All Chapters of Mendadak Jadi Istri Dosen: Chapter 31 - Chapter 40
53 Chapters
BAB 31 - Pengakuan Dosa
Aku hanya duduk diam di kafe ini. Benar-benar diam dan mengabaikan orang yang silih berganti satu per satu. Sampai dua sahabatku datang dan langsung memelukku. Sepertinya mimik wajahku mudah sekali terbaca. Sebelum mereka datang, aku sudah berpesan ke Bik Tun bahwa tidak bisa menjemput Aksa. Aku sedang tidak mampu berakting di depannya. Anak itu pasti bisa menebak kalau aku sedang dalam keadaan yang sangat tidak baik. Batinku terguncang. Rasanya ini begitu menyakitkan untukku. “Kenapa?” Satu kata ‘kenapa’ membuatku langsung menumpahkan semuanya. Aku tidak peduli dengan pengunjung lain yang memperhatikanku. Aku juga tidak peduli saat kuyakin pegawai di sini menganggapku aneh. Ketika Sherin menanyakan ‘kenapa’, sungguh semua pertahananku luluh lantah. Ada kesakitan di dalam hati yang membuatku ingin meraung sekencangnya. Aku tidak tahu ini tangis karena apa, entah karena hubungan Mas Abi dan Rania atau karena Kak Alex. Rasanya semua sudah bercampur menjadi adonan yang sempurna untuk me
Read more
BAB 32 - Pulang
Aku sama sekali tidak beranjak dari kasur sampai matahari berganti bulan. Sampai jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh pun aku masih bergeming di kamar kos Sherin. Dua sahabatku sedang asyik nonton drama Korea. “Na, lo nggak mati, kan?” “Hampir,” jawabku asal. “Suami lo tuh nelponin Sherin.” “Siapa? Mas Abi?” “Emang lo punya suami lain lagi selain dia?” “Kenapa?” “Dia nyariin lo.” Wawa duduk di samping ranjang dan menatapku. Dia seperti mau memperagakan sesuatu. Suaranya dibuat nge-bass. “Kalau dia bangun, beri tahu untuk pulang. Aksa nggak mau tidur. Jangan biarin dia bawa motor, nanti kebut-kebutan. Suruh naik taksi atau ojek online.” “Aaaa … gue gemes.” Suara Wawa langsung kembali seperti semula. Dia memukul-mukul tubuhku yang ada di balik selimut. “Jangan tertipu,” gumamku. Mas Abi memang begitu. Kadang baik dan manis banget seperti tadi. Namun, dia juga berhasil membuatku semakin bingung dengan tujuannya selama ini. “Pulang, Na. Anak lo jangan jadi korban.” “Mmm,” ja
Read more
BAB 33 - Di Balik Sikapnya
“Aku mau teh madu tadi pagi,” ucap Mas Abi. Kami sudah duduk di meja makan. Aku tidak bisa masak, jadi hanya menggoreng ayam yang memang sudah dibumbui dan diungkep oleh Bik Tun. “Seharian ke mana aja?” “Di kos Sherin.” “Gimana ketemu Alex?” “Baik-baik aja,” jawabku sekenanya. “Gimana ketemu Rania?” Dia tidak menjawabku. Dia hanya diam dan benar-benar mengabaikan pertanyaanku sampai sekian menit hingga ayam yang kugoreng sudah matang. “Kamu mau tanya itu?” “Nggak dijawab juga nggak papa.” “Kamu mau tahu?” “Nggak usah.” Aku sudah menyiapkan makan. Aku sudah membuatkan teh madu. Aku sudah menyiapkan obatnya juga. Aku sudah tidak ada keperluan dengannya, sehingga kuputuskan untuk kembali ke kamar. Namun, dia menahanku. Dia memintaku untuk duduk di sampingnya. Dia sodorkan piring yang tadi kuberikan untuknya. Dia memang tidak berbicara, tapi aku paham maksudnya. Dia minta aku untuk menyuapinya? “Tangan masih sehat, kenapa minta disuapi?” sindirku tanpa mengindahkan permintaanny
Read more
BAB 34 - Jangan Menolak
