All Chapters of SENTUH AKU BANG! BERI AKU NAFKAH BATHIN! : Chapter 41 - Chapter 50
57 Chapters
Bab 41-Pisah Ranjang
Kenapa Bang Kay memegang gawaiku, jangan-jangan Mas Hanafi menelponku?Oh no! Bisa hancur nama baikku jika Bang Kaylani tau aku sering dotelvon laki-laki lain, ini soal marwah seorang istri, walau selalu menderita, aku tidak mau dicap sebagai istri yang tidak tahu diri, aku tidak mau dicap sebagai istri yang suka selingkuh, itu istilah yang sangat buruk."Kenapa Abang periksa-periksa gawai Maya tanpa seizin Maya? Mau cari-cari kesalahan Maya ya? Mau menuduh Maya selingkuh? Mau menyalahkan Maya atas semua hal?” aku bertanya bertubi-tubi. Bang Kaylani kaget, HP ku terlepas dari tangannya, wajahnya memias. Aku sengaja menyerang duluan agar Bang Kaylani tidak memiliki kesempatan untuk membela diri, ku lontarkan banyak pertanyaan agar Bang Kaylani bingung dan tidak bisa menjawab pertanyaanku.Ku rebut HP ku dari sisi Bang Kaylani, ku cek panggilan masuk. Tidak ada panggilan baru dari Mas Hanafi. Ku buka Wa, Banyak pesan Wa Masuk, ada pesan Wa dari Ma
Read more
Bab 42-Gugatan Cerai
Bang Kay masih tidur di sofa, aku kasihan sebenarnya kepadanya, tapi, aku heran juga mengapa aku begitu muak, mungkin karena aku sudah terlalu jenuh. Masih ada waktu bagiku masak untuk sarapan pagii. Setelah lama menatap wajah Bang Kay, kemudian aku beranjak kedapur untuk masak. Ku buka tudung saji untuk memeriksa apakah ada sisal auk semalam atau tidak, ternyata masih banyak gulai asam pedas gabus tersisa, kupanaskan terlebih dahulu sisa gulai asam pedas, ku tuang sisa gulai asam pedas itu kedalam kuali yang telah ku sediakan di atas kompor. Sembari memanaskan gulai asam pedas, ku ambil sayur mayor dikulkas, aku akan memasak sayur bayam dan telur ceplok kesukaan Bang Kaylani. Tidak menunggu waktu lama, akhirnya selesai juga aku memasak untuk sarapan pagi, kulanjutkan membuat juice lemon. Lantunan ayat-ayat suci Al Quran bergema dari menara Mesjid, aku seketika kaget, aku belum siap bertemu Bang Kaylani, secepat kilat ku ambil penanak nasi, ku keluarkan nasi dingin yang ada didalammny
Read more
Bab 43-Diskon Kejam
“Delapan ratus enam puluh ribu rupiah itu biaya totalnya pak?” Aku merasa biayanya sedikit terlalu mahal.“Ya itu biaya total sekali sidang. Jika sidangnya sampai dua kali, tiga kali atau lebih, maka akan ada tambahan biaya setiap sidangnya. Biasanya jika wanita menggugat minimal tiga kali sidang, dua kali sidang mediasi, dan sidang ketiga keputusan bercerai atau tidak. hanya dalam kasus-kasus berat yang diputuskan disidang pertama, seperti suami melakukan kekerasan, suami dipenjara karena kasus berat dan lainnya. Dan untuk biaya sidang selanjutnya tidak banyak, hanya untuk biaya makan minum empat orang hakim.” Si bapak kembali menjelaskan. keraguan mulai menyelimuti hatiku.“Saya sudah putuskan, saya harus cerai Pak, permasalahan saya sangat rumit dan rahasia, nanti akan saya ungkap dipersidangan. Masalah biaya tidak jadi persoalan bagi saya.” Aku bersikeras.“Ya itu hak ibu, terserah ibu. Saya hanya mengingatkan saja, saya sudah puluhan tahun kerja disini, kebanyakan yang bercerai d
