Semua Bab Ternyata Kaya Raya Setelah Disia-siakan Mertua: Bab 31 - Bab 40
42 Bab
Tak menduga
"Kamu nggak papa?" "Maaf!" ucapku pada laki-laki yang menabrak. "Indah!""Pak Riki!"Kami sama-sama menyebutkan nama ketika melihat wajah masing-masing. "Kamu ngapain di sini?" tanya Pak Riki yang kaget melihatku. "Ini nganter a--. Eh... Maksudnya nganter anak Pak Beni." entah ide dari mana, tiba-tiba muncul saja kalau aku akan suruh Dian pura-pura jadi anak Pak Beni. "Oh, mana orangnya?" terlihat Pak Riki mencari-cari sosok anak Pak Beni. Sepenasaran itu kah? "Pak Riki sendiri ngapain di sini?" tanyaku kemudian. "Oh, antar ponakan juga." Dia memanggil seseorang yang tak jauh darinya. Akupun melambai pada Dian agar segera kemari. "Perkenalkan Pak! Ini Dian anak Pak Beni.""Dian kenalkan ini Pak Riki, seorang direktur kepercayaan Ayahmu." Aku mengedipkan mata pada Dian, memberi kode agar dia mau menurut saja apa yang aku katakan. "Riki," Pak Riki menjabat tangan Dian, "Oh, ya. Perkenalkan ini sepupuku. Namanya Bagus."Pak Riki memperkenalkan sepupunya yang sudah berada di samp
Baca selengkapnya
Jadi Sasaran
"Aku! Kamu tanya aku siapa!" dengan wajah garang dan mata melotot wanita itu menatapku, "Aku itu pacarnya Riki, Riki Ginanjar! Direktur di perusahaan D."Aku menggeleng sambil tersenyum. "Sopan sedikit Tanti!" kali ini Riki bersuara. "Aku harus sopan! Sopan pada pelakor macam dia?!" ucapnya lagi menohok hati. Sambil menuding wajahku. Faza seketika menangis ketakutan. Kuraihnya dalam gendongan. "Mas! Kamu lebih memilih wanita yang sudah beranak macam dia dari pada aku yang masih perawan!" ucapnya lagi. "Maaf, Mbak. Aku hanya rekan kerjanya!" ucapku sedikit kesal. "Lebih baik dia! Walaupun sudah punya anak tapi hasil pernikahan dari pada kamu yang masih perawan tapi tidur dengan laki-laki!" Pak Riki kembali berargumen. Seketika Tanti memerah wajahnya. "Mas! Kan sudah aku jelaskan kalau aku di jebak! Aku dikasih obat hingga melakukannya tanpa sadar!" belanya dengan linangan air mata yang hampir jatuh di wajah mulusnya. "Bulsit semua itu! Di jebak kok sampai berkali-kali!" Pak Riki
Baca selengkapnya
Kenyataan
"Shinta! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku ketika sudah berhadapan dengannya. "Ya Allah, Mbak Indah. Akhirnya aku bertemu dengan seseorang yang aku kenal." Dia langsung memelukku erat. Entah apa yang terjadi hingga penampilannya kusut marut dan tak terurus. "Ayo ikut, Mbak!" Kutuntun dia masuk kedalam mobil. Wajahnya berbinar seolah baru saja menemukan secercah harapan akan hidupnya. Mobil kembali melaju, kemacetan yang terjadi akhirnya bisa terurai. Aku menatap iba pada mantan adik iparku itu. "Bagaimana kamu bisa sampai kekota ini?" tanyaku penasaran. "Ceritanya panjang, Mbak. Aku sudah dua hari lantang lantung di pinggir jalan. Huu.... " Dia menangis mengingat kejadian yang baru saja di alami. Kuraih dalam pelukku agar sedikit tenang. "Ya sudah, ceritanya nanti aja. Biar kamu tenang dulu. Sekarang ngga usah khawatir, kamu aman sama Mbak.""Makasih ya, Mbak." Aku tersenyum padanya. Kubawa dia pulang kerumah.Shinta mengekor ketika masuk kerumah, matanya menatap sekelili
Baca selengkapnya
Tertahan
