All Chapters of Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel): Chapter 61 - Chapter 70
156 Chapters
Part 60. Pergi
“Apa tidurmu nyenyak?” tanya Mom. Baru saja aku membuka mata, sudah disuguhi wajah rupawan Mom yang tak menua. Ketika masih setengah sadar, aku mencoba mengingat apa yang sudah terjadi padaku. Ah, ya. Aku bertengkar dengan Daphne di danau kecil yang disebut kolam, lalu Mom datang. Aku berpikir banyak, dan setelah itu aku tertidur di pangkuan Mom. Oh, tidak! Aku sudah menyusahkan Mom. “Mom, apa selama aku tidur, aku membuatmu sulit?” tanyaku. Mom memandang dengan penuh penasaran. Apa beliau tidak mengerti pertanyaanku, ya? “Sama sekali tidak, Sayang. Mom tidak kesulitan sama sekali.” Senyuman teduhnya menenangkanku, menghilangkan pikiran bahwa beliau tidak mengerti ucapanku. Kali ini, aku akan memercayai apa pun yang Mom ucapkan. Aku menggeliat pelan, berusaha sebaik mungkin untuk tidak bergerak terlalu banyak. Mau bagaimana lagi, tempatku tidur merupakan tempat yang sempit. Jadi, setelah menggeliat, aku berusaha duduk. Ah, nyaman rasanya tidur di pangkuan Mom. Selama belasan tahun
Read more
Part 61. Di Mana Ini
“Wilayah netral sekarang sedang tak baik-baik saja, Mom,” jawabku. Memang hanya inilah yang kutahu tentang wilayah netral, itu pun baru beberapa waktu lalu dari paman. Kalau saja kami tidak meninggalkan pack, mungkin aku sama sekalii tak tahu keadaannya. “Apa Sean yang memberitahumu?” Aku mengangguk. Meski tak melihat Mom, aku yakin Mom tahu. “Lalu, sekarang di mana Sean?” Aku menoleh ke arah Mom. Kukira beliau sudah tahu di mana paman berada. Bukankah sejak kami bertemu, paman memang tidak bersamaku? Juga, apa Daphne tidak memberitahu apa pun padahal dia tahu? “Apa Daphne tidak memberitahu, Mom? Aku sudah menceritakan tentang Paman Sean padanya. Seharusnya dia menyampaikan hal itu,” ungkapku. Mom harus tahu bahwa aku sudah menceritakannya. Kalau dia mengatakan tidak mengetahui, hal itu patut dipertanyakan. “Mana sempat aku menayainya. Apalagi dia sedang marah pada Mom karena membelamu. Jadi, katakan saja pada Mom, jangan meminta Daphne untuk menceritakan.” Aku menoleh pada Daph
Read more
Part 62
"Kita turun!" Usai berucap demikian, Mom membuka pintu dan turun tanpa memandangku. Tak hanya Mom, Daphne dan Alex juga mengikuti Mom. Aku tak ingin tertinggal, dan segera menyusul mereka. Ada banyak bangunan tinggi yang tak sanggup kubayangkan bagaimana membangunnya. Meski saat ini malam, suasananya sama sekali tak menggambarkan malam. Ada beberapa orang berlalu lalang. Dari aroma mereka, aku bisa menebak mereka manusia. Tak hanya itu, cahaya juga terdapat di mana-mana. "Mom, kita di mana?" tanyaku. Tak ada jawaban sama sekali. Mereka bertiga seolah ingin meninggalkanku di sini sendiri. Ketiganya kompak sekali berjalan cepat dan memunggungiku. "Tidak bisakah kau hanya diam dan melihat!" hardik Daphne. Langkahku terhenti dan merasa jika mereka semua bukan orang yang sama. Mereka seolah memakai kepribadian lain yang teramat berbeda. "Diam dan ikuti saja, Dav!" Kalau Mom sudah berkata seperti itu, aku bisa apa selain mengikutinya? Kami berjalan tanpa mengeluarkan suara lagi. Di saa
