All Chapters of Di Atas Ranjang Dokter Sonya: Chapter 121 - Chapter 130
390 Chapters
121. Sebuah Gosip Yang Menyebar
Awan berjalan ke arah tempat penyimpanan loker dengan kepala yang masih sangat pusing, saat ini hanya ingin menyimpan tasnya dan berganti pakaian kemudian bekerja dengan tenang tanpa hambatan apa pun. Ia ingin secepatnya ke Bandung dan berbicara dengan Kakeknya, ia ingin keluar dari pekerjaannya ini  supaya ia tenang berhubungan dengan Sonya. Saat Awan menutup pintu lokernya ia mendapati beberapa rekan kerja perawat masuk ke dalam ruangan kerja. Awan mulai merasakan perasaan tidak enak saat rekan kerjanya itu sama sekali tidak menyapanya namun, memperhatikan dirinya dari atas ke bawah dengan pandangan yang membuat darah Awan mendidih."Kerja, Wan?" tanya Eros yang memiliki loker tepat di samping Awan, hingga mau tidak mau ia harus berdiri di samping Awan."Kerja, Bang, Abang udah selesai jadwalnya?" tanya Awan yang ingat kalau hari ini dia tidak satu jadwal dengan Eros. "Udah, baru selesai ... nggak telat kamu?" tanya Eros sambil melirik jam din
Read more
122. Masalah Makin Rumit
"Masih hidup?" tanya Sonya sambil menatap dingin Emir yang sedang duduk di pinggir ranjang rumah sakit. Emir menghela napasnya pelan sambil melihat Sonya sekilas, ada rasa kesal di dadanya karena Sonya sama sekali tidak menemaninya selama perjalanan ke rumah sakit menggunakan ambulans, Sonya malah ikut mobil ambulans lainnya bersama lelaki biadap itu."Mau kamu aku mati?" tanya Emir sembari menahan sakit karena bagian wajahnya benar-benar babak belur."Bukan aku yang bilang," ucap Sonya sembari masuk ke dalam ruangan dan mengambil rekam medis Emir. "Oh ... patah hidung doang.""Doang?" tanya Emir geram, rasanya ia ingin melemparkan nakas di sampingnya ke arah Sonya saat ini karena betapa santainya Sonya mengatakan itu semua. "Iya, patah hidung aja, kamu pasti masih bisa hidup, kan?" Sonya tersenyum sinis sambil mengembalikan rekam medis milik Emir ke meja. Ia berjalan terus melewati Emir ke arah jendela besar yang menunjukkan hiruk pikuk kota Jakarta di pagi har
Read more
123. Anxiety Disorder
"Sonya ... hai ... Sonya."Sonya terus berjalan menelusuri lorong, ia sama sekali tidak mengindahkan teriakkan orang yang memanggil namanya di belakang. Kepalanya sakit bukan main karena memikirkan perkataan Emir yang ada benarnya mengenai Awan. "Sonya ... Sonya."Langkah Sonya sama sekali tidak melambat, ia terus berjalan menjauhi orang yang memanggilnya. Pikirannya kacau dan tidak fokus bahkan saat operasi tadi ia berkali-kali melamun hingga membuat Awan menyengolnya tubuhnya untuk kembali fokus."Sonya." Tangan Sonya ditarik dan membuat dirinya menghentikan langkahnya, "Iya.""Kamu kenapa? Aku dengen dari anak-anak koas kamu melamun mulu," ucap Lidya yang khawatir dengan keadaan Sonya hari ini. Lidya beranggapan Sonya seperti ini karena peristiwa pemukulan yang dilakukan Awan kepada Emir."Hah ...." Sonya menatap kosong Lidya, ia benar-benar bingung dan terpuruk setelah berbicara juga bertemu dengan Emir. Ternyata b
Read more
124. Destinasi Wisata
"Hai ... mau boba?" tanya Awan sambil menyerahkan tempat minum yang berisikan boba kesukaan Sonya.    "Wan ... dapet boba dari mana? Kamu belinya kapan? Seingat saya kamu abis keluar dari ruang operasi," tukas Lidya bingung kenapa Awan bisa mendapatkan boba untuk Sonya setiap saat dan waktu.   "Aku pesen, Dok, emang cepet itu ojek onlinennya. Kan, toko boba-nya dekat," jawab Awan sambil memberikan satu gelas ke tangan Lidya.   "Aku dapet juga?" tanya Lidya kaget karena mendapatkan jatah dari Awan.   "Iya, buy 2 get 1, kalau nggak gratis, yah, Dokter Lidya nggak bakal dapet," jawab Awan santai.   "Asem ...," maki Lidya seraya menusukkan sedotannya. "Udah ... aku masih banyak operasi, mana mulai besok aku harus kerja keras bagai kuda buat gantiin orang liburan."    S
