All Chapters of Bertukar Akad: Menikahi Adik Ipar Sendiri: Chapter 101 - Chapter 110
204 Chapters
Bab 9
Bab 9Sesampainya di rumah, Zein mendorong kursi Ema sampai di depan kamarnya. "Ze, cukup. Aku bisa sendiri." Larangan Ema ternyata hanya dianggap angin lalu. Raga Zein disitu, tetapi pikirannya tertinggal di klinik. "Ze! Kamu kenapa, sih?" "Astaga. Maaf, Ma. Aku .... Aku tidak sengaja masuk." Zein menjambak rambutnya frustasi. Gegas ia meninggalkan Ema yang menatapnya heran. Menikah selama satu tahun tidak mampu membuat Ema jatuh hati pada pria lain selain suaminya. Ia melarang Zein memasuki kamar pribadinya. Pernikahan mereka tidak berjalan sebagaimana mestinya. Namun, Zein tetap bersabar menghadapi Ema. "Maafkan aku, Ze. Perhatianmu padaku tidak mampu mengubah pendirianku. Ema menggerakkan kursi rodanya mendekati ranjang. Ia sudah terbiasa melakukan aktifitas mandiri saat di kamar. Ia bisa berjalan normal tetapi tidak lama. Sebab itu, Zein menyiapkan kursi roda di rumah. "Maafkan aku, Mas! Aku tidak bisa mencintainya. Entah kenapa, meski Ze orang baik. Aku selalu meragu
Read more
Bab 10
Bab 10 "Yang penting Bu Ema dan Pak Zein tidak bertengkar. Sekarang mau bibi siapkan makan?" "Saya menunggu Ze saja, Bi." "Hmm, kata Pak Zein. Bu Ema disuruh makan dulu. Nanti malam tinggal nemenin atau mau makan lagi bersama beliau." Ema mengulas senyum lalu mengikuti saran Bi Sumi. Ia ingin mencoba membuka hatinya untuk sang suami. Itupun kalau bisa. Sebab, ia yakin Zein juga masih memendam perasaan pada mantan istrinya. Setiap kali ia bertanya tentang masa lalu, Zein selalu menjawab dengan wajah penuh penyesalan. "Bibi temani, ya!" "Tapi bibi masih kenyang.""Nggak, Bi. Saya tahu Bibi selalu makan menunggu saya. Iya, kan?" Bi Sumi mengulas senyum. Baru beberapa suap, Ema merasakan perutnya penuh. Mual pun menghinggapi. "Bu Ema, kenapa? Perutnya nggak enak?" Makanan yang masuk ke perut pun keluar." "Maaf merepotkan bibi." "Nggak, ini sudah kewajiban bibi." "Tolong bibi panggilkan dokter Syifa saja. Apa obatnya membuat saya alergi?" "Dokter yang baru itu?" "Iya, Bi. Amb
Read more
Bab 11A
Bab 11A"Fa, aku..." Ucapan Zein mampu menenggelamkan sejenak logika Syifa. Ia hanya berdiri mematung tanpa perlawanan. Aroma parfum Zein masih sama. Menghipnotis otaknya hingga mata ingin memejam, hidung ingin menghirup rakus wanginya. "Ze..." Syifa mengerang frustasi saat sepasang tangan menyentuh bahunya. Beruntung, kesadarannya segera kembali. "Pak Zein, saya harus segera pulang." Tenggorokan Syifa terasa tercekat. Ia mengucapkan kalimat itu dengan susah payah, setelah mengingat Ema istri Zein sedang sakit. "Maaf, Fa. Aku nggak bermaksud...." "Cukup. Sebaiknya Anda mempedulikan kondisi istri. Mbak Ema butuh didampingi. Jangan menjadi suami yang tidak bertanggung jawab dengan mempermainkannya," ucap tegas Syifa. Seketika Zein memasang wajah kaku, disertai senyumnya yang perlahan memudar. Syifa hanya meneguk ludah susah payah. "Saya tahu yang terbaik untuk istri saya. Terima kasih dokter sudah mengobatinya." "Sama-sama, Pak Zein. Saya permisi dulu." "Oya, Dok. Apa laki-laki
Read more
Bab 11B