Read more
Part 63. di Tempat Mom
“Daph, kau tahu apa yang terjadi?” tanyaku. Daphne menoleh, tetapi tatapannya padaku hanya tatapan datar saja. Entah dia mengerti maksudku atau tidak, yang jelas aku tak ingin bertengkar lagi dengannya. Sudah cukup! Aku berharap pertengkaran di kolam itu adalah yang terakhir.“Apa yang kau maksud?” balasnya. Baiklah, mungkin pertanyaanku kurang jelas dan ambigu untuknya. Jadi, aku memaklumi jika dia tidak mengerti.“Maksudku, apa kau tahu apa yang terjadi pada Mom? Atau, apa yang Mom dan Alex lakukan?”Daphne menggeleng. Aku tak tahu dia benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu. Kemudian, dia berkata, “Aku sama sepertimu, diajak ke sini tanpa diberitahu apa-apa.”Ternyata Mom tidak seterbuka itu bahkan pada Daphne. Apalagi aku yang baru ditemuinya? Tentu perlakuan itu sama sekali tidak akan berbeda untukku. Berharap bahwa kau akan diberi keistimewaan dari Mom? Tidak! Aku tidak berpikir ke sana.“Kalau begitu, apa yang kau ketahui dengan tempat ini. Jika Mom tidak memberitahu
Read more
Part 64. Penganggu
Sejak pertama bertemu, dia memandang seolah aku ini musuh yang harus dibasmi. Ah, andai dia tahu jika aku sama sekali bukan musuhnya. Aku hanya kakaknya. Orang yang ingin dekat dengan lebih baik. Dan ... bukankah sejak awal dia sendiri yang mengatakan bahwa aku ini kakaknya? Seharusnya dengan begitu dia menjadi sadar diri. “Aku tak tahu harus memulai dari mana, Dav! Yang jelas, kalung itu menghubungkan kondisi kita berdua. Ah, lebih tepatnya memberitahukan kondisimu padaku. Kemudian, Mom menjadikannya alat untuk mengawasimu,” tutur Daphne. Alat untuk mengawasiku? Selama ini aku tidak tahu ada alat semacam itu. Paman juga tidak pernah memberitahukannya padaku. Kalau saja sejak awal aku tahu, tentu aku tidak akan menanyakan masalah ini pada Daphne. Aku merasa, jika masalah ini yang membuat sikap Daphne buruk padaku. Bagaimana tidak buruk? Daphne mengatakan alat ini untuk memantauku melaluinya. Itu berarti, di sini Daphne hanya sebagai alat penghubung saja. Jika aku menjadi Daphne pun
Read more
Part 65. Pergi Lagi
“A ... apa yang kau lakukan!?” aku bergerak mundur saat Daphne mendatangi dan menatap dengan tajam. Sesekali, aku melirik ke pintu dan di sana retakan sudah semakin besar. Kalau kami belum pergi, akan terjadi masalah yang lebih besar lagi. Hingga saat ini, aku masih belum mengerti kenapa ada orang yang mengincarku. Aku sama sekali tak merasa memiliki kesalahan yang begitu banyak. Juga, tak memiliki sesuatu yang spesial. Grep! Mataku membola kala Daphne—dengan tubuh mungilnya, memelukku erat. Tak hanya itu, aku dipaksa menunduk dan tiba-tiba ... ada benda kenyal kurasakan di bibirku. Untuk beberapa detik aku seakan hilang dari bumi, tetapi rasa anyir dan aroma manis yang menusuk menyadarkanku. Glek! Glek! Ah, sial! Kenapa aku harus mendengar suara tenggorokanku sendiri? Aku ingin mengatakan pada dunia bahwa aku terpaksa. Sama sekali aku tak ingin merasakan hal ini. “Setelah ini, pegang tanganku erat-erat dan jangan melepaskannya. Mungkin, tak akan ada banyak manusia yang beraktivi
Read more
Part 66. Jangan Bilang Kalau ....
