Semua Bab Mendadak Jadi Istri Dosen: Bab 41 - Bab 50
53 Bab
BAB 41 - Pertengkaran Malam
Aku meminjam ponsel Bu Ratmi untuk menghubungi Sherin. Aku hapal nomornya. Dia langsung menjemputku karena jarak kosnya dan kampus sangat dekat. Aku menjadi benalu lagi di kosannya. Aku minta dibelikan makan dan meminjam bajunya untuk berganti. Pakaianku sudah tidak nyaman dan membuatku teringat dengan suasana di toilet tadi. Aku benar-benar seperti kucing yang baru keluar dari got, sangat menyedihkan. “Rin, aku cerita besok aja, ya, aku harus segera pulang.” Kulihat jam memang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. “Iya. Pak Abi tadi juga ngehubungi gue. Gue kira lo lagi ke kafe atau ke mana untuk fokus ngerjain skripsi.” Ternyata dia masih peduli denganku. Aku meminjam uang Sherin untuk membayar taksi pulang. Saat ini, kepalaku benar-benar penat dan rasanya ingin meledak. Aku bersumpah, besok aku akan mengurus dan mengadukan ini ke pihak kampus. Aku sampai di rumah sekitar pukul sebelas malam. Mas Abi yang membukakan pintu untukku. Dia memberikan tatapan cemas yang membuatku ingi
Baca selengkapnya
BAB 42 - Ungkapan Rasa
“Mama kemarin ke mana?” Pertanyaan itu yang kudapat prtama kali di pagi hari ketika Aksa melihatku. “Mama lagi kuliah.” “Sampe malam?” Aku mengangguk. Dia kemudian memelukku. “Aksa kangen,” katanya. Anak ini benar-benar pintar sekali membuatku terharu. “Nanti kita main, ya. Mau ke mana? Makan es krim? Ke playzone? Atau ke taman?” “Beneran?” Dia terlihat sangat antusias dan berjingkat-jingkat. Aku yang salah. Aku yang belum bisa membagi manajemen waktu. Kalau urusan skripsi dan Aksa saja membuat keteteran, kapan aku bisa mulai menjadi penerjemah? Aku yakin hari ini bisa leha-leha. Aku hanya perlu menunggu jadwal sidang. Aku ke kampus pun hanya untuk mengambil barang-barangku. Pagi ini sama seperti kemarin, aku dan Mas Abi masih sama-sama diam. Percayalah momen seperti ini lebih menakutkan daripada beradu argumen membahas pendapat yang berbeda. “Kita ke kampus bareng, motormu masih di sana, kan?” tanya Mas Abi. “Nggak usah, aku bisa pesen ojek online, nanti pinjam uang Bik Tun.”
Baca selengkapnya
BAB 43 - Malam Pertama
Jika ini mimpi maka akan kubenci orang yang membangunkanku. Ini terlau indah dan terlalu membuatku seperti terbang. Aku belum pernah merasakannya, tapi kurasa ini surga dunia. Kami, aku dan dirinya sudah bersatu. Tidak ada yang memisahkan kami. Setiap deruan napasnya bisa kunikmati dengan jelas, begitu pula denganku. Aku tidak menjamin masa depan bahagia. Aku juga tidak tahu jika besok, lusa, satu minggu, satu bulan, atau satu tahun ke depan kami akan sama-sama menangisi kesalahan dan pertengkaran. Malam ini aku merasa menjadi wanita paling bahagia. Setiap sentuhannya membuatku seperti terbang ke langit ke tujuh. Dia membawaku ke suatu tempat yang hanya kami berdua yang tahu. Aku merasa begitu dicintai dan disayangi. Dia memperlakukanku dengan sangat lembut sampai membuatku tak sadar jika masih di bumi. Di saat kesadaranku kembali, barulah aku sadarbetapa memalukannya apa yang kami lakukan. Aku seperti kehilangan rasa malu. Tapi, di depan suami memang tidak perlu menunjukkan rasa malu
Baca selengkapnya
BAB 44 - Upaya
