All Chapters of Bakti Seorang Menantu : Chapter 141 - Chapter 150
221 Chapters
141. Laporan ke kantor Polisi bagian B
"Tumben kamu pagi-pagi dah beredar?" tanyaku. "Berasa jadi koran deh," sahutnya sambil terbahak. "Tapi bener pagi ini gue bawa kabar bak koran pikiran rakyat." "Kabar?" "Iya, nih liat. Kamu lagi viral di toktok," ucap Tika. Aku meraih ponsel milik Tika dan melihat video yang kemaren. "Si Alina yang ngasih tau aku, La. Yang serem komentar nya , La," ucap Tika. Tanganku bergetar menekan tombol untuk membaca komentar. "Astaghfirullah." Aku menutup mulutku membaca komentar yang menghakimiku, yang membuat aku semakin geram adalah salah satu komentar teratas dengan nama 3N yang menyebutkan bahwa akulah yang menggoda suaminya. "Kak Eni—"Aku langsung meraih ponselku dan mendownload aplikasi tersebut. Aku memang tidak pernah punya aplikasi itu. Aku tidak tertarik tapi aku malah viral disana gara-gara fitnah. Tak butuh lama aplikasinya sudah muncul di layar ponselku. Aku langsung membuat akun dan mencari nama Mawar berduri yang mengunggah video tersebut. Lalu aku mengscreenshot komentar
Read more
142. Eni dan keangkuhannya bagian A.
Eni dan keangkuhannya.   "Wah, Rombongan. Darimana nih,?" tanya Tika, saat aku melintas di hadapannya yang sedang menyuapi Alia. Anak gembul itu tengah berlari memasuki halamanku dan berteriak memanggil namaku.  "Onty, Onty," serunya. Aku berjongkok menyamakan tingginya dengan Alia, lalu mencubit gemas pipi anak kecil itu, hingga menyebabkan Alia mengaduh dan cemberut karena merasa sakit di pipinya.  "Dari mana, La?" tanya Tika wajah kepo nya sudah terlihat jelas.  "Kasih tau gak, ya?" ucapku berusaha bergurau dengannya dan membuat dia makin penasaran.  "Dih, kebiasaan," sungutnya. Aku tergelak melihat ekspresi Tika yang menyebalkan. Dia memanyunkan bibirnya disertai bola mata yang berputar.  "Aku dari kantor polisi?"  "Hah?! Ngapain?"  "Ngelaporin orang lah," sahut
Read more
143. Eni dan keangkuhannya bagian B.
"Helen, silahkan dilihat kertas yang di tangan, Mbak Susan," titahku dengan senyuman manis ke arah wanita cantik itu.  Helen melihat dengan seksama kertas di pegangannya, matanya membelalak kaget  menatap kertas itu, ada dua komentar yang disematkan oleh akun Mawar berduri itu. Komentar Kak Eni dan Helen sebagai provokasi dan pembenaran berita bohong dan fitnah.  "A—aku, a—aku," ucapnya tergagap.  "Kenapa, Len?itu sudah bisa membuatmu meringkuk dalam beberapa bulan lho di sel," gertakku. Kemarin saat aku menanyakan kelanjutan kasus ku via telepon. Eful menjelaskan padaku kalau kasus seperti ini tidak bisa langsung dilakukan penangkapan seperti pada kasus pencurian atau penganiayaan. Ada tahap pemanggilan sebanyak tiga kali, kalau mereka mangkir maka akan dijemput paksa. Aku geram dengan aturan itu dan meminta Eful agar menangkap mereka dengan dalih menakut