“Tidak ada waktu untuk berdebat. Kita harus segera pergi dari sini!” Tanpa sempat aku mendengar jawaban Daphne, dia menarik tanganku. Sesekali dia menoleh ke belakang. Mungkin untuk memastikan tidak ada yang mengikuti kami. Kalau sudah seperti ini, aku tidak tahu harus bagaimana selain mengikutinya. “Satu lagi! Biasakan untuk memanggilku Lexa, dan namamu Sam,” imbuh Daphne. Aku mengangguk. Tentu saja aku masih mengingat panggilan kami untuk sementara. Napasku memburu kala Daphne menarik tanganku dengan cepat. Di saat seperti ini, aku mengetahui jika perbedaan kekuatan kami begitu signifikan. Kece[atan Daphne tak main-main. Aku tahu jika dia sedang menahan diri, mungkin untuk mengimbangiku. Sebagai kelahiran werewolf, aku memang memiliki kecepatan yang lebih ketimbang manusia. Namun, hal itu bukan sebuah patokan jika lariku teramat cepat. Ada banyak perbedaan kecepatan di antara vampire dan werewolf. Salah satunya ini. Daphne bisa berpindah dalam hitungan detik, sedangkan aku butuh m
Read more
Part 67. Berbeda
“Kita bisa menginap di sini, Dav!” Lagi-lagi, dia berucap riang. Kakiku terasa lemas. Lelah akibat pelarian yang menguras tenaga baru terasa, kala tempat yang ditunjuk Daphne adalah tempat yang kukenal. Penginapa itu adalah penginapan yang aku dan paman datangi. Dan jarak antara penginapan itu dengan tempat yang kami tinggalkan, tidak terlalu jauh.   Jangan bilang kalau Daphne buta arah! Kalau iya, aku ingin mencekiknya.   “Kau yakin? Bukankah kau tadi mengatakan kita harus memakai nama baru?” Aku menatapnya. Entah karena apa, dia memalingkan muka begitu matanya menatapku. Memangnya ada apa? Mataku tidak mengeluarkan kekuatan untuk membunuh, kan? Ke mana keberanian yang selama ini dia banggakan padaku?   “A ... ya! Aku lupa, Sam. Dan ... memang tempat inilah yang akan kita jadikan tempat menginap. Tenang saja. Ini namanya ponsel pintar,” ujarnya sambil menunjukkan kotak yang bercahaya padaku. “Dan ini namanya dompet. Ada
Read more
Part 68. Janggal
“Ini adalah air mataku,”  jawab Daphne. Aku tercengang. Air mata?“Air mata apa yang berwarna merah jambu seperti itu, Daph? Kau jangan mengajakku bergurau!?” tukasku. Daphne itu seirang vampire. Mana ada vampire yang mengeluarkan air mata. Berwarna merah jambu, pula! Menurutku ini sebuah hal yang konyol. “Lagi pula, kau itu tidak menangis, kan?” lanjutku.Untuk seketika, raut wajah Daphne tidak nyaman kulihat. Oh ... apa aku salah bicara? Bukankah apa yang aku katakan itu memang benar adanya? Vampire tidak menangis, dan mereka tidak punya air mata sama sekali. Memangnya aku harus berkata apa lagi?“Kau ini pria yang tak punya perasaan, ya!?” Daphne melempar sebuah bantal padaku. Aku menghindar, dan lagi-lagi menatapku dengan tatapan tajam. Aneh!“Tentu saja aku punya perasaan, Daph! Memang kau pikir untuk apa aku masih menemanimu di
Read more
69. Kebenaran
“Daph, apa kita sudah berada jauh dari tempat yang terbakar itu?” tanyaku. Jika menghitung dari waktu dan kecepatan kami, tentu tempatnya sudah bermil-mil jauhnya. “Tentu saja! Kau pikir berapa lama kita pergi dengan kecepatan seperti itu? Tidak mungkin kau tidak merasakannya, kan?” Awalnya Daphne sudah berbaring membelakangiku. Namun, begitu aku bertanya dia kembali terduduk dan menjawab. “Kau mungkin benar, Daph. Tapi aku masih mengingat lokasi ini dengan pasti. Di penginapan ini dan tempat yang kau bakar hanya berjarak lima belas menit. Itu pun kita duduk di dalam alat itu. sedangkan kecepatan lari kita lebih dari kecepatan benda itu.” “Namanya mobil, Dav! Mobil! Kau harus ingat dengan baik.” “Iya, mobil. Dan aku baru menyadari kita tadi hanya berputar-putar sampai pusing, Daph!” Daphne memandangku tanpa berkedip, seolah aku ini baru mela
Read more
PREV
1
...
56789
...
16
DMCA.com Protection Status