Semua Bab Dinikahi Adik Ipar Mantan Suami: Bab 21 - Bab 30
43 Bab
Bab 21. Akad
"Saya terima nikah dan kawinnya Kania Chrisyanta binti almarhum Andi Maulana dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."Athar mengucap ijab kabul dengan lantang. Meskipun suaranya terdengar serak, tapi cukup bisa membuat hatiku bergetar dan semua orang yang hadir malam itu di mushola kampung langsung berucap sah.Pak Haji yang merupakan penghulu di kampungku memimpin doa yang diamini seluruh manusia. Tak terasa air mataku kembali turun dan menderas.Jujur, tak pernah terpikir olehku kalau aku akan berada di posisi sebagai mempelai pengantin untuk kedua kali. Hanya bedanya kali ini, aku melakukannya dalam situasi yang berduka karena mama baru saja meninggal dunia dan yang menikahkanku pun adalah wali hakim yang ditunjuk karena aku gak punya kerabat lagi di kampung ini.Sungguh sangat menyedihkan.Aku berpikir pernikahan keduaku akan berjalan lebih baik, tapi nyatanya malah semakin mengkhawatirkan bahkan cenderung harus dirahasiakan karena akad ini terjadi akibat wasiat dan darurat sampai
Baca selengkapnya
Bab 22. Malam Pertama
Aku terbaring lemas di ranjang pengantin yang dihias sederhana oleh Bik Imas.Di tengah keheningan kamar, aku merenung. Menatap langit kamar bercat putih. Tiba-tiba terbayang wajah Mamah, Mamah menoleh ke arahku dan tampak tersenyum ke arahku. Aku juga tersenyum melihatnya, tapi sayangnya bayangan itu tiba-tiba menghilang, melebur kembali menjadi langit-langit kamar."Mamah! Mamah!"Aku tersentak dan terduduk. Ternyata aku tadi sempat ketiduran. Dengan pelan, aku seka peluh di dahi dengan pangkal telapak tangan. Rupanya, mimpi itu mengingatkanku akan Mamah yang kini tidak bisa kupeluk lagi.Seketika rasa kehilangan menyergapku. Sejujurnya selama tadi acara, hatiku rasanya sudah sangat hampa. Apalagi jika ditambah oleh ingatan tentang kelakuan dan omongan gila Hans, rasanya diri ini semakin menderita, bahkan untuk berteriak pun rasanya sesak.Akhirnya aku hanya bisa menangis. Meraung seraya memeluk lutut di atas tempat tidur. Entah kenapa dadaku terasa sangat sakit. Bayangan Mamah dan s
Baca selengkapnya
Bab 23. Show Time?
Kata orang pembendaharaan kata di dalam otak perempuan itu lebih banyak dari laki-laki jadi wajar jika pada bawel. Namun, sayangnya kali ini bakat ngomel yang kumiliki harus tertahan. Semua itu karena sepertinya Athar masih dongkol akibat kejadian di kamar mandi tadi pagi.Coba bayangkan saja, seorang Kania yang tadinya mau marah gara-gara diajak pulang dadakan, gak jadi karena terpaksa harus membungkam diri akibat si kasep lagi gak jelas moodnya. Dari tadi dia hanya diam dan fokus menyetir. Sehingga kami disibukkan pikiran masing-masing, untungnya ada backsound lagu masa kini. Setidaknya aku gak akan pingsan karena bosan.Halah! Kenapa Athar bisa sedingin itu sih sehabis kejadian kolor? Padahal dia yang lupa mengunci pintu kamar mandi tapi malah aku yang disalahkan. Masih teringat jelas usai tragedi kolor gede tadi, Athar jadi lebih canggung dan hal pertama yang dia katakan ketika kami bertemu pandang adalah rencananya untuk pulang pagi ini.Jelas pernyataan itu membuatku terkejut ta
Baca selengkapnya
Bab 24. Hadapi Musuh