Aku sudah berusaha untuk berjalan dengan langkah yang normal, tapi tetap saja ada yang beda. Ada sesuatu mengganjal di suatu tempat di sana. Aku harap tidak ada yang mencurigaiku macam-macam. Hari ini aku harus ke kampus walau tubuhku sangat lelah. Aku juga kurang tidur. Ketika bertemu dengan Mas Abi, aku akan memukulnya sampai puas. Sebentar, kenapa aku harus memukulnya? Kan, aku juga menikmati. Ah, sudahlah! Aku jadi malu sendiri jika mengingat itu. Sekarang aku sudah berada di ruang operasional keamanan bersama Wawa. Kami menemui satpam dan menjelaskan semua kronologi yang kualami. Beruntung Pak Satpam mengizinkan kami untuk melihat CCTV. Dia juga menemani. Ada CCTV yang ada di ujung koridor. Terlihat aku yang masuk ke toilet pada pukul 15.32. Kemdian, pada pukul 15.35 ada dua orang yang masuk. Mereka mengenakan hoodie dan kepala yang tertutup tudung. Setelahnya ada lima orang lagi yang masuk. Seingatku, hari itu toilet tidak ramai. Aku memang me
Baca selengkapnya
BAB 45 - Terungkap Alasan
Di sinilah aku berada. Aku dan Wawa menghampiri segerombolan mahasiswa yang berada di salah satu meja kantin. Ini memang wilayah yang sering mereka pakai. Selain Jessica dan keenam sahabatnya, di meja ini juga ada beberapa cowok. Aku tidak mengenal mereka, entah dari jurusan ilkom atau jurusan lain. Yang jelas mereka semua terlihat akrab. Wawa tanpa gentar langsung membelah kerumunan itu dan berhadapan dengan Jessica. Semua orang yang ada di kantin memperhatikan kami. Aduh Wawa, dia malah menggiringku untuk menjadi pusat perhatian! “Lo yang ngerjain Una, kan?” Tanpa pembukaan apalagi ucapan salam, Wawa langsung bertanya ke Jessica. Wanita berambut kecokelatan yang sedang duduk itu hanya memperhatikan Wawa dengan ekspresi terganggu. Bola mata kebiruannya seolah mengisyaratkan kalau dia tidak tahu apa-apa. Kemudian, dia beralih menatapku. Aku bisa lihat sorotan merendahkan darinya. “Siapa, ya?” tanya Jessica. Nah, apa kubilang, Jessica nggak mungkin kenal aku. Di jurusan yang seangk
Baca selengkapnya
BAB 46 - Cinta Itu Buta
“Strategi gue berhasil. Akhirnya lo ngaku. Sebenernya gue nggak yakin-yakin banget. Tapi, setelah mengaitkan dengan gosip yang lo ditolak Kak Alex setelah bertahun-tahun pedekate, gue coba aja. Ternyata berhasil. Hati-hati Jes, lo nggak kenal siapa Una. Kalau lo tahu posisinya dia sekarang, pasti lo langsung sujud di kaki—”“Wa, aku malu. Kita jadi tontonan. Udahan aja, yang jelas udah jelas kalau mereka yang lakuin.” Aku menarik tangan Wawa untuk menjauh, tapi dia menolak. Sebenarnya aku lebih takut kalau Wawa keceplosan mengenai hubunganku dengan Mas Abi. Lagian, Jessica tahu dari mana tentang hubungan kami? Aku sama sekali nggak pernah terlihat akrab dengan Mas Abi saat di kampus. Jangan bilang dari Kak Alex? Tapi, kayaknya enggak, deh.“Perbaiki dulu tabiat lo supaya gue bisa terkesan,” ucap Kak Alex ke Jessica. Setelah itu dia pergi lagi. Dia tidak menghadap ke arahku. Dia nggak bicara denganku. Memangnya aku berharap apa? Kak Alex sudah memberi batasan yang jelas antara kami.“S
Baca selengkapnya
BAB 47 - Apresiasi Hati
Kami duduk berhadapan di kafe yang kebetulan tepat berada di samping minimarket. Aku sperti de javu ketika bersamanya seperti ini. Aku mengingat saat kami berbincang penuh emosi pada saat itu. Semoga hari ini aku dan Kak Alex bisa bicara dengan kepala dingin. Dia pasti ingin mendengar cerita lebih lengkap tentang kejadian di kantin tadi.“Apa kabar?” tanyanya.“Baik. Kak Alex apa kabar?”“Semoga baik-baik saja.” Dia menyunggingkan senyum dipaksa.Kami kembali diam dan larut dalam pemikiran masing-masing. Aku ingin sekali membuka pembicaraan dengannya. Aku ingin dia bercerita banyak hal. Meski tanpa ada perasaan ingin saling memiliki, apa aku masih boleh menjadi temannya? Aku mau mendengarnya membahas persoalan politik yang sedang disorot.“Kamu diapain aja sama Jessica?” tanyanya lagi.“Cuma itu ….”Aku tidak melanjutkan perkataanku secara detail. Bukan karena aku tidak percaya atau membencinya. Hanya saja ini sangat cangung. Aku merasa tidak nyaman. Aku ingin mengeluarkan banyak kata