Read more
Bab 44-Dirampok Disiang Bolong
“Baik Bu, terimakasih.” ucapku.Aku keluar gedung pengadilan menuju belakang tembok. Cukup lama aku mencari “Kantor spesialis permohonan cerai” yang direkomendasikan Bu Doktor Maimunah. Capek berjalan mengitari tembok aku duduk beristirahat disebuah bangku didepan sebuah gubuk kecil ukuran 2 meter. Disana juga duduk beberapa wanita, mungkin mereka pemilik gubuk itu.“Mau kemana Mbak?” Gadis yang bersebelahan denganku menegur ramah.“Saya mau cari tempat pembuatan permohonan cerai yang direkomendasikan pengadilan. Katanya disekitaran belakang tembok ini, capek saya cari tidak ketemu, dan tidak ada orang sekitaran sini yang tau tempat seperti itu, sudah banyak orang yang ku tanya.” Aku curhat kepada gadis itu.“Tempatnya itu ya disini hehehe.” Dia terkekeh.“Disini?” aku meminta kepastian.“Iya, benar. Ini tempatnya. Saya juga lagi mengurus surat permohonan cerai.” Gadis manis itu ternyata sudah menikah. Ya Allah, tempat ini sangat tertutup, tidak ada plang nama atau spanduk nama, ban
Read more
Bab 45-Panggilan Sidang
“Masalah pengasuhan Lani Ma. Maya mau bawa Lani pulang. Lani hanya akan menyusahkan Mama disini.” Aku berbohong.“Ya kalau mau bawa pulang bawa saja. Lani kan kucing kamu, nggak perlu minta izin sama Mama.” sahut Mama.“Lani dimana Ma?” aku melepaskan pelukan.“Tadi tidur di sofa ruang tamu, ini kan sudah siang, emang jadwalnya kucing tidur.” ujar Mama.“Lani nggak ada jadwal tidur Ma, dirumah memang tidur saja kerjanya. Bangun minta makan, habis makan tidur lagi. begitu terus setiap hari.” “Kucing, Rusa, Macan dan semua binatang yang bisa melihat dikegelapan malam tidurnya dan berjaga pada siang hari. Memang sudah begitu diciptakan oleh Allah. Beda dengan kita, mata kita tidak bisa bercahaya dikegelapan, maka kita tidurnya malam, bangunnya siang. binatang yang bercahaya matanya pada malam hari akan merasa silau dan ngantuk matanya terkena cahaya matahari, sehingga dia lebih suka tidur disiang hari.” ucap Mama, mentransfer ilmunya.’“Oh begitu ya? pantesan banyak binatang yang bangu
Read more
Bab 46- Jam Tangan Mahal Hadiah Mas Hanafi
“Tidak baik menolak rezeki Nona.” Jawabnya pendek. Tunggu, Aku kenal suara itu. itu suara Mas Hanafi.“Mas Hanafi?” aku kaget.“Haha tenyata Nona mengenalku.” Seloroh Mas Hanafi sambil tertawa.“Mas ngapain disini? Rumah Mas disekitaran sini?” aku bertanya. Aneh makan disaat sudah sangat sore begini.“Mas cuma mampir buat minum kopi, ngantuk seharian didalam ruangan. Toko jam Mas disebelah rumah makan ini.” Mas Hanafi menjelaskan.“Jika Maya tidak buru-buru, sudilah kiranya mampir ke toko saya disebelah.” Mas Hanafi menawarkan.“Sebenarnya Maya mau segera pulang. Tapi karena sudah disini boleh lah.” Aku berdiplomasi, seakan menolak, padahal mau banget.“Kalau begitu ayo.” Mas Hanafi membawakan belanjaku dan menarik tanganku.Dadaku berdebar aneh saat Mas Hanafi menggenggam erat tanganku. Ada getaran-getaran dan debaran ombak asmara disana. Aku bejalan mengikuti Mas Hanafi bagai kerbau yang dicocok hidungnya
Read more
Bab 47-Sidang Cerai : Duda atau Suami Orang?
