All Chapters of Wanita Lain Di Hati Suamiku : Chapter 31 - Chapter 40
42 Chapters
Tak memiliki Ruang
Selesai acara sarapan bersama, kami pergi dengan aktivitas kami masing-masing. Hari masih pagi sebaiknya aku membeli semua keperluan untuk acara besok dan hadiah yang di pesan abah lebih dulu. Aku melambai kepada Ustazah Hafizah yang kebetulan lewat.“Kenapa Mbak Halwa?” tanya gadis cantik itu, tutur katanya begitu lembut, setiap berkata kepada orang yang ia hormati ia akan menunduk. Penghafal Al-Qur'an, sarjana tafsir Qur’an, MasyaAllah.“Ustazah sibuk mboten? Bisa temani saya?”“Kalau njenengan yang minta saya mana berani nolak,” ucapnya dengan senyum manis."Jangan begitu, ini Abah suruh beli beberapa keperluan, Gus Agam ndak bisa antar, Ustazah bantu saya, nggih.”“Nggih Mbak Halwa,” jawabnya dengan senyum.“Banyak barangnya Mbak?” tanyanya saat kami bersiap hendak berangkat.Aku membuka catatan yang diberikan abah. “Lumayan Ustazah,” jawabku.“Kita ndak minta bantuan santri Mbak?” “Ndak usah Ustazah, nanti ganggu mereka masih belajar.”Kami akan menuju toko buku lebih dulu, kare
Read more
Sedingin Es
Pagi tadi mendung menyelimuti fajar, tetapi siang ini begitu terik, awan hitam yang menyambut pagi pergi bersama angin yang berhembus perlahan. Kegiatan hari ini yang begitu menguras waktu membuatku tak sempat untuk santai di rumah. Aku harus bolak balik ke pesantren dan juga perpustakan untuk membantu umik mengatur kembali perpustakaan agar terlihat lebih rapi. Meski sudah ada beberapa Ustazah yang membantu rasanya aku tak tega melihat umik mengaturnya sendiri, sementara Mbak Hasna ia mengurus bagian rumah saat kami sedang sibuk di pesantren. “Nduk, Umik tak pulang dulu yo? Pinggang Umik pegel, pengen gletak sebentar, ndak papa to Umik nitip ini?” ucap umik sambil mengusap punggungnya.“Nggih Umik, ini sebentar lagi rampung,” jawabku.Aku kembali membantu menyusun buku, rencananya bagian tengah akan di taruh meja bundar besar jadi bagian rak buku akan mengelilinginya, tidak bersekat seperti sebelumnya. Kami bisa menggunakan untuk tempat rapat s
Read more
Hati Beku
Diana, ia seperti teratai begitu indah tetapi terlindungi, mekar di atas air yang mekanismenya kita tidak tahu tempat seperti apa ia tumbuh, tetapi tetap memperlihatkan betapa cantiknya dirinya. Ana mungkin tak ada batasan untuk ia berteman dengan lawan jenis sepertiku, tetapi ia mampu menjaganya agar tak mudah dipegang sembarang orang. Ana, duh gusti aku melihatnya begitu gemetar, ia cantik jelita, tak ada bandingannya denganku yang hanya tahu dunia mengaji, dari cara bicaranya ia seperti berwawasan luas. Aku masih terus menangis dibawah guyuran air shower. Kenapa dada ini begitu sesak, pikiranku mengatakan aku tak mencintai Agam sejak kami bertemu, nyatanya saat ini hatiku sakit saat melihatnya tersenyum begitu lebar menyimak Ana bercerita, pertengkaran antara hati dan pikiran mungkin akan di menangkan oleh hati. Aku ingin protes tetapi tidak bisa, hatiku seperti telah terpaku oleh lelaki itu. Lelaki yang menyimak menghafal Al-Qur'anku setiap pagi dan mengimami setiap sh
Read more
Lelaki Sama Saja