Bab 11B"Maafkan aku, Ma. Aku menyesal meninggalkanmu hingga kamu sakit sendirian," kilah Zein. Ia tidak ingin Ema khawatir tentang dirinya yang gusar ketemu mantan dan putrinya. Pun rasa cemburu yang tiba-tiba menghinggapi akibat ucapan putrinya tentang ayah baru. "Aku ke klinik dulu. Biar Bi Sumi menemanimu." Zein memanggil Bi Sumi supaya menemani Ema di kamar. Dengan langkah gontai, Zein menuju klinik mantan istrinya. "Assalamu'alaikum," Zein menyapa perempuan muda yang duduk di meja depan. Sepertinya perawat, pikirnya. Benar saja, ada May yang berjaga setiap malam. Sebab ia sudah kembali bersama Irsyad setelah mengantar Alea jalan-jalan. Setiap malam memang Syifa beristirahat dan bercengkerama dengan putrinya. Kini ada Irsyad dan May yang menggantikan jaga klinik. "Apa keluhan Anda, Pak?" Zein masih terpaku mengingat obrolan terakhirnya dengan Syifa. Jantungnya mulai berdetak tidak normal. Ia memikirkan apa yang terjadi jika sampai bertemu dengan laki-laki muda tadi siang. "
Read more
Bab 12A
Bab 12Reflek Syifa membulatkan matanya, kedua tangan masih memegang jarum dan benang saat mengobati Zein. Ia hanya mematung di tempat. "Fa, aku masih mencintaimu." Syifa menyudahi acara menjahit luka Zein dengan sedikit menyentak. Alhasil, laki-laki berparas oriental itu memekik. "Ough. Bisa pelan nggak, sih?" "Tidak seharusnya pasien ngelunjak. Diam dan tunggu dokter melayani dengan baik," omel Syifa membuat Zein menarik kedua sudut bibirnya. "Anda sudah punya istri. Jangan gunakan kemampuan berlebih Anda hanya untuk merayu saya," lagi Syifa mengucap dengan sedikit mendengkus. Zein tidak menimpali karena bisa dipastikan adu mulut terjadi di ruang periksa. Ia tidak mau dicap buruk penghuni rumah yang lain terutama putrinya sendiri. "Fa, kapan kamu bisa mempertemukanku dengan Alea?" mohon Zein dengan suara lirih. Syifa tersentak, nuraninya berkata lain. Kalau biasanya ia menilai Zein kejam karena telah meninggalkannya. Saat ini ia melirik sekilas wajah mantan suaminya terlihat s
Read more
Bab 12B
Bab 12B"Mbak Syifa. Mbak!" seru May sambil melambaikan tangan di depan wajah. Sontak saja Syifa terkesiap. "Ya, May." "Ada apa? Pasien tadi?" "Dia suami pasien yang baru selesai operasi pengangkatan tumor payud*r*, May. Rumahnya dekat sini. Jadi, perawatan lanjutannya memilih yang dekat supaya tidak antre di rumah sakit," terang Syifa. May melihat ada perubahan raut wajah kakak angkatnya. Namun, ia hanya menyimpan dalam hati. Paling nanti ia akan menanyakan pada Irsyad yang lebih dekat dengan kakak angkatnya. "Sudah diberesi semua, May?" "Iya, Mbak. Pintu juga sudah saya kunci." "Ya sudah. Mbak mau ke kamar Alea dulu ya." Jam menunjukkan pukul 8 malam. Syifa menuju kamar Alea. Terdengar suara canda tawa bergantian. Suara Irsyad dan Alea. Seulas senyum pun terbit di bibir Syifa. "Eh, ada Mama, Om." "Iya, kalau begitu. Om balik ke kamar dulu, ya, Al." "Iya, Om. Makasih sudah temenin Al mewarnai." "Iya, Sayang." "Makasih, ya, Syad." Wajah Syifa terlihat tidak bersemangat memb
Read more
Bab 13A
Bab 13A"Al bilang sama tante dan Om yang periksa ke sini." "Kapan?" "Tadi siang?" "Hah. Tante yang pakai kursi roda?" Alea mengangguk lemah. "Astaghfirullah. Pantas saja, sikap Ze seperti itu." Syifa membacakan cerita sampai Al tertidur pulas. Ia mengecup kening putrinya lama. Sebait doa ia langitkan untuk kebahagiaan putrinya. Kalau di dunia ini ada mantan istri atau mantan suami. Namun, tidak dengan anak. Perpisahan tidak membuat status Alea mantan anak Ze, pikirnya. Syifa melangkah keluar kamar lalu menuju teras belakang rumah. Ia duduk sembari menatap langi yang berhiaskan purnama. Sebagian tertutup awan. Namun sinarnya masih juga terang. "Jika Ze masih sendiri, mungkin akan terasa mudah mempertemukan keduanya. Tapi Ze sudah menikah, sedangkan aku masih sendiri. Terlihat menyedihkan." Syifa menyeruput kopi yang baru saja dibuatnya. Setitik cairan bening itu lolos dari pelupuk matanya. Sementara itu, di meja makan Irsyad menunggu Syifa karena hanya May yang tadi makan mal