Aku masih terbengong dengan ucapan Pak Riki. Sungguh aku tak punya pikiran sampai sejauh itu. Terlebih ketika kejadian kemarin di restoran. Rasanya enggan untuk tertarik padanya, karena aku bukan tipe pelakor. Asal nyaman dan suka tak peduli sudah ada pemiliknya. "Ma-maaf, Pak! Aku tak punya pikiran sejauh itu. Aku tak mau menjalin hubungan, aku bukan lagi ABG atau anak gadis yang berpacaran." Kuucapkan dengan tegas. "Maaf jika tadi kata yang aku ucapkan salah, Ndah! Maksud aku juga begitu. Entah keberanian dari mana aku dapat ungkapkan ini sekarang. A-aku tak ingin jawabanmu sekarang tapi setidaknya aku sudah ungkapkan sekarang dan aku bisa pergi dengan tenang." Kali ini dia meremas tangannya. Aku masih terdiam, ketika tiba-tiba Ayah Beni datang dan mengajak ngobrol Pak Riki. Mereka membahas tentang kepergian Pak Riki yang ke Sidney untuk urusan kemenangam tender dan pembelian sebagian saham yang di lelang. "Berapa lama kamu di sana?" tanya Ayah Beni. "Belum tahu, Pak. Sekiranya
Baca selengkapnya
Dihalangi
Segera kuberusaha melepaskan tangan satu dari pinggangnya. Secepatnya aku berusaha berlari menuju keluar, tapi naas kerudungku di tariknya. "Mau lari kemana, Cantik! Aku takakan menyakitimu kalau kamu nurut! Tenanglah, akan kubuat kamu mabuk kepayang dan selalu terbayang-bayang." Rasanya muak sekali mendengar ucapannya. "Lepaskan aku!" sergahku."Tak usah munafik, Sayang. Ayahmu saja sudah percaya padaku. Bahkan dia mendukung kita menikah!" Kugelengkan kepala cepat. Aku rasa tak mungkin Ayah membiarkan aku menikahi laki-laki brengsek itu. "Lepaskan! Aku tak sudi punya suami piktor macam kamu!" "Hhaaa... Ha... Baru kali ini aku bertemu wanita yang bilang begitu! Biasanya mereka justru bilang aku lelaki sempurna, romantis, gagah dalam ranjang dan juga kaya! Apalagi yang di cari dari laki-laki seperti diriku ini."Cuihh! Aku ludahi dia dengan penuh emosi, "Tak semua wanita gila harta! Aku jijik dengan laki-laki sepertimu!" Plakk!! Satu tamparan mendarat di pipiku, aku terhuyung jat
Baca selengkapnya
Salah
"Siapa yang membawa aku kerumah sakit dan bagaimana kondisiku saat di temukan?" aku benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi padaku. Ibu tersenyum, "Sebaiknya besok saja ya ibu ceritakan. Setidaknya Allah masih menyayangimu." Ibu membawaku masuk kekamar, perasaan itu masih berkecambuk. Benarkah aku sudah di nodai ketika aku pingsan? Rasanya aku jijik sekali dengan tubuhku. Kenapa ini harus terjadi! Aku memeluk Faza, rasanya kangen sekali beberapa hari tak bertemu. Hanya dia yang membuat aku semangat menjalani hari-hari berikutnya. Hpku berdering, di layar ponsel tertera nama Pak Riki. Aku ragu untuk mengangkatnya. Benarkah dia sudah tahu apa yang aku alami, malu sekali rasanya. "Hallo... " kuucapkan setelah memencet tombol dial. "Hallo, Ndah! Gimana kabarmu?" tanya Pak Riki di seberang sana. "Alhamdulillah baik, Pak." "Kenapa beberapa hari tak pernah akrif HPmu?" tanyanya lagi. "Maaf, Pak. Aku terlalu sibuk." "Oh... Baiklah. Kalau sudah dengar kamu baik-baik saja, rasan
Baca selengkapnya
Butuh proses
Aku makin sibuk dengan segala pekerjaan kantor, hingga tak ada waktu untuk sekedar bermain HP. Kadang Pak Riki memang kirim chat dan hanya kujawab sekali dua kali. Bukan tanpa respon tapi aku sendiri benar-benar sibuk dengan semua urusan kantor. "Mbak, Aku boleh izin pulang, Nggak?" tanya Shinta takut-takut. Aku dapat melihat raut wajah ketakutannya. Mungkin dia tak enak karena baru sebulan lebih bekerja di sini. "Ada apa, Shin? Apa kamu tak betah?" tanyaku kemudian. "Nggak, Mba. Aku dapat kabar dari Dea kalau ibu sakit dan sampai masuk rumah sakit," jawabnya sambil menunduk, ada bulir bening yang hampir jatuh di sana. "Ya Allah... Sekarang kamu pesan tiket pulang!" "Iya, Mbak." kulihat Shinta segera meraih HPnya. "Kalau gitu, aku pamit, Mbak. Nanti kalau ibu sudah sembuh aku usahakan berangkat lagi secepatnya." "Baik, Shin. Salam buat Ibu. Oh, Ya... Ambil gajimu ke Sekretaris ya. Bilang saja aku sudah suruh siapkan." "Iya, Mba. Makasih banyak, maafkan semua kesalahan Ibuku di