“Assalamualaikum, Mbak?” Kuketuk pintu.Tak lama jawaban salam terdengar, bibik membuka pintu bersama Mbak Hasna.“Tumben,” ucapnya.“Kenapa? Apa ndak boleh adik njenengan yang cantik ini main,” ucapku.Mbak Hasna tertawa dan mengajakku masuk.“Dari Umik.” aku menyodorkan paper bag yang kubawa.“Apa ini?” tanya Mbak Hasna.“Jamu biar cepet kasih cucu,” bisikku tepat di samping telinga Mbak Hasna.Aneh, Mbak Hasna justru diam dengan wajah menunduk, apa ia tak senang Umik memberi jamu itu?“Ada apa Mbak?” tanyaku penasaran.“Ah, ndak papa, udah maem?” tanya Mbak Hasna seolah mengalihkan pertanyaanku yang tak ingin ia lanjutkan.“Sudah,” jawabku berbohong. “Mbak sendiri?”“He’eum… Mas Azam ke pesantren, Mbak buat oseng kembang kates kesukaanmu.”“Benarkah.” Aku memanyunkan bibir, terlanjur mengatakan jika aku sudah makan, mana mungkin aku mengajaknya makan.“Ayuk mae
Read more
Yang Tak Kukira
Setelah tenang, aku meraih pundak Mbak Hasna menatapnya yang masih menunduk.“Ada apa mbak?” tanyaku sekali lagi.“Dik, janji jangan sampai Ami sama Abi tahu,” ucapnya memohon.“Kenapa, ada apa?” aku tak mengerti, kenapa aku harus berjanji.“Janji dulu,” paksanya.“Iya, iya Halwa janji,” ucapku terpaksa.“Mas Azam….” Mbak Hasna diam, menatap piringnya yang penuh.“Mas Azam kenapa?” tanyaku tak sabar, “Jangan katakan ia juga menyakiti Mbak Hasna?”“Ndak, bukan gtu. Mas Azam sudah menikah dengan Mbak Ida,” ucap Mbak Hasna lirih.Aku terperanjat, menikah dengan Mbak Ida? Apa Mbak Hasna sedang mengigau? “Mbak njenengan ndak salah? Mbak Hasna ndak sedang bercanda tha? Jangan ngeprank Halwa, ih. Ndak lucu.” Aku masih mencoba berpikir positif meski melihat Mbak Hasna menangis sepertinya ia sama sekali tak bergurau.Mbak Hasna tidak menjawab justru kembali menangis.“Mbak ini serius tha?”
Read more
Kenapa Mahar Sepuluh Ribu?
“Halwa ada apa Nduk? Kenapa nangis?” tanya umik, ia menundukan wajah bermaksud melihat wajahku yang tertunduk.“Agam ada apa?” tanya umik kepada Agam yang berdiri di belakangku,“Halwa kangen Ami, Umik,” ucapku lirih.“Ya Allah, kenapa ndak bilang.” Umik meraih tubuhku dalam dekapannya, air mata kian deras mengalir.Kenapa jadi begini? Kenapa aku dan Mbak Hasna harus bernasib seperti ini? Tak bisakah satu diantara kita hidup bahagia dan saling mencintai dengan pasangannya bukan harus berbagi hati dengan wanita lain?Kita berharap surga dalam pernikahan ini, berharap ridho dalam menjalin sebuah ibadah, nyatanya hubungan ini banyak mengandung dosa dan dusta, kekecewaan dan luka. Jika begini haruskah kami bertahan sementara kami tahu bukan kami yang mereka inginkan. Gus Agam dan Gus Azam, mereka memiliki wanita lain yang telah singgah di hatinya. Pernikahan ini sudah tak sempurna sejak awal, sudah tidak ada kejujuran sejak awal. Pernikahan ini berlandaskan keterpaksaan, lalu bagaimana ka
Read more
Perjanjian Agung
“Ngapunten Gus, bagi Halwa sepuluh ribu itu sampun cukup. Halwa bukan wanita yang sempurna akhlaknya, Halwa bukan menantu yang bisa segalanya. Halwa sangat bersyukur bisa mendapat mertua seperti Umik, yang menerima Halwa dengan baik, menyayangi Halwa selayaknya putrinya sendiri. Memberikan kepercayaan besar saat Halwa ndak bisa menahan tangis. Apa pantas Halwa minta lebih dari sepuluh ribu lha wong Halwa saja masih banyak kurangnya.” Aku menghela nafas, sementara Agam masih setia di depanku menunggu aku kembali mengungkap alasan meminta mahar yang terbilang sedikit itu. “Lebih dari itu Halwa hanya ingin menjadi wanita yang diingat tak pernah meminta mahar neko-neko, karena syarat utama dari mahar pernikahan sebenarnya adalah mahar yang tidak memberatkan. Dalam hadis riwayat Ahmad Al-Hakim dan Al-Baihaqi 'Wanita yang paling besar berkahnya adalah wanita yang paling mudah (murah) maharnya.' Itu menyiratkan bahwa wanita yang berhak meminta mahar sebaiknya minta mahar pernikahan yang mer