Read more
Bab 13B
Bab 13B "Dia kembali. Dia datang lagi, Syad." "Siapa yang kembali, Fa? Siapa yang datang? "Mantan suamiku." "Apa?! Kapan? Di mana? Apa perlu aku menghajarnya? Atau memakinya jika dia mengganggumu." Irsyad begitu menggebu berucap membuat Syifa membelalak. "Jangan, Syad! Kamu mau ditangkap polisi lalu dipenjara?" "Apapun demi kamu, Fa. Aku siap menjadi garda terdepan." "Memangnya mau perang?" celetuk Syifa nggak kira-kira. Padahal Irsyad sudah memasang wajah serius. "Jadi, di mana orangnya, Fa?" "Tadi yang kamu obatin?" lirih Syifa sambil memasang raut was-was. Sebab wajah Irsyad masih terlihat serius. "What?! Laki-laki tadi? Bukannya dia yang datang dengan wanita memakai kurai roda?" Syifa mengangguk lemah. Ia menenggelamkan kembali kepalanya ke meja. Sambil memiringkan kepala, Syufa menarik napas panjang. "Dia kembali di hadapanku. Tepatnya di kota tempat kami dulu memadu janji. Kota ini adalah tempat bersejarah bagi kami. Aku tidak menyangka dia juga berada di sini, Syad."
Read more
Bab 14A
Akhir pekan tiba, Zein sudah membuat janji bertemu dengan Alea. Syifa meminta Zein untuk menjemput di sekolah fullday anak itu. "Syad, May. Tolong jaga klinik ya! Mbak yang jemput Al sekalian ajak beli es krim." Seulas senyum tersungging di wajah Syifa membuat Irsyad curiga. "Ya, Fa.""Siap, Mbak." Keduanya menjawab hampir bersamaan. Syifa melangkah menuju mobilnya dengan Irsyad mengekor di belakang. "Mau jalan-jalan sama, Al?" "Iya, Syad." "Ke mall?" tanya Irsyad dengan wajah sedikit khawatir. Tidak biasa Syifa menyempatkan jalan-jalan berdua. Biasanya, ia mengajak May atau meminta Irsyad yang menyetir. "Bukan. Kamu nggak usah khawatir. Al butuh ditemani mamanya lebih lama, kan? Aku berusaha mengurangi kesibukan sendiri dan memberikan waktu lebih untuknya." Syifa berusaha bicara normal dengan Irsyad. Mengingat kejadian semalam yang membuatnya malu bukan kepalang. Bagaimana posisinya dengan Irsyad lagi-lagi begitu dekat. Hingga membuat kecanggungan muncul sesaat. Beruntung log
Read more
Bab 14B
Bab 14B Di perjalanan, Syifa terkejut saat mendapat panggilan dari sekolah Alea. Pasalnya anak itu sudah sejam yang lalu menunggu jemputan. "Astaghfirullah. Alea, mama minta maaf ya. Mama terlambat jemput." Sampai di sekolah, Syifa mencoba membujuk Alea. Wajah anak itu sudah cemberut karena teman-temannya semua sudah pada pulang. "Ayo, kita jalan-jalan beli es krim." Mendengar kata es krim wajah Alea sontak berbinar. "Beneran, Ma?" Alea menatap wajah mamanya yang mengedipkan mata. "Hore, makan es krim! Ustadzah, Alea mau makan es krim sama mama." "Iya, Sayang. Jangan banyak-banyak nanti giginya bolong." "Kan habis itu gosok gigi, Us." "Ish, anak pintar. Ya sudah hati-hati ya. Selamat jalan-jalan sama mama." "Maaf, ya, Us. Tadi harusnya papa Alea yang jemput. Tapi nggak tahu, ada rapat mendadak sepertinya," ungkap Syifa dengan alasan yang ia buat sendiri. Pasalnya Zein sama sekali tidak mengabarinya kalau belum jadi menjemput Al. "Ze, kenapa kamu nggak ngabari aku kalau ngg
Read more
PREV
1
...
910111213
...
21
DMCA.com Protection Status