"Kenapa kamu datang dengan membawa Kania, Athar? Kenapa dia ikut sama kamu?"Itulah pertanyaan pertama yang aku dengar ketika kami sudah duduk saling berhadapan. Di ruang tamu yang berhawa panas ini, kini kami sedang duduk saling menghadap. Aku dan Athar di sisi kanan sementara Anita dan Bu Maryam di sisi seberangnya. Aku melihat perut Anita membuncit, sepertinya dia sedang hamil.Aneh. Anak siapa yang dia kandung? Bukannya Hans mandul? Aku jadi curiga kalau mereka bersekutu dan membuat rencana jahat. "Jawab ATHAR! Kenapa harus datang bersamanya? Kenapa?" tegas Bu Maryam menaikkan suaranya karena Athar belum mau bersuara. Untunglah, sambutan Bu Maryam yang terdengar murka tak berpengaruh bagi Athar yang sejak tadi sudah memasang wajah datar. Pria itu melihat ke arah Ibu dan kakak tirinya bergantian."Ya, Kania memang harus ikut sama saya Bu. Sebenarnya kedatangan kami ke sini untuk memberi tahu tentang kabar pernikahan kami. Alhamdullilah mulai sekarang saya adalah suaminya. Kania su
Baca selengkapnya
Bab 25. Modus Anita
Sudah kuduga, sejak dulu sikap Athar tak pernah berubah. Dia itu emang makhluk yang perbuatannya di luar dugaan. Apa yang dilakukannya selalu saja tidak bisa terpikir olehku dan penuh kejutan. Otak Athar yang over kreatif terkadang membuatnya bertingkah laku yang membuat para perempuan bisa jantungan. Dan sialnya, korban yang utama adalah aku si janda yang baru menikah kedua kalinya.Ish! Dasar perjaka! Doyannya bikin aku degdegan hampir sawan. Bisa-bisanya dia membelaku sebegitu jantannya. Bagaimana jika aku jatuh cinta beneran coba?Alhasil, dikarenakan gondok, setelah syukuran yang dibumbui konflik ala drama ikan terbang, tanpa buang waktu aku langsung mengajak Athar untuk berbicara empat mata di kamarnya. Lalu, di sinilah kami tengah berdiri saling berhadapan dengan suasana yang cukup tegang. Aku menyipitkan mata melihat ke arah Athar. "Kenapa, Thar? Kenapa kamu cium perut saya?" protesku pada Athar. Ketika kami sudah menutup rapat pintu, jendela dan akses yang bisa membuat ora
Baca selengkapnya
Bab 26. Melawan Pasangan Iblis
Sepeninggal Athar dan Anita, aku memutuskan untuk merebahkan diri karena rasa lelah yang menyiksa selepas perjalanan. Namun, alih-alih tertidur aku malah merasa sepi, sedih dan hampa. Mungkin ini karena aku hanya sendirian berada di kamar Athar yang cukup mewah tapi minimalis ini.Aku mendesah seraya memandang langit-langit kamar. Pikiranku melanglang buana ke semua hal, dari mulai teringat Mamah sampai ke memikirkan pekerjaan yang telah lama dilupakan karena aku sedang berduka.Agh, aku benci jadi kesepian dan menyesal merelakan Athar pergi bersama Anita yang telah merebut suamiku.Seharusnya aku larang saja Athar, dibanding aku yang merana. Dasar bodoh! Dasar lemah! Benar kata sahabatku Kiki yang kini sedang ada di luar pulau, bisa jadi hatiku terlalu surabi buat hati Anita yang Dunkin Donut. Aku yang gak tega melihatnya kesakitan, memilih menjadi kesepian.Akibat tak tahan lagi, akhirnya aku duduk sembari menghembuskan napas berat. Kulirik jam dinding yang menunjukan jam 12.00 sian
Baca selengkapnya
Bab 27. Drama Gila
Jangan coba-coba berurusan dengan pelakor. Itulah yang selalu didendangkan Mamah selama dia masih hidup. Almarhumah Mamah bercerita dulu, Mamah pun hampir bernasib sepertiku tapi beruntung Bapak masih kuat iman.Tadinya aku pikir, seorang Kania gak bakal diganggu oleh pelakor tapi ternyata oh ... ternyata. Bukan hanya suami pertamaku yang direbut pelakor kini suami keduaku pun takdirnya malah menjadi adik tiri dari si pelakor. Lucu bukan? Ya, sangat lucu siapa sangka Anita hanyalah anak dari lelaki lain yang dibawa Bu Maryam. Dulu, aku mengira Anita adalah kakak kandung tapi untungnya dia hanya kakak tiri yang sepantasnya harus aku labrak. Sheh! Emang Anita itu wanita gila! Udah jelas-jelas tadi yang mencoba memelukku adalah Hans, dia malah gak percaya dan malah menghinaku secara kejam."Aku benci. Benci!"Saat tengah misuh-misuh sambil berurai air mata di kamar akibat kejadian tidak menyenangkan tadi siang di dapur, tetiba seseorang membuka pintunya."Kenapa Mbak? Kok, nangis?" tany