Read more
Jangan Bertahan Dalam Lara
Pagi ini aku berniat pergi ke rumah abi, sebelum itu kusempatkan untuk menemui Mbak Hasna mengingat ucapan Agam semalam setidaknya aku akan mendengarkan alasannya tetap diam meski tahu ia telah dikhianati oleh Gus Azam. Baru saja hendak beranjak dari gazebo tempat aku duduk, Mbak Ida datang mendorong kursi roda Mbak Hasna. Aku diam mematung menatap keduanya, apa umik tahu tentang mereka, kenapa Mbak Ida dengan sesuka hati bisa datang ke sini? Apa di madrasah tidak sedang sibuk?“Dik,” panggil Mbak Hasna lirih.Aku menghampirinya, berlutut di depannya agar tinggi lebih rendah.“Apapun keputusan Mbak Hasna, Halwa selalu ada untuk Mbak. Jangan takut.” Kupegang tangan Mbak Hasna, dan sejenak menatap Mbak Ida yang terus menunduk.“Ngapunten Dik Halwa,” ucap Mbak Ida lirih. Aku tak menghiraukanya, bahkan tak sedikit pun berniat untuk menjawab ucapannya. Kuambil kursi roda dari tangan Mbak Ida dan membawa Mbak Hasna menjauh darinya. Meninggalkan Mbak Ida yang masih berdiri tak protes.“Dik
Read more
Jangan Salahkan Takdir bagian 1
IDA POV "Cinta hanya tentang bagaimana kamu harus menerima tanpa menyakiti." Ida Humaira.Ingatan itu membawaku dalam sebuah rasa bersalah yang teramat dalam, aku tidak tahu jika kedua orang tua angkatku yang telah membawaku dari kejamnya dunia pinggir jalan kedalam sebuah rumah penuh kenyamanan dan kedamaian akan menjodohkan putrinya dengan lelaki yang telah meminangku. Lelaki yang terang terangan mengatakan suka dan ingin menikah denganku, lelaki anak Kyai pimpinan pesantren. Bagus rupa dan akhlaknya, aku tidak menyangka pria yang kukagumi itu memiliki rasa kepadaku.Semua bermula saat aku sering ikut abi pergi ke pesantren Abah Habib, kami tak sengaja bertemu. Pemuda dengan panggilan Gus Azam, lelaki yang membantuku menghafal Al-Qur'an, lelaki yang selalu tersenyum kepadaku. Lama kami menyimpan rasa. Sempat abi melarang aku untuk ikut dengannya dan lebih fokus ke pelajaran madrasah, tetapi aku menolak aku tetap ingin membantu di pesantren Abah Habib, meski hanya sekedar membantu m
Read more
Jangan Salahkan Takdir bagian 2
IDA POVTiga hari menjelang pernikahan mereka aku menyibukan diri di madrasah, mengalihkan semua panggilan dari Gus Azam, tak ingin menemuinya. Hingga datang hari di mana ia mengucap ijab kabul untuk Hasna, tatapan matanya seolah memohon untuk bicara, tetapi aku mengalihkan pandangan dan memilih pergi meninggalkan tempat yang menjadi saksi mereka telah halal.Hatiku sakit, aku seolah tak percaya dengan semua ini, tetapi ini nyata. Aku tidak bisa berpaling dari kenyataan ini, mau tidak mau aku harus menerima semua ini. Aku menangis seorang diri setiap malam, menahan derita lara ini, hingga aku tahu aku mengandung. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sementara abi berniat menjodohkanku dengan seorang pemuda yang ia anggap sangat baik dan pantas untukku. Aku ingin jujur, tetapi takut jika abi akan murka, aku ingin diam tetapi jelas ini akan semakin membuat masalah besar.Kuputuskan untuk pergi dari rumah abi, mengatakan ingin membantu teman di sebuah panti jompo yang butuh bantuan p
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status