Semua Bab Menjadi Ibu Untuk Anakku: Bab 81 - Bab 90
109 Bab
77. Hasil Test DNA
“Kau datang?” Suara Alicia menyambut kedatangan Megan yang baru saja menyeberangi ruang tamu dan hendak naik ke lantai dua. Wajah Megan berputar, menemukan Alicia yang keluar dari kamar wanita itu dan berjalan mendekat. Senyum wanita itu benar-benar licik. Membuat Megan semakin muak. “Ya, ini rumah suamiku.” Megan menekan kata suamiku dengan sejelas mungkin. Tak peduli jika terdengar berlebihan. “Rumahku. Aku bisa datang dan pergi sesukaku. Tanpa perlu meminta ijin padamu, kan?” Alicia mendengus. “Seperti yang kau lakukan pada hidup Mikail dan Kiano, begitu?” Raut Megan membeku, kedua tangannya segera terkepal. Senyum licik Alicia benar-benar membuatnya mual. Tetapi ia segera menekan gelombang kemarahan yang datang karena kalimat itu. Ia tahu ini yang diinginkan oleh Alicia. Wanita itu sengaja menggunakan kelemahan itu untuk mengusiknya. Dan ia tak akan memberikan keinginan wanita itu dengan mudah. Kepalan tangan Megan perlahan melonggar. “Tutup saja mulutmu, Alicia. Kau tak tahu a
Baca selengkapnya
78. Darah Dagingku
Mikail masih membeku. Jadi adiknya itu juga memberikan hasil tes DNA yang asli kepada Megan. Tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang diletakkan Marcel di meja. Sejenak ia mencerna kalimat Marcel yang mencemooh kepercayaan Megan padanya, kemudian pandangannya bergerah ke wajah Marcel. “Aku tak tahu apa yang kau katakan, Marcel.” Mikail nyaris tak menggerakkan bibirnya. “Oh ayolah, Mikail. Kau tahu hasil yang kau berikan pada Megan adalah sebuah kebohongan. Dan kau mungkin bisa membodohi Megan, tapi denganku? Kau tahu itu adalah sebuah kekonyolan.” Mikail terdiam. “Sejak kau tahu Kiano bukan darah dagingmu, kau tahu dengan pasti milik siapa anak itu. Ya, Mikail tahu itu. Ia sendiri dibuat terkejut dengan hasil tes tersebut yang meruntuhkan segala kepercayaan dirinya sendiri. Mikail tak mengatakan apa pun. Saat ia mengetahui hasil tes sampel miliknya dan Kiano yang tidak cocok, ia sudah tahu kalau Kiano adalah darah daging Marcel. Fakta itu menamparnya keras-keras. Semua bena
Baca selengkapnya
79. Jadikan Selingkuhanmu
Begitu mobil Megan memasuki area parkir di halaman depan restoran yang dikirim Nicholas, pandangan wanita itu langsung menemukan keberadaan pria itu di teras restoran. Berdiri menunggu dengan kruk yang terselip di ketiak. Pria itu tentu saja mencuri perhatian beberapa pengunjung restoran, yang sebagian besar berbisik-bisik setelah menatap Nicholas, dan lebih banyak yang menatap kagum ketampanan pria itu. Rasanya tak ada tempat bagi Nicholas selain menjadi pusat perhatian. Megan turun dan menghampiri Nicholas dengan langkah yang tidak terlalu tergesa juga tidak melambat. “Kenapa kau tidak menunggu di dalam, Nicholas?” Nicholas tersenyum. “Aku hanya ingin melihatmu datang.” Megan memilih tak menanggapi. “Kita masuk sekarang?” Megan mengangguk singkat. Nicholas memiringkan tubuhnya dan mempersilahkan Megan dengan salah satu lengannya. Megan berjalan lebih dulu. Saat wanita itu melintasinya, tiba-tiba senyum Nicholas membeku. Keningnya berkerut akan aroma tubuh Megan yang tidak sep
Baca selengkapnya
80. Marcel Menyelamatkan Kiano
Marcel menarik tubuhnya ke belakang, menjauh dari tubuh Megan yang masih menempel di pintu mobil. Wanita itu tetap membeku selama beberapa saat. Megan masih tenggelam dalam ketercengangannya ketika telapak tangannya yang terlunglai diambil oleh Marcel dan meletakkan kunci mobil di telapak tangannya. Tangan Marcel bergerak menyentuh helaian rambut Megan, tetapi wanita itu beringsut menjauh. Membuat tangan Marcel melayang di samping wajah Megan. Marcel tersenyum miris, kemudian berkata, “Pulanglah.” Megan tak mengatakan apa pun. Marcel berjalan meninggalkannya. Menuju mobil pria itu yang terparkir tak jauh dari mobilnya. Melaju menuju jalanan. Butuh waktu lebih dari lima menit bagi Megan untuk menelaah apa yang baru saja terjadi dan masuk ke dalam mobil. Duduk di balik kemudi dan mulai meninggalkan halaman restoran. Sepanjang perjalanan, Megan tak berhenti memikirkan kata-kata Marcel yang bahkan lebih memengaruhinya ketimbang perbuatan berengsek pria itu di masa lalu. Megan menggel
Baca selengkapnya
81. Bukan Kecelakaan
Mikail membungkuk, mengambil Kiano dalam pelukan Megan dan menggendongnya. “Apa kau baik-baik saja?” Mikail memeriksa seluruh tubuh Kiano dengan seksama. Melepaskan pelampung yang kempes dari kedua lengan putranya dan melemparnya ke lantai. Kiano mengangguk pelan, kemudian menoleh ke arah Megan yang masih bersimpuh di pinggiran kolam. Menahan genangan air mata yