All Chapters of Atasanku, Suami Keduaku: Chapter 181 - Chapter 190
202 Chapters
ASK-181
Darah Arsya sedikit berdesir saat mendengar apa yang barusan diucapkan Panca. Ia melirik Indah dan sedikit tenang karena melihat istrinya itu memandang Panca dengan tatapan mengasihani.“Ngapain ke sini? Mau lihat seberapa hancur aku sekarang?” Panca kembali bersuara karena melihat Indah tidak bereaksi dengan ucapan pertamanya tadi.Indah menggeleng malas. “Aku kira kamu punya kalimat baru untuk bikin aku marah. Ternyata masih itu-itu aja. Ck,” Indah berdecak, lalu kembali melihat ke dalam bilik kaca. “Bayiku juga sakit, In?” Indah mengulangi ucapan Panca dengan kalimat tanya.“Iya. Bayiku juga sakit. Kamu pasti dengar dengan jelas apa yang barusan aku bilang.” Panca ikut menatap ke mana Indah memandang. Sorot matanya kosong. “Lahir kemarin nggak nangis. Sekarang masih pakai ventilator. Katanya … aritmia serius.”Indah memandang Panca. “Gangguan jantung seperti Alif bayi aku, kan? Alif bayi aku juga memiliki kelainan jantung dari lahir. Sampai di titik ini apa kamu belum menyadari ses
Read more
ASK-182
Sejak dulu sebenarnya Indah tidak terlalu mahir berciuman. Pengalaman berpacarannya sangat minim. Pertama kali mengenal cinta adalah saat ia melihat Panca untuk pertama kali. Sejak itu benaknya selalu terisi oleh sosok pria tampan dan dingin yang membuatnya penasaran.Pria tampan dan dingin yang dikenalnya itu ternyata memang tidak pernah menghangat untuknya. Pernikahan yang lebih sering terhalang jarak, membuat kemampuan Indah tentang percintaan menjadi amat minim.Indah tidak biasa mendengar seorang pria mengatakan cinta padanya berkali-kali. Ia juga tidak pernah diperlakukan lebih lembut dari perlakuan papanya dulu. Ia tidak pernah dirayu atau dibujuk. Ia tidak pernah dipuji dan terbiasa menganggap dirinya pantas menerima perlakuan Panca kepadanya.Ia tidak tahu bagaimana ciuman dan sentuhan yang seharusnya ditujukan pria yang mencintainya. Selama ini ia hanya menerima dan menunggu. Jarang sekali ada terlintas keberanian untuk memulai lebih dulu.Sampai akhirnya ia bertemu dengan p
Read more
ASK-183
“Apa lagi ini?” gumam Arsya. Selama sepersekian detik ia terdiam, detik berikutnya ia memandang ke depan dan menyadari kalau mereka sudah hampir tiba di rumah. Tadinya ia memang akan mengantar Indah lebih dulu sebelum kembali lagi ke kantor. “Galih, kita langsung ke rumah sakit yang biasa kita datangi,” pinta Arsya. “Baik, Pak,” sahut Galih, langsung menyalakan lampu sein kanan untuk melakukan putar balik. “Ibu gimana? Apa Ibu udah tahu?” Hal pertama yang dipikir Indah adalah soal Bu Della. Bagaimana ibu mertuanya itu menerima kabar soal kecelakaan suaminya kalau kesehatannya sendiri pun tidak cukup baik. Arsya menggeleng. “Leo ataupun Aldo tidak akan melapor ke siapa pun selain Abang. Mereka hanya akan melakukan perintah Ayah atau Abang.” “Jadi Ibu bakal dikasih tahu nggak? Kalau nggak dikasih tahu kasihan, dikasih tahu juga lebih kasihan. Pasti kepikiran. Yang kecelakaan suaminya,” Indah bergumam bingung seorang diri. “Nanti Abang putuskan setelah melihat keadaan Ayah. Kal
Read more
ASK-184
“Apa semuanya baik-baik aja? Maksudku …. Kamu baik-baik aja, Sa?” Harris menepuk-nepuk lengan Arsya dan ikut melongok ke balik dinding kaca sebentar. “Ini benar-benar kecelakaan?” tanya Harris lagi. Arsya mengangkat bahu. “Aku rasa ini adalah kesengajaan yang akan sulit dibuktikan. Mungkin tujuannya memang untuk membuat sakit parah. Bisa disebut juga percobaan yang berbuah kesempurnaan. Pelakunya mau Ayah celaka dan memperkirakan merusak mobil Eropa perlu truk bermuatan luar biasa berat agar mobil bisa remuk. Tapi ternyata Papa malah tidak luka. Jantungnya yang terkena imbas. Si pelaku pasti merasa mendapat durian runtuh. Licin sekali,” gumam Arsya. “Intinya tujuan mereka tetap tercapai, kan? Om Ari Subianto yang bisa dibilang jarang banget sakit, malah langsung nggak sadar.” “Padahal Ayah paling rajin olahraga. Entah gimana cara ngasih tahu Ibu soal Ayah. Aku malah khawatir Ibu yang ikutan sakit.” Arsya meremas pelan tangan Indah di genggamannya. “Kamu nggak usah khawatir.