Baca selengkapnya
BAB 48 - Pillow Talk
Aku menganggap urusanku dengan Kak Alex sudah selesai. Sejak kejadian di kantin, esoknya Jessica mengirimkan video untukku. Video itu berisi permintaan maaf darinya. Aku tahu itu bukan permintaan maaf yang tulus, tapi tak apa, aku tetap memaafkannya. Sisanya biar menjadi urusan Tuhan Yang Maha Esa.Sekarang aku harus melanjutkan hidupku lagi. Tanggal sidang sudah ditetapkan dan aku perlu menyiapkan banyak hal, terkhusus mentalku. Beruntung suamiku sangat supportif, meski caranya sangat menyiksa. Setiap malam kepalaku pasti benjol akibat diketok dengan pulpen olehnya. Tenang, itu bukan KDRT, ketokan pulpen itu nggak sakit karena setelahnya dihadiahi kecupan yang lebih banyak.Hari ini hari terakhirku untuk menghadap ke Bu Ambar sebelum sidang. Setelah ini aku akan fokus ke persiapan di luar materi.“Kamu pernah bilang mau melanjutkan S2, kan?” tanya Bu Ambar tiba-tiba.“Iya, Bu.”Bu Ambar menyodorkan sebuah brosur untukku. Pelan-pelan kubaca setiap rangkaian huruf yang tertera. Ini br
Baca selengkapnya
BAB 49 - Duel
Hari ini aku pulang larut karena harus ke fotokopian untuk menyetak empat draft skripsi yang akan diberikan ke dosen pembimbing dan penguji. Aku nggak tahu ini pukul berapa, yang jelas sudah lewat jam sembilan malam. Tadi Aksa melakukan video call denganku. Dia minta didongengin karena aku nggak menemaninya tidur. Bayangkan, aku di fotokopian menunggu pegawai menyetak skripsi sambil membacakan kisah Nabi Nuh dengan penuh ekspresif. Sesekali aku melihat mereka yang menertawaiku. Tak apa, toh, mereka juga nggak mengenalku.Aku sudah sampai di rumah dan melihat ada mobil yang terparkir. Mobil honda jazz berwarna putih itu seperti tidak asing. Aku pernah melihatnya, tapi tidak tahu di mana. Di samping mobil itu ada seorang pria yang sedang merokok.“Cari siapa, Mas?” tanyaku ke pria itu.“Lagi nunggu Mbak Rania.”Rania? Ah, iya, mobil ini milik Rania. Aku pernah melihatnya saat dia datang ke sini. Jadi, Rania ada di dalam rumah? Mau ngapain lagi dia? Jangan bilang Mas Abi membohongiku. Ka
Baca selengkapnya
BAB 50 - Berita Buruk
Besok lusa aku sidang dan sekarang pada jam sebelas siang masih di kampus. Harusnya ini hari tenang untukku menyiapkan mental. Namun, aku harus menunggu satu dosen pengujiku yang sibuknya mengalahi rektor. Dia guru besar yang aktivitasnya nggak cuma di kampus ini. Aku sedang menunggu Prof. Nanang untuk memberikan draft skripsiku beserta surat tugas.Aku duduk di kursi ruang tunggu yang berada di front office. Bosan sekali menunggu, apalagi suasananya sangat sepi. Aku tidak tahu ke mana perginya mahasiswa lain. Saat kumainkan kakiku di lantai, aku melihat ada orang yang melewatiku. Aku mengenalnya dan dia mengenalku. Namun, kami nggak saling menyapa. Kami benar-benar menjadi orang asing. Itu Kak Alex. Dia baru saja masuk ke ruang dosen. Aku pandangi punggungnya dan bergumam dalam hati menyatakan ini memang yang terbaik untuk kami.Aku tidak akan mempermasalahkan mengenai Kak Alex karena yang lebih rumit sekarang adalah si Abimayu. Sampai tadi pagi, kami masih melakukan gencatan senjata
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status