Pukul 08.00 pagi aku sampai kepengadilan agama. Kantor pengadilan sudah ramai, parkiran motor dan mobil sudah penuh sesak. Jadwal sidangku pukul 09.00, aku masih punya waktu 60 menit untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Perutku terasa lapar, aku beranjak keluar pagar pengadilan. Didepan pengadilan agama banyak berjejer warung sarapan pagi, aku memilih warung lontong, aku memesan lontong pecel kesukaanku, lontong pecal selain enak juga sangat mengenyangkan. Satu porsi lontong pecel hadir kehadapanku, piring yang besar penuh dengan berbagai sayuran, ada mie, daun ubi, kol, tahu, tempe, toge dan bakwan. Aku makan perlahan. Lidahku sangat menikmati makanan, sementara pikiranku terfokus kepada Bang Kay.“Kemana dia semalam?” benakku.Pukul 08.45 aku kembali kepengadilan. Aku tidak mau terlambat hadir, aku harus menunjukkan keseriusanku untuk bercerai. Aku duduk diruang tunggu di depan ruang sidang. Sementara itu beberapa orang dipanggil satu persatu kedalam untuk me
Read more
Bab 48-Anak Angkat
Aku ragu. Benar-benar ragu. Benar kata Pak Hakim, walaupun aku perawan, orang taunya aku adalah janda, sekalipun aku buktikan dengan test visum keperawanan, tetap saja laki-laki perjaka akan alergi saat mendengar status janda, keluarganya pun akan menolak menikahkan anaknya dengan seorang janda. Bahkan aku ragu Mas Hanafi akan mau menikahiku saat dia tau aku seorang janda.“Begini saja, sebaiknya anda shalat istikharah dulu, minta saran dari keluarga yang lain akan masalah perabotan suami anda. Apakah anda sudah meminta bantuan kepada keluarga anda?” giliran hakim keempat yang mendakwaku.“Belum Bu. kami malu menceritakan aib rumah tangga kepada keluarga yang lain.” sahutku.“Ini kondisi darurat. Anda dan suami bisa minta tolong dan minta saran kepada keluarga yang lain. Barangkali keluarga yang lain punya kenalan atau bisa bantu dana untuk pengobatannya.” Hakim ketiga memberi saran.“Saya kira sebaiknya saya cerai saja. Sudah terlalu lama saya hi
Read more
Bab 49-Janda Perawan
Mobil Mbak Wulan berhenti didepan sebuah rumah makan yang cukup besar dan mewah. Aku memarkirkan motorku ditempat parkir motor dan menunggu. Mungkin Mbak Wulan akan membeli makanan untuk makan siang kami nanti. aku duduk menunggu di atas motorku. Aku tak mau membayar uang parkir hanya karena menunggu seseorang. Mbak Wulan yang keluar dari mobil melambaikan tangan kearahku. Terpaksa aku turun dari motor dan berjalan kearahnya.“Iya Mbak?” ujarku saat berada didekat Mbak Wulan.“Kita makan siang disini ya. nanti kalau masak dirumah bisa mengurangi waktu kebersamaan kita.” Mbak Wulan menjelaskan.“Ini restoran saya, sudah 5 tahun saya mengelola restoran ini sendiri. Orang tua saya meninggal saat saya masih gadis. Jadi saya yang melanjutkan usaha ini. Sekitar 4 tahun yang lalu saya menikah dengan salah seorang karyawan saya, dia lelaki yang baik saat itu, dia pintar dan cekatan. Selama menikah aku tidak pernah menuntut nafkah kepadanya, karena aku tau aku lebi
Read more
Bab 50- Lamaran Mas Hanafi
“Jangan sampailah, saya yakin masih ada laki-laki perjaka yang mau denganku.” jawabku. Aku tersenyum membayangkan wajah Mas Hanafi, namun aku tidak yakin dia akan mau jika tau bahwa aku seorang janda. akan segera ku beritahu Mas Hanafi.“Wah kayaknya sudah ada calon nih?” Mbak Wulan menebak.“Ada seorang pemuda yang menyatakan ingin melamarku, aku belum memberi tahu dia statusku. Aku khawatir dia akan berubah pikiran setelah tau statusku.” jawabku sedih.“Waduh … waduh … waduh … ini kejam!Sumpah ini kejam! Kasihan suamimu. Seharusnya Mbak selesaikan dulu urusan Mbak dengan suami, seharusnya Mbak jujur dari awal. Mbak bisa menghancurkan kedua laki-laki malang itu.” Mbak Wulan terlihat prihatin dengan nasib Bang Kaylani dan Mas Hanafi.“Maya akan segera memberi tahukan status Maya, Maya janji.” ucapku.“Bagus. Semoga semua berjalan lancar.” sahut Mbak Wulan.“Aamiin.”Hampir dua jam aku dirumah Mbak Wulan. Aku pa
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status