Read more
144. Menjemput Susan bagian A.
Menjemput Susan.  Wajah Mala memanas kala mendengar permintaan Rahman di telepon barusan. Seandainya saja ada orang yang melihat pasti wajahnya akan terlihat memerah karena malu. Meski Rahman suaminya sendiri, Mala masih saja malu dan sering berdebar-debar jika suaminya mengucapkan hal-hal seperti tadi.  Bisa dibilang, Mala adalah tipe yang kaku dalam hal begitu, dia belum terbiasa meski sudah satu tahun menikah, apalagi dulunya mereka tinggal bersama orang tua Rahman. Membuatnya terbiasa sepi sunyi tanpa kegaduhan meskipun sedang menjalankan misi. (Hahaha, maaf author ngakak nulis ini) Mala segera masuk ke kamar mandi membersihkan dirinya lalu sholat. Malam pun merangkak sepi, pekat tanpa bintang. Pikiran Mala masih seputar permintaan Rahman hingga tanpa sadar ia terlelap dengan seputar pertanyaan 'apakah aku harus menuruti keinginan mas Rahman? Karena itu bukan permintaan untuk pertama kalinya. 
Read more
145. Menjemput Susan bagian B.
"Mamaaaa, ada culik," teriaknya sambil lari ke dalam, Eful dan kedua temannya yang menyaksikan itu terbengong-bengong. Melihat Wulan tunggang langgang lari sambil berteriak histeris  Lalu Susan keluar dengan tergopoh dan membawa sapu di tangannya. Seketika mendelik melihat ke arah Eful dan kedua temannya yang sedang menatap ke arahnya.  "Po—Polisi—" Susan mematung dan tak melanjutkan ucapannya. Matanya melotot sempurna melihat ketiga lelaki berseragam coklat dihadapannya.  "Selamat siang, Ibu. Kami kesini mau menjemput, Ibu Susan Febriani untuk pemeriksaan kasus UU ITE yang di laporkan oleh sodara Nurmala Sari," ucap Eful dengan lugas.  "Sa—Saya?” Susan terus tergagap menanggapi pertanyaan pria berseragam itu. Sungguh ia shock sampai didatangi polisi seperti ini. Padahal dengan jelas Minggu lalu Eni bilang akan aman karena ada kenalannya di kepolisian, tapi
Read more
146. Menjemput Eni.
Menjemput Eni. "Assalamualaikum." Terdengar suara lelaki mengucapkan salam di luar. Eni bangkit dengan wajah ditekuk, jika saja cintanya tidak besar pada Anton, mungkin sudah sejak lama ia meninggalkan bapak dua anak itu. "Waalaikumsalam," sahutnya sambil membuka pintu dalam satu kali tarikan. "Polisi?" ucapnya dengan mata yang melotot, ia tak menyangka Mala akan melanjutkan kasusnya. "Polisi?" ucap Anton yang mengulang perkataan istrinya, jantungnya terasa loncat dari tempatnya, melihat dua polisi sedang berdiri di hadapan rumahnya dengan senyum manis dan wajah yang ramah. "Ada apa, ini?" Anton membatin. "Selamat siang, Pak, Bu," sapa Eful, ia ingin tertawa sekencangnya melihat muka cengo Anton dan Eni perihal melihatnya. "Iya, ada apa, ya Pak?" sahut Anton berusaha menguasai kekagetannya. Lagian pikirnya ia tak merasa melakukan sebuah perbuatan yang melanggar hukum jadi ia berusaha untuk tenang. Lain hal dengan sang istri yang sudah dari tadi terus menelan ludah dengan dipaksa
Read more
147. Menjemput Eni bagian B.
"Apakah teman saya tadi tidak ada yang ke rumah, Bapak?" tanya Eful. Ia baru ingat tadi saat sebelum ke rumah Susan dia meminta temannya untuk meminta pak RT agar membersamai mereka untuk menjemput Susan. "Iya, ada. Tadi saya lagi tanggung ngasih makan kambing, jadi mandi dulu sebentar. Pas saya ke rumah Susan, kalian sudah kesini," jelas pak RT."Maaf saya lancang pak RT." "Tak apa, lagian saya yang sedikit terlambat," sahut pak RT dengan sedikit tak enak rasa, karena dia tadi malah mandi dulu."Ayo, Ni," ajak Anton sambil meraih jaket Levis lusuh kesayangannya. Tampilan Anton memang masih gaya pemuda Bandung jaman dulu. Panas atau hujan tetap pake jaket. Hahahahah. (Boleh kalian tanyain deh. Pemuda di kota kembang jaman dulu, pada masanya saat itu, aku pun masih SD kalau gak salah. Jaket jeans adalah seperti baju yang wajib dimiliki para anak muda waktu itu) Wkwkwkwk. Author gaje sekali, heheh. "Aku nggak mau, Bang. Aku gak salah. Yang mengunggah video itu bukan aku," Kilah Eni d
