnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Jaden menatap Lilian denga
Baca selengkapnya
17. Melihat Mimpi
Jaden bergegas menuju ke kamar mandinya dan membersihkan diri. Setelah itu ia mulai menyiapkan hidangan apa pun yang dapat ia buat dari lemari pendinginnya dengan cepat. Tak memerlukan waktu yang lama bagi Jaden untuk menyiapkan hidangan makanan untuk mereka berdua. Tepat setengah jam berlalu hingga ia menyelesaikan aktivitasnya seperti yang ia janjikan pada Lilian sebelumnya. Jaden kemudian bergegas menuju ke rumah wanita itu lagi setelah ia selesai mempersiapkan semuanya. "Lilian ... " panggilannya terhenti saat dilihatnya Lilian tengah tertidur di sofa ruang tengahnya dengan laptop yang masih menyala di atas mejanya. Jaden perlahan mendekati Lilian. Awalnya ia tak merasakan hal yang aneh, sampai ia melihat air mata yang bening mengalir di kedua sisi wajah Lilian. Ya, wanita itu menangis di dalam tidurnya. Ia mendekat untuk memastikan Lilian baik-baik saja. Jaden duduk di atas lantai dan memandangi wajah Lilian yang sedang tertidur. Ia sedikit menge
Baca selengkapnya
18. Perasaan Berat si Mesum
Lilian merebahkan dirinya di ranjang Jaden. Ia sendiri sedikit heran mengapa dirinya sekarang tampak begitu natural naik ke atas ranjang pria itu. "Kau ingin segera mengakhiri ini ya?" tanya Jaden. Ia tak melihat lagi kecanggungan Lilian terhadap ranjangnya. "Aku hanya lelah," jawab Lilian. "Benar, bisa kulihat tadi kau ketiduran saat mengerjakan pekerjaanmu." "Kau benar, aku sebenarnya bukan tipe orang yang akan membawa pekerjaanku ke rumah. Aku selalu menyelesaikan pekerjaanku sebisa mungkin selama aku masih di kantor. Dan menurutmu salah siapa sampai aku harus membawa pekerjaanku pulang?" "Maafkan aku," Jaden mulai mematikan lampu utama dan hanya menyisakan lampu temaram kamarnya untuk menerangi ruangan. Ia kemudian berbaring di sebelah Lilian yang memunggunginya. "Bisakah setidaknya kau menghadap ke arahku?" tanyanya. "Lalu dengan begitu, apa menurutmu aku akan bisa tidur dengan posisi seperti itu?" "Coba saja, kau
Baca selengkapnya
19. Galau
"Kau tak mengatakan apa pun kemarin padaku!" protes Jaden pada Seth yang tengah berkunjung ke kediamannya. "Maaf, karena kau bersitegang dengan Lilian, aku sampai lupa memberi kabar untukmu. Bagaimana kau dan Lilian? Kau sudah berbaikan dengannya? Apa memangnya yang telah kau lakukan?" tanya Seth. "Sudahlah, tak usah kau pikirkan. Semuanya baik-baik saja," jawab Jaden. Ia sedikit melamun saat memasukkan baju-baju miliknya ke dalam koper besarnya. "Kau tampak kusut, ada apa? Apa Lilian belum menerima maafmu atau apa? Cerialah! Jangan sampai mood-mu mengacaukan syuting kita." "Ck! tenanglah, kau tahu aku tak akan mungkin begitu. Aku profesional!" jawab Jaden angkuh. "Ya, benar! Aku harap begitu. Jangan sampai partner kerjamu kehilangan semangat karena melihat wajah masammu, ya? Apa kau tahu, Alana begitu bersemangat dan benar-benar memarahiku saat ia meneleponku tadi. Menurutnya aku begitu ceroboh karena tak memberitahumu tentang jadwal kalian."
Baca selengkapnya
20. Muram
Lilian mengerjap beberapa kali setelah menerima telepon dari Jaden. Ia benar-benar tak mengerti maksud Jaden. Mengapa Jaden masih memintanya untuk membalas pesan setelah ia meneleponnya? Sungguh pria aneh! Mau tak mau Lilian akhirnya membalas pesan Jaden juga. [ Oke, aku mengerti. Tapi mengapa aku masih harus membalas pesanmu setelah kau menelepon? Apa kau bahkan tahu jam berapa sekarang di sini? Ini masih jam 5 pagi dan ini hari Sabtu! ] Lilian menghembuskan napasnya sambil menggeleng setelah ia mengetik pesan balasan untuk Jaden. Ia kembali merebahkan diri di ranjangnya dengan muka kusut.  Semalam sudah terhitung beberapa kali ia terbangun dari tidurnya karena memimpikan hal yang sama. Ya, ia kembali masuk ke dalam mimpi buruk Jaden setiap kali ia memejamkan matanya. Ia akui, mungkin karena dirinya selalu memikirkan pria itu sejak kepergiannya. Sekarang Lilian penasaran, apa mungkin saat dirinya terlelap, Jaden juga sedang terlelap dalam tidurn
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status