Kalimatnya itu sudah menjelaskan semuanya. Dia tidak menginginku sebesar keinginannya untuk membantu Rania. Aku tidak peduli dengan penyakitnya, yang jelas sekarang sudah diputuskan kalau Mas Abi lebih mementingkan Rania. Mungkin, kalau diurutan aku hanya di peringkat kedua, ketiga, atau malah ke sepuluh. Aku tinggalkan dia di ruang makan dan aku kembali ke kamar. Seenggaknya kami sudah membahas beberapa poin, untuk yang lainnya dibalas nanti. Aku sudah kelelahan. Otakku yang baru dipaka sebentar dan tubuh yang hanya bergerak sedikit sudah menuntut untuk diistirahatkan. Akan tetapi, sebelum aku benar-benar tertidur di samping Aksa, aku membuka ponsel dan mencari tahu apa yang diberitahu Mas Abi tadi. Ada satu artikel yang berbunyi seperti ini, ‘Erotomania adalah gangguan yang membuat seseorang percaya atau sangat yakin bahwa ada orang yang sedang jatuh cinta kepadanya. Padahal, hal tersebut tidak benar.’ Penyebabnya macam-macam dan salah satunya karena trauma. Memangnya trauma apa ya
Read more
BAB 35 - Perayaan
Aku tidak menghitung sudah berapa lama aku berstatus sebagai istri Abimayu. Ini baru pertama kali kami benar-benar menunjukkan hubungan yang kurasa akan lebih baik jika tidak ada orang yang tahu. Kami bukan membuat pengumuman ke kampus kalau kami sudah menikah, melainkan hanya jalan-jalan. Tepat di saat dia bilang sudah sembuh dan pulang dari kampus, dia langsung mengajakku berkunjung ke mall yang tidak jauh dari rumah. Tidak ada kegiatan lebih, hanya menemani Aksa bermain di plyazone, kemudian makan bersama. Tentunya, kami tidak hanya bertiga, ada Bik Tun yang juga ikut. Sepertinya aku belum pernah membahas Bik Tun. Dia itu orang yang paling tenang yang pernah kulihat di muka bumi. Dia terbilang masih cukup muda dengan usia kisaran empat puluh tahun. Yang membuat unik, jam tidur Bik Tun itu sama dengan Aksa, yaitu jam sembilan malam. Jadi, saat aku dan Mas Abi ngobrol di ruang makan tadi malam, kuyakin Bik Tun tidak akan mendengar. Andai aku membuat kegaduhan di dapurnya pun dia memi
Read more
BAB 36 - Terlalu Mengejutkan
Aku sudah duduk di sini. Aku tidak sendiri. Sengaja aku membawa Aksa karena dengan begitu aku merasa lebih tenang. Ini sudah sore. Aku ke sini bukan tanpa alasan, melainkan mau mengembalikan wadah yang berisi makanan darinya. Wadah itu tidak kubiarkan kosong. Aku mengisinya dengan buah. Aku tidak mau merepotkan Bik Tun untuk masak-masak. Lagian, di rumah ini hanya ada dua orang. Mereka bisa memasak makanan sendiri. “Ini rumah Mama dulu?” tanya Aksa kepadaku. “Ini rumah nenek,” bisikku. Aku terlalu ragu untuk mengenalkan Aksa kepada Ibu. Namun, bagaimanapun rasanya mereka memang perlu saling mengetahui. Kukira Ibu menjaga toko seperti biasa, ternyata tidak. Dia baru pulang dari rumah tetangga yang memiliki bisnis katering. Rumah dengan tiga kamar ini terlihat sangat sepi dan suram. Aku tidak melihat tanda-tanda ada Mbak Tasya di sini. Jejeran sepatunya yang biasanya ada di teras pun juga nggak ada. Apa sudah dipindahkan ke tempat lain? Ibu menghampiri kami sambil membawakan dua cang
Read more
BAB 37 - Janggal
Sejak tiga hari lalu bertemu Ibu, rasanya ada yang bekecamuk hebat di dalam sana. Apa ini semua salahku? Apa karena keegoisanku, Ibu harus menderita? Namun, aku sangat yakin ini bukan kesalahanku. Meski begitu, melihat kondisi Ibu yang seperti itu membuatku kepikiran. Senggaknya aku perlu mengembalikan toko agar tetap dikelola Ibu. Aku perlu mencari uang tambahan selain dari bisnis online. Tapi, aku nggak mungkin mengambil part time karena ada Aksa yang harus kuurus juga. “Bahasa inggrismu bagus, kenapa nggak coba jadi penerjemah aja? Atau bikin artikel internasional?” saran Mas Abi ketika aku bertanya mengenai pekerjaan yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. “Penerjemah jurnal juga lagi banyak dicari. Kalau kamu beneran serius mau menekuni, bisa kukenalkan sama sepupunya Rangga. Kebetulan dia juga menggeluti dunia itu.” Ibarat dapat durian runtuh, mataku langsung berbinar. Solusi yang ditawarkan Mas Abi terdengar menggiurkan. Kenapa aku nggak kepikiran, ya? Aku punya keah