Read more
148. Kedatangan orang tua Helen bagian A.
Kedatangan orang tua Helen.  "Assalamualaikum. La, Mala."  Aku yang sedang menata baju kedalam lemari seketika menajamkan pendengaraku guna memperjelas suara yang samar ditelinga ini. Jarak ruang tamu dan kamarku memang hanya terhalang ruang tamu. Tapi terkadang suara dari depan tidak kedengar dengan jelas.  "Assalamualaikum. Tok … tok!" kini selain ucapan salam disertai pula dengan ketukan pintu. Aku pun langsung bangkit karena ternyata itu bukan sekedar pendengaranku saja, tapi sepertinya memang ada tamu.   "Waalaikumsalam," sahutku sambil bergegas bangun dan menuju ke arah pintu depan.   "Mala," ucap seorang ibu berbaju navy. Dihadapanku kini tengah ada 3 orang tetangga satu kampung. Meski tak akrab, tapi aku tau siapa mereka.   Kedua orang tua Helen dan pamannya, yang dikenal sebagai ketua RW yan
Read more
149. Kedatangan orang tua Helen bagian B.
 "Iya, kamu sombong banget sama tetangga. Masalah toktok aja sampe rumit begini. Lebay hidupmu!" Ejek ibunya Helen.  Emosiku yang sudah mulai naik sekaan tersiram bensin dan kini sudah siap meledak.  "Apa, Ibu, bilang? Masalah sepele? Saya di fitnah di media sosial oleh ketiga orang itu. Videonya saja di tonton jutaan mata diseluruh pelosok negeri ini. Ibu, bilang Masalah toktok saja aku lebay? Kalau posisi ini di balik dan yang di unggah adalah video anaknya Ibu yang sedang berusaha menggoda suami orang, apakah, Ibu. dan anak Ibu, bisa terima?"  Aku sudah tak bisa mengontrol emosiku. Aku baru saja kehilangan anak. Masalah datang bertubi-tubi sekali. Aku yang seharusnya bedrest malah kacau balau dengan banyak masalah.  "Iya, kami paham, tapi kita tetanggaan lho, Mala," timpal bapaknya Helen.  "Tentu saja kita tetanggan dan anak kalian sangat
Read more
150. Di tahan bagian A.
Di tahan."Tentu saja kami paham masalah damai ini, dan saya pastikan akan ada ganti rugi yang tidak sedikit," ucap ibunya Helen dengan angkuh. Dia lalu bersedekap di dadanya. Mungkin berusaha menunjukkan bahwa dia banyak uang.Bu RT menyenggolku dengan bahunya. Kebetulan kami duduk rapat berdampingan. Karena kursi tempat awal aku duduk di duduki oleh pak RT. Mata bu RT memutar ke atas bak orang yang akan pingsan, mungkin saking jengahnya dengan gestur tubuh dan bahasa ibunya Helen saat bicara tadi. "Iya Mala. Mending damai aja, jangan egois kamu," ucap ibu dengan pandangan tajam. Ingin rasanya aku colok saja matanya. Dia bilang aku egois? Gak ada ot@k emang. "Iya, ntr kita kasih duit banyak," timpal ibunya Helen. Aku meradang dan bangkit dengan emosi tertahan. "Saya egois, Bu? Benarkah? Apakah hati kecil Ibu juga mengatakan bahwa menantu Ibu ini adalah manusia egois? Yang selalu diam saja ketika dicaci maki, yang selalu tak bersuara ketika disalahkan dengan tanpa alasan?" Aku bena
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
23
DMCA.com Protection Status