Baca selengkapnya
Bab 28. Tikus Oh Tikus
Sejak awal aku memang tidak berharap bahwa pernikahanku dengan Athar akan gemah, ripah dan loh jinawi. Namun, aku juga tidak berharap kalau masalahnya bakalan seribet ini. Terutama setelah hadirnya Clara yang datang dengan penuh drama dan air mata buaya. Sesuai dugaan dia langsung mendominasi permainan di rumah ini. Bahkan aku dan Athar yang berencana keluar pun harus mengikuti alurnya. Jadi ... ya sudah, kami tidak jadi pergi ke kota atau sekedar jajan di emperan. Setelah kedatangan Clara posisiku jadinya tersudut karena wanita cantik berambut ikal itu merebut perhatian semua orang tak terkecuali Athar. Walau hanya menatap datar pada Clara tapi aku tahu lelaki itu cukup perhatian. Itu terlihat dari bagaimana dia menyimak semua perkataan Clara yang sedang mengobrol dengan Bu Maryam dan Anita. Lalu, di mana Hans? Ah, entah aku tak perduli. Lagian, ada bagusnya pasangan iblis itu gak barengan kayak gini, bisa-bisa aku keki akibat kejadian di dapur tadi.Huft! Tenang, Kania! Tenang. Ja
Baca selengkapnya
Bab 29. Kacau
Kupandangi wajahku di cermin dengan pasrah. Masih tak menyangka, bahwa tadi aku dan Athar hampir saja berciuman. Amsyong, sungguh amsyong! Hanya gara-gara dua ekor curut yang gak ada akhlak akhirnya kami harus berakhir dengan saling memendam gondok. Andai. Aku gak begitu parno sama hewan bercicit itu mungkin sekarang aku dan Athar sudah ... ah! Sudah, sudah Kania! Oh ya Allah, mau ditaruh di mana coba mukaku ini?Jujur saja, akibat tragedi di gudang tadi yang memalukan pikiranku serasa terkotori.Setiap mau melakukan sesuatu, anehnya benakku selalu saja teringat pada adegan Athar yang sudah siap melahap bibirku.Oh Tuhan! Entah apa yang merasukiku, hingga gara-gara itu di setiap sudut kamar ini aku hanya terbayang wajah Athar yang lagi 'nganu'. Kenapa coba Athar melakukan itu? Apa dia benar-benar mau menciumku? Atau hanya terbawa suasana? Padahal kan kami juga belum saling menyatakan cinta.Duh.Aku tidak tahu harus bagaimana menunjukan sikap jika Athar pulang ke kamar selepas meny
Baca selengkapnya
Bab 30. JANTAN
Jantan. Mungkin itulah satu kata yang bisa melukiskan sikap Athar saat ini. Setelah adegan kekacauan yang kubuat Athar berinisiatif mengajakku pergi menjauh dari rumah peninggalan bapaknya memakai motor Ducati yang sudah ia parkir di depan rumah.Dengan perasaan tak menentu, aku naik ke motor Athar. Secara perlahan, aku mencengkram ujung jaket Athar seolah sedang mencari kekuatan. Kuakui, malam ini hatiku teramat sedih dan tidak tahu harus menunjukannya seperti apa.Athar melirikku sekilas lewat spion. "Kita berangkat, ya?" ajaknya.Aku mengangguk dan motor pun melaju meninggalkan rumah megah nan pongah itu. Setelah setengah jam berlalu, tiba-tiba motornya berhenti di depan sebuah penjaja angkringan di sisi jalan yang nggak begitu ramai. Tumben. Ada angkringan di sini, aku kira hanya di daerah Geger Kalong saja bisa menemukan sate telur puyuh, nasi kucing dll."Kita makan dulu," ujarnya seraya memberi kode padaku untuk turun. "Mbak, lapar, kan?" "Lapar. Ayo!"Aku mengangguk menyetuj
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status