Read more
ASK-185
“Apa yang aku dengar tadi benar? Kecelakaan Ayah disengaja? Sama seperti kecelakaan Abang di tol sewaktu di Bandung?” Sejak tadi Indah memang tak sabar ingin menyemburkan pertanyaan itu. Namun ia sedikit kecewa karena Arsya tidak langsung menjawab. Dan ia hampir meremas tangan pria itu karena tak sabar. “Itu baru dugaan Abang. Kamu nggak usah pikirin itu karena staf Ayah pasti nggak akan tinggal diam. Yang paling penting kamu tetap jaga kesehatan.” Hal pertama yang dipikirkan Arsya saat itu adalah ia harus mengantarkan Indah pulang dan setelahnya ia akan menemui Bu Della. Tapi sepertinya ikatan antara ia dan Indah semakin kuat. Atau gelombang pikiran mereka yang semakin serupa? “Bukannya Abang harus ngasih kabar ke Ibu? Abang nggak ada niat merahasiakan semuanya dari Ibu, kan? Nggak mungkin soalnya. Ayah itu suaminya. Istri mana yang nggak nyari suaminya. Sekarang pun Ibu mungkin udah ngerasa ada yang beda.” Indah bertanya dan menjawab sendiri. “Semua yang kamu bilang benar,” sa
Read more
ASK-186
“Belum bisa, Ras. Nanti kamu juga pasti tahu. Untuk sekarang biarkan Abang dan staf kantor yang mengurus. Kalau semuanya sudah diputuskan, kamu dan Ibu akan segera dijemput buat jenguk Ayah ke RS. Sekarang Abang dan Kak Indah makan siang, ya. Bayi Abang pasti laper.” Arsya melewati Laras dan membawa Indah ke ruang makan.Siang itu Indah dan Arsya duduk bersisian untuk makan siang yang terlambat. Seperti biasa setelah Indah membantu Arsya mengisi piringnya, pria itu juga meletakkan macam-macam lauk ke piring Indah.“Langsung makan,” gumam Laras tak jauh dari meja makan. Arsya tertawa kecil. “Abang dan Kak Indah perlu tenaga,” sahut Arsya santai. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan di kepala Indah yang belum terjawab siang itu. Kalau rasa heran tidak usah ditanya lagi. Ia heran luar biasa. Apa memang seperti itu gaya keluarga kaya menanggapi musibah? Laras masih bisa bersantai menggendong bayinya, Arsya bisa santai mengajaknya makan siang. Sedangkan ibu mertuanya mungkin syok dan perl
Read more
ASK-187
“Abang baru pulang? Atau semalaman ada di sini? Maaf aku ketiduran. Harusnya aku nungguin Abang. Keadaan Ayah gimana? Kapan operasinya?” Indah mengeluarkan semua hal yang ingin ditanyanya. Bukan hanya karena penasaran, tapi juga sedikit grogi saat Arsya bersikap seperti itu. Jelas itu adalah pengalaman pertama dalam hidupnya. Sepasang lengan Arsya yang kemarin ia bayangkan bertumpu di kedua sisi tubuhnya, pagi itu mengusap pinggul dan pelan-pelan naik ke pinggangnya. Usapan tangan Arsya sangat jelas dan keras. Menyusuri kedua sisi tubuhnya dengan lambat. Sesekali memijatnya dengan gerakan amat sensual. Telapak tangan Arsya yang lebar dan biasa dilihat Indah selalu menari di atas tablet atau memegang pulpen mahal untuk menandatangani berkas, pagi itu menyentuh tepi jubah tidurnya tanpa kehati-hatian. Arsya menyingkap jubah tidur itu tanpa basa-basi. Satu sikap yang hampir tak pernah dinampakkan Arsya pada padanya. “Abang sedikit kalut dan butuh ketenangan. Dan Abang rasa … berada
Read more
ASK-188