Read more
125. Promise.
“Kamu mau apa ke Gunung Kidul? Nyari dukun?” tanya Awan kaget dengan tujuan wisata Sonya yang lain daripada yang lain, kebanyakan wanita pergi ke Bali atau ke luar negeri, kenapa Sonya malah pergi ke Gunung Kidul?“Ngaco ... ngapain aku nyari dukun? Nggak guna, mau dukuni siapa? Mau dukuni kamu?” tanya Sonya sembari menyentil hidung Awan kesel karena sudah memukul pahanya dengan keras, Sonya yakin kulit kakinya akan merah karena tamparan Awan. Menyebalkan.“Mungkin.”“Nggak didukuni aja kamu lengket banget sama aku, gimana aku dukuni, bisa-bisa aku nggak bisa keluar rumah sama sekali,” protes Sonya sembari duduk di samping Awan dan meminum bobanya.“Kamu butuh di temani?” tanya Awan sembari mengusap pucuk rambut Sonya pelan, membenamkan tangannya di rambut Sonya terasa menyenangkan.Sonya menggeleng cepat, ia benar-benar membutuhkan waktu sendirian. Ia hanya ingin berlibur dan kembali ke J
Read more
126. Ancaman Parwati
“Emir ...,” panggil Parwati saat melihat anaknya masuk ke dalam ruangan, kesehatannya sedikit demi sedikit pulih dan dokter hanya mengatakan kalau dia saat ini hanya membutuhkan istirahat yang cukup juga menjaga kesehatannya dengan baik. Ia tidak boleh lagi terkena serangan jantung lagi, karena bisa sangat membahayakan nyawanya. “Iya, Bu.” Emir mendorong kursi roda memasuki ruangan Parwati, ini adalah hari terakhir Ibunya dirawat dan saatnya pulang. “Muka kamu kenapa?” tanya Parwati bingung dengan wajah Emir yang tidak karu-karuan, “kamu dirampok?” tebak Parwati, karena tidak mungkin Emir berkelahi dengan orang lain. Emir bukan anak kecil yang berkelahi untuk menyelesaikan masalah. Emir ingin mengatakan kalau ini semua perbuatan selingkuhan Sonya, tapi, tadi ia baru berbicara dengan dokter mengenai kesehatan Parwati yang mau tidak mau membuat Emir mengurungkan niatnya, “Jatuh.” “Kok, bisa, Nak?” tanya Parwati khawatir, ia dengan cepat mengelus wajah E
Read more
127. Obrolan Setitik
"Eka ...," panggil Lidya saat melihat penata anestesi bimbingannya itu sedang menari dengan gemulainya di ruang perawat UGD.   Eka menghentikan tariannya dan tampak malu karena ketahuan sedang merekam dirinya untuk salah satu aplikasi sosial media yang sedang terkenal. "Eh ... Dokter, masuk, Dok, anggap aja rumah sendiri."   Lidya menepuh dahinya kesal, sejak kapan ruang perawat UGD jadi rumah Eka? Otak penata anestesinya ini benar-benar butuh diruqyah. "Sejak kapan kamu tinggal di sini? Rumah kamu digusur apa, sampai harus tinggal di fasilitas rumah sakit?"    "Hehehe ... canda, Dok, serius amat, sih, Dok," ungkap Eka sembari menunjukkan deretan gigi putihnya, yang membuat Lidya mengingat senyuman kuda lumping.   "Aku boleh nanya nggak, sih?" tanya Lidya sembari masuk ke dalam ruangan dan menyandarkan tubuhnya di meja, sedangkan tangannya mengambil rek
Read more