Baca selengkapnya
Bertahan
Aku berjalan mendekat ketempat di mana Pak Riki terbaring, mencoba mengulas senyum walau ekor mataku tetap menangkap pada sosok Tanti yang terlihat tak senang. "Maaf, Pak. Kemarin HPku lowbatt dan ketinggalan di rumah, jadi tak tahu tentang kecelakaan bapak," ucapku. Pak Riki terlihat tersenyum, "Ngga papa, Ndah. Alhamdulillah masih di beri umur walau kondisinya seperti ini.""Alhamdulillah... Semoga lekas pulih ya, Pak.""Hai... Dia itu kakinya patah dua-duanya karena terkencet bodi mobil!" ucap Tanti tiba-tiba. Aku memandangnya aneh,"hanya patah tulang kan, Pak?" tanyaku pada Pak Riki tanpa menatap kearah Tanti. "Iya, Ndah, hanya patah tulang, insya Allahh kalau telaten dan benar-benar hati-hati masih bisa jalan. Cuma butuh waktu," ucap Pak Riki dengan sedih. "Kemungkinannya fivety-fivety. Lagi Tanti menyela.""Itu masih besar kok, Tan. Masih bisa di usahakan sembuh."Kali ini terlihat Tanti mulai geram, mungkin dia kesal karena menghadapiku yang masih saja sabar menerima semua
Baca selengkapnya
Pencarian
"Tanyakan saja pada dia, Pak! Apakah yang aku ucapkan bohong atau sebuah kebenaran! " cetusku lagi. Seketika mata Pak Riki membulat tajam pada Tanti. "Kalau memang dia anaknya Irwan, tuntut saja untuk bertangung jawab! Dia itu laki-laki. Kalau masih mengelak, coba buktikan dengan tes DNA. Jangan jadi laki-laki pengecut yang maunya meniduri wanita hanya dengan bermodalkan pamer kekayaan!" cetusku lagi membuat Tanti terkaget. "Ka-kamu kenal Irwan?" tanya Tanti. "Yah... Kenal, karena aku hampir saja jadi korban nafsu bajingan tengik itu!" emosiku berapi-api mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu. "Indah! A-apa maksud kamu?" tanya Pak Riki dengan terbata. Aku menatap sekilas wajah Pak Riki. Kenapa karena emosi aku sampai keceplosan tentang hal ini. Segera aku berlari keluar, tak lagi kupedulikan Pak Riki yang terus memanggil namaku. Aku sakit bila mengingat peristiwa itu. Bagaimana aku di lecehkan untuk pertama kalinya oleh laki-laki. Aku berjalan menuju taman rumah sakit, men
Baca selengkapnya
Masa lalu
Rasanya kata-kata yang baru keluar dari mulut Pak Riki bagai sebuah belati! Apa seperti inikah sikap yang sebenarnya? Apa hanya karena rasa cemburu yang mendalam hingga tanpa sadar dia mengatakan hal yang begitu melukai, tanpa dengan baik-baik menanyakannya? "Pak... Saya memang seorang janda dan saya juga bukan manusia suci. Saya memang masih luput dari dosa, tapi asal bapak tahu saya tak serendah seperti apa yang bapak katakan. Terima kasih atas penilaian bapak tanpa tahu sebenarnya!" tanpa terasa air mata ini mengalir begitu saja. Sakit ini membuat aku lemah. Terlebih lagi aku masih trauma bila teringat peristiwa di mana aku diperlakukan tak baik oleh Irwan. Seketika aku berlari keluar, tanpa lagi peduli pada Pak Riki yang memanggil. Ketika membuka pintu aku berpapasan dengan Agung yang juga akan masuk kedalam. "Mbak!" sapanya. Aku tak berani menatapnya karena air mata ini masih merembas di pipiku. Secepatnya aku berlalu dari sana. Kuberlari tanpa melihat kedepan, aku sibuk menu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status