Hampir semua yang terjadi pagi itu lain dari biasanya. Arsya yang sedang menggaulinya pagi itu terlihat amat berbeda. Sepasang mata yang biasa bercinta penuh kehangatan dan gairah, pagi itu berganti dengan sepasang mata nakal dan letupan hasrat. Di meja kerja, Arsya hampir bisa dikatakan menggendong tubuhnya dengan amat leluasa. Arsya mengangkat kakinya cukup tinggi untuk mengendus betis dan menyusuri bagian dalam pahanya dengan kecupan juga sapuan lidah. Indah merasa dirinya hampir gila karena tak tahan dengan gigitan nakal yang dilakukan Arsya beberapa sentimeter saja dari area sensitifnya. Tak lupa juga sentuhan dan usapan keras yang terus dilakukan pria itu pada titik kecil di bawah sana. Pada menit-menit permainan panas itu, Indah sampai lupa kalau salah satu pegawai bisa saja melintas di depan ruangan itu dan mendengar erangan dan pekikannya. Dan sepertinya Arsya tidak keberatan melainkan sangat menikmati segala bunyi-bunyian yang mereka hasilkan. Gesekan teratur penuh gai
Read more
ASK-189
Indah melihat ke arah jendela yang tirainya masih tertutup. Arsya benar. Hari masih sangat pagi. Akhirnya ia menerima tawaran menyenangkan itu. Suaminya cukup kaya untuk bisa membayar asisten rumah tangga hingga ia tidak perlu terburu-buru bangun menyiapkan sarapan. Ia bisa memeluk Arsya dan memejamkan mata dengan tenang tanpa khawatir akan terlewat tukang sayur langganan. Dibantu dengan Arsya, Indah kembali melilitkan jubah tidurnya dan berjalan santai dalam dekapan Arsya menuju kamar mereka. Untungnya ruang kerja dan kamar tidur mereka terletak dalam satu garis lurus. “Mari kita baring sama-sama dan menikmati pagi ini dengan berdua-duaan. Mungkin besok-besok Abang akan lebih sibuk. Kita tidur sebentar dan setelah sarapan nanti Abang mau menjelaskan hal sederhana ke Indah.” Arsya melepas pakaian yang sudah hampir semalaman melekat di tubuhnya dan mencampakkannya ke sebuah keranjang besar tinggi di depan pintu kaca kamar mandi. “Menjelaskan apa?” tanya Indah, bangkit dari ranjan
Read more
ASK-190
Kamar tidur Arsya terbilang sangat luas. Bentuknya memanjang ke samping. Sebegitu membuka pintu, seperangkat sofa dan coffee table menyambut. Sebelah kanan langsung berbatasan dengan pintu-pintu kaca yang bisa digeser untuk menuju balkon. Tak jauh dari sofa ada ranjang raksasa yang di sebelah kirinya terdapat meja panjang berisi televisi, mini bar, meja kerja, lalu lemari kaca tinggi tempat beberapa penghargaan Arsya tersusun rapi.Kepala ranjang berbatasan dengan dinding yang berbatasan dengan sebuah ruangan besar lainnya. Pintu menuju ruangan itu ada di kanan kiri nakas dengan dibatasi tiga anak tangga. Di sanalah lemari-lemari raksasa mengelilingi ruangan. Tepat di balik dinding yang berbatasan dengan kepala ranjang tadi, ada bath tub berbentuk mangkuk yang terbuat dari batu pualam asli yang sangat halus. Kamar Arsya sangat luas sampai Indah sangat percaya diri duduk di atas tubuh suaminya dengan gerakan maju mundur yang amat menggoda.Arsya akan sering bepergian dan meninggalkann
Read more
PREV
1
...
161718192021
DMCA.com Protection Status