128. Panasnya Yogyakarta
Mata Sonya memicing saat melihat matahari yang bersinar terang di atas kepalanya, sepertinya Yogyakarta kali ini sedang dalam kondisi panas terik hingga membuat Sonya mau tidak mau mengeluarkan kaca mata hitamnya.  Tring .... Sonya mengambil ponselnya dan tersenyum saat mendapati chat dari Lidya yang memintanya untuk bersenang-senang dan jangan lupa membawa oleh-oleh sebanyak-banyaknya untuk dirinya juga kedua anaknya.  "Sonya Fauzia ... Ibu Sonya Fauzia ...." "Iya," sahut Sonya sembari mendekati seorang pria berperawakan tegap dan berumur sekitar pertengahan 20 tahunan atau 30 tahun awal. "Saya Sonya." "Mbak Sonya?" tanya lelaki itu sembari menurunkan kaca mata hitamnya. "Iya, saya Sonya, Mas yang disuruh jemput saya dari hotel?" tanya Sonya berusaha ramah karena
Read more
129. Jahilnya Seorang Sonya
"Mbak ... nanti kalau Mbak mau makan atau mau jalan-jalan, Mbak bisa hubungi saya, Mbak," ucap Adit sambil memberikan kartu namanya. "Oh ... iya, makasih Mas, nanti kalau saya ada apa-apa pasti saya hubungi, kok. Tapi, emang Masnya nggak kejauhan?" tanya Sonya yang sadar kalau saat ini hotel yang ia tempati berada di pelosok Gunung Kidul dan jauh dari kota."Nggak, Mbak, malah deket." Adit menggaruk bagian belakang kepalanya, "rumah saya di sana." Adit menunjuk sebuah rumah yang ada di bagian depan hotel.Sonya memanjangkan lehernya dan mendapati sebuah rumah tinggal bergaya sederhana namun asri yang masih di dalam kawasan hotel, "Eh ... kamu yang punya hotel?"Adit mengangguk, sebenarnya tour guide yang menemani Sonya izin sakit di saat-saat terakhir hingga membuat Adit harus turun tangan dan menjemput Sonya. "Iya, Mbak ... tapi, kalau ada apa-apa langsung bilang aja.""Oh ... oke, makasih banyak, yah." Sonya berusaha tersenyum lebih ra
Read more
130. Romli
"Mau ke mana?""Mau ke Yogyakarta," jawab Awan sembari menghentikan langkahnya, ia memutar tubuhnya dan mendapati Romli, kakeknya sedang menatapnya. "Mau ngapain? Dagang wayang?" tanya Romli sembari mengatuk-ngatukkan tongkatnya ke lantai hingga menimbulkan bunyi yang membuat Awan menyerngit."Ya kali dagang wayang, Ki." Awan membenarkan letak tas ranselnya yang ia selempangkan di bahu. "Awan nggak ada jiwa dagang.""Mau ngapain atuh ke Yogyakarta?" tanya Romli dengan tatapan menyelidik, ia benar-benar harus mengawasi kelakuan cucu laki-laki satu-satunya ini. Kelakuan Awan yang sudah sering membuat dirinya olah raga jantung dari semenjak Awan puber membuat Romli harus melakukan penjagaan extra."Mau jalan-jalan," dusta Awan sembari tersenyum tengil, nggak mungkin Awan bilang kalau dia mau bertemu Sonya dan menghabiskan malam-malam penuh dengan desahan bersama Sonya. Nggak mungkin, bisa habis ia di maki-maki dan disumpahi kakeknya itu.
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
39
DMCA.com Protection Status