Read more
BAB 38 - Perkelahian
Sejenak kurebahkan kepalaku di sofa ruang tamu. Rumah lagi sepi. Seperti biasa, sore ini Bik Tun menemani Aksa yang sedang mengaji. Kepalaku penat, ditambah lagi si pecundang yang menyerang lokerku. Nggak tahu aja kalau aku punya sahabat yang pintar melacak, siapa lagi kalau bukan Sherin. Dia paling jago stalker orang. Hanya bermodal satu nama, dia bisa menemukan sampai tujuh keturunan sebelumnya. Suara bel berbunyi menyadarkanku dari lamunan. Sebenarnya aku malas sekali untuk berbasa-basi dan memasang senyum palsu untuk menyambut tamu. Namun, hanya aku di sini, tidak mungkin kutolak. Aku membukakan pintu dan siapa lagi yang akan datang ke sini kalau bukan wanita yang masih terobsesi dengan suamiku? “Mas Abi masih di kampus,” ucapku langsung. Kuharap dia langsung pergi. Namun, tidak. Dia malah nyelonong masuk dan duduk begitu saja. “Aku mau ketemu kamu.” Ketemu aku? Untuk apa? Aku kembali ke tempat dudukku dan kini sudah berhadapan langsung dengannya. Kakinya disilangkan dan tang
Read more
BAB 39 - Urutan Kedua
Aku masuk ke kamar dan membersihkan lukaku sendiri. Rasanya sakit sekali ketika alkohol menyentuh lukaku. Lebih sakit saat air mataku tidak mengering sejak tadi. Aku tidak tahu ke mana Mas Abi membawa Rania. Yang jelas, dia memilih meninggalkanku dibanding menenangkan wanita yang katanya hanya sahabatanya itu. Kuyakin semua wanita yang ada di posisiku akan merasa sakit hati. Dia tahu Rania sakit dan malah sengaja menunjukkan kalau dia mencintainya. Bukankah itu salah? Harusnya Mas Abi bisa tegas agar Rania paham bahwa yang ada dipikirannya itu salah. Apa memang Mas Abi memiliki perasaan untuknya? Rania memang lebih cantik dan seksi daripadaku. Jika dia lulusan master di Australia, sudah pasti dia juga memiliki otak yang nggak bisa diremehkan. Bukankah ini semua perbandingan yang sempurna? Bibirku terasa perih dan kepalaku pusing. Sakit fisik, hati, dan mental, semuanya sudah bercampur menjadi satu. Kukira Mas Abi memang benar mencintaiku. Kukira dia akan memprioritaskan diriku di atas
Read more
BAB 40 - Tragedi Toilet
Saat menuju datang bulan ini aku benar-benar diuji habis-habisan. Enggak di rumah, enggak di kampus, kurasa semuanya sedang berkoalisi untuk menggebukiku satu per satu. Hari ini aku benar-benar lelah mengurus administrasi dan ke sana sini menemui dosen hanya untuk tanda tangan. Sekarang aku istirahat sebentar di perpustakaan. Tempat ini memiliki sirkulasi AC paling bagus di antara ruangan lain. Selain itu, aku juga mau mencetak satu jilid draft lagi di sini. Tepat setengah jam sebelum perpustakaan tutup, aku keluar. Beruntung kali ini nggak ada orang iseng yang mengerjai lokerku. Aku masih belum ada waktu untuk mengurusi pecundang itu. Nanti dulu. Aku selesaikan skripsi ini, setelahnya dia nggak akan kulepaskan begitu saja. Aku sudah memastikan lokerku aman dan tepat berada di dekat CCTV. Kalaupun ada yang mau macam-macam, aku bisa langsung meminta bukti. Sebelum pulang, aku mau ke toilet dulu. Ada tuntutan dari dalam tubuhku untuk segera dikeluarkan. Nggak baik nahan pipis. Iya, kan?
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status