All Chapters of Pesona Babang Ojol : Chapter 31 - Chapter 40
43 Chapters
Cemburu Buta
Sinar mentari pagi menghangatkan tubuhku. Bukan berjemur, aku hanya menjemur cucian. Aku takut hitam jika lama-lama kepanasan. Nanti enggak imbang sama kulit putihnya Pak Arfan. Hari ini aku berangkat kuliah bersama Nindi. Aku memintanya menjemputku karena ada hal yang harus aku ceritakan. Seharusnya ini menjadi hari bahagiaku karena nanti malam aku akan dilamar. Namun, seperti ada yang mengganggu hati ini. Wanita itu menyebalkan sekali. Bisa-bisanya dia meminta Pak Arfan mengaji di rumahnya. Bukankah ada banyak ustaz di sini? Kenapa mesti calon suamiku? Dan aku tidak diizinkan ikut pula. Huf, aku membuang napas lelah.“Fa, Nindi udah datang!” teriak ayah. Ayah sedang sarapan di dapur bersama Faiha dan Ilham. Aku sudah sarapan lebih dahulu kemudian menjemur baju. Usai berjemur, aku langsung menemui Nindi. “Tunggu sebentar, aku ambil tas dulu.”Aku mengambil tas dan pergi. Sesampainya di kampus, aku mengajak Nindi langsung ke kelas. “Ayo kita masuk, mumpung belum ada anak-anak.”“
Read more
Ingin Pingsan
Malam ini aku sangat bahagia. Langit nampak cerah diterangi cahaya rembulan, beribu bintang di langit bersinar terang. Mereka seolah tersenyum kepadaku. Dengan gaun yang indah aku bersiap menyambut keluarga Pak Arfan, tetapi yang datang malah keluarga Pak Shaka. Mereka tersenyum dari kejauhan kemudian mengucapkan salam setelah sampai di depan rumah.“Wa’alaikum salam, Bapak mau cari ayah saya? Mau beli bubur lagi, ya? Maaf hari ini kami tidak berjualan.”Mereka pasti mau membeli bubur kacang ijo. “Em, iya, kami–““Sebentar, saya panggilkan ayah dulu.”Aku tidak akan membiarkan mereka masuk. Bisa kacau acara malam ini kalau sampai mereka lama berbincang dengan ayah. Padahal setengah jam lagi keluarga dari Pak Arfan akan datang.“Yah, ayah!” Aku mencari ayah hingga ke dapur, ternyata ayah sedang ada di kamar mandi. “Buruan, Yah. Ada Pak Shaka!”Setelah menyampaikan kedatangan Pak Shaka kepada ayah, aku kembali ke depan mempersilakan mereka duduk. “Silakan duduk, Pak.”“Terima kasih, N
Read more
Mantan
Hari ini aku harus berangkat pagi karena ada presentasi di jam pertama. Aku pergi membawa motor ayah setiap Faiha dan Ilham libur. Ayah masih mempunyai stok bahan untuk membuat bubur karena kemarin tidak berjualan. Semoga saja tidak ditangkap polisi, aku belum memiliki SIM. Maunya ditangkap babang ojol, eh. “Aku berangkat dulu, Yah.” Kucium punggung tangan orang yang selama ini merawat dan membesarkan kami. Ayah memiliki peran doblel, selain sebagai seorang bapak, beliau juga menjadi ibu bagi kami. Ayahku pahlawanku. Dia bisa melakukan semuanya meskipun tidak sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah.“Hati-hati, jangan ngebut, Fa!” teriak ayah. Aku sudah memakai helm warna ungu terong dengan gambar huruf ‘g’ yang ada tanduknya. (Hanya anak yang lahir tahun 90’an yang paham.)Aku menjalankan motor dengan kecepatan 60 kilometer per jam. Aku memelankan laju kendaraan ketika sampai di lampu lalu lintas. Biasanya hari Minggu seperti ini jalanan lengang, tetapi mengapa di depan ramai sekal
Read more
Besar Kepala
Dia terkekeh kemudian memundurkan langkahnya, “Permisi, aku mau lewat! Kamu menghalangi jalan.” Aku segera menggeser tubuh supaya dia bisa keluar. Ya Allah betapa bodohnya aku. Tempat parkir dosen berbeda dengan mahasiswa. Pantas saja aku tidak melihatnya. Dan yang barusan aku lakukan? Ah, memalukan sekali. Aku merutuki diriku sendiri. Aku tertunduk lemas di lantai, bagaikan tersengat listrik berdekatan dengannya. Aku harus menjaga jarak aman. Belum sempat aku berdiri, suara langkah kaki mendekat. Ibra si ketua kelas selalu berangkat pagi. “Kamu ngapain di situ, Fa?” tanya Ibra. Dia ikut berjongkok di depanku. “Uangku jatuh, bantuin cari, ya!” Dengan segera aku berpura-pura mencarinya. Demi meyakinkan Ibra, aku mengambil sapu di pojokan kemudian mencarinya di bawah meja dan kursi. Ibra berlari mengekoriku dari belakang. “Memangnya berapa uangmu yang hilang?” “Tujuh puluh lima ribu, uang keluaran terbaru.” Ibra mengerutkan dahi, tetapi dia tetap membantuku mencarinya. Padahal di
Read more
Rindu
“Sebut namaku jika kau rindukan aku ...” Lagu terakhir yang masih kuingat hingga sekarang. Baru sehari dia pergi, mengapa aku sudah kelimpungan seperti ini?Dari tadi pagi aku tidak konsen bekerja. Berkali-kali kulihat ponsel, namun tidak ada satupun pesan darinya. Aku bisa gila jika tidak mendapat kabar darinya. Pak Arfan berangkat ke Yogyakarta tadi pagi sehabis Subuh. Dia hanya mengirimkan pesan jika dia sudah otewe. Aku sudah membalasnya, tetapi hingga sekarang tidak ada balasan. Padahal sudah centang dua warna abu. "Ehem, jangan main hape terus, Fa! Dilihatin Pak Herman tuh." Udin melirik ke arah kasir. Aku segera menyimpan ponselku kembali. "Lagi sepi, Din. Gapapa kali.""Kamu 'kan disuruh cek barang, buruan, gih!" Udin baik sekali kepadaku, dia selalu mengingatkan jika aku melakukan kesalahan. Aku segera berdiri mengambil buku serta bolpoin. Setiap hari, aku harus mengecek barang-barang yang sudah habis. Setelah itu, aku akan memberikan catatan kepada Pak Herman. Dia yang
Read more
Oleh-oleh
Kulihat penampilanku di cermin sudah oke. Namun saat aku menggeser tombol warna hijau, panggilan sudah berakhir. Hah? Ambyar sudah.Aku mencoba menghubunginya kembali, tetapi sedang sibuk. Dia sedang menghubungi siapa? Ah menyebalkan sekali. Lebih baik aku menunggunya. Mungkin saja dia sedang menghubungi orang tuanya, atu jangan-jangan dia sedang menghubungi mantan? Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dia menelepon lagi. Aku segera mengangkatnya sebelum dimatikan lagi. “Assalamu’alaikum, Syifa.”“Wa’alaikum salam, Mas.” Duh keceplosan. Aku menutup mulutku. Aku segera mengganti video dengan kamera belakang. “Barusan kamu bilang apa?”“Aku cuma menjawab salam.”Kulihat dia terkekeh menatap ke kamera. “Mengapa kameranya diganti? Aku enggak bisa lihat wajah kamu, nih.”“Biarin! Bapak nyebelin.” “Kok Bapak lagi? Enakan dipanggil ‘Mas’ loh.” Benar ‘kan dia itu menyebalkan. “Maaf, tadi khilaf. Sekarang aku udah sadar.” Aku sedang menahan tawa. Rasanya aku ingin bilang jika aku mer
Read more
Dipingit
Aku penasaran, sedang apa mereka di kamarku? Kuputar knop pintu dan mereka langsung duduk terdiam. “Syifa, kamu sudah pulang?” tanya ayah gugup. “Kalian sedang apa?” Mereka menyembunyikan tangan ke belakang. Sangat mencurigakan. “Kami lagi buka oleh-oleh dari Mas Arfan. Bagus enggak, Kak?” tanya Faiha. Dia membawa tunik panjang dengan motif batik. Sangat cocok untuk anak muda sepertinya. “Sepertinya Nak Arfan sudah mempersiapkan semuanya, Fa. Dia membelikan baju batik untuk kita. Lihatlah, semuanya seragam. Sangat cocok untuk resepsi nanti,” ujar ayah.Akad nikah akan dilangsungkan secara sederhana dan resepsi di gedung yang sudah disewakan Pak Shaka. Tadinya ayah tidak mau karena ingin menggelar resepsi di rumah, tetapi Pak Shaka menolak karena rumah kami terlalu sempit. “Keluarga kami sangat banyak, Pak. Pernikahan Arfan sangat dinanti-nantikan karena dia adalah cucu pertama di keluarga kami.”Akhirnya ayah menyetujuinya. Ayah sudah menyebar undangan ke semua sanak saudara. Aku
Read more
Nggak jadi, deh!
Setelah kepergian kedua adikku, aku pergi ke dapur untuk membuat kopi. Biasanya aku menyiapkan kopi untuk ayah. Namun, langkahku terhenti kala melihat pakde dan paklik menghadangku di depan pintu dapur.Mau apa mereka? Ayah tidak ada di rumah, bude dan bulik belum juga datang. Ya Allah, selamatkanlah aku. “Kamu mau ke mana, Fa?” tanya Paklik sambil tersenyum. Sedangkan pakde berbisik di samping telinga paklik. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu. Aku harus waspada. Jangan sampai kejadian di novel online itu terjadi padaku. Mengerikan sekali ketika ada seorang gadis yang dinodai 30 pria, dan orang yang menjebaknya adalah pamannya sendiri. “Aku mau bikin kopi buat ayah,” jawabku gugup. Mereka tersenyum menyeringai. Ayah, cepatlah pulang, anakmu sedang ketakutan. “Kebetulan sekali, Fa. Kami mau bikin kopi, tapi enggak tahu gulanya di mana,” jawab pakde sambil menggaruk kepala. Aku menepuk jidatku, separah inikah pengaruh novel online terhadapku? Aku menjadi orang yang sela
Read more
Alhamdulillah, Sah!
Terdengar berisik suara gedoran pintu kamarku. Siapa, sih, pagi buta begini gangguin orang saja. Aku menarik selimut hingga menutup kepala. Kulihat Faiha masih tertidur pulas. Namun, beberapa saat kemudian suara Bulik terdengar melengking dari luar jendela. “Syifa! Kamu jadi nikah apa enggak, sih? Periasnya sudah datang,” teriak bulik sambil menggedor-gedor jendela kamar. Astaga, aku terperanjat dan segera mengecek ponsel. Tanggal 10 Oktober 2021. Ya Allah, hari ini aku akan melepas masa remaja. Waktu menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gasik sekali datangnya. Aku harus segera mandi dan salat Subuh. “Iya Bulek, aku keluar.” Aku segera bangun dan turun dari tempat tidur. Namun nahas, kakiku semutan sehingga membuatku jatuh terjungkal. Aku tergeletak di lantai. Kakiku mati rasa, aku harus menunggunya hingga kembali pulih. Ya Allah, gini amat punya adik syemok. Kaki Faiha menindih kakiku hingga membuatnya kesemutan.Aku segera membangunkan Faiha dan mengajaknya salat, tetapi dia tid
Read more
Malam Pengantin
Kami berjalan bergandengan menuju kamar, rasanya lututku lemas. Kuremas kuat tangan suamiku untuk mengurangi rasa gugup. “Mau kugendong?”Aku membelalakkan mata. Tidak menyangka dia tahu isi hatiku. Aku mengangguk pasrah, daripada pingsan. Dia membopongku ala bridal style. Bukan seperti mengangkat karung beras. Aku menenggelamkan muka ke dadanya. Pipiku pasti sudah sangat merah. “Ternyata kamu tambah berat.”What?Setelah sampai di kamar, Pak Arfan merebahkanku di kasur. Dia menatapku cukup lama hingga membuatku berpaling. Ya Allah, kami sudah halal, beginikah rasanya berduaan dengan laki-laki di dalam kamar? Jantungku berdebar tidak karuan, ada rasa yang menggelitik di hati. Ingin rasanya aku—“Kamu mikirin apa sampai senyum-senyum begitu?” Aku tersadar dari lamunan. “Enggak, aku cuma—“Suamiku masih dengan posisi yang sama, masih menatapku dalam. Kemudian semakin mengikis jarak di antara kami. “Bolehkan aku melakukannya lagi?”“Melakukan apa?” Pertanyaannya sangat ambigu. “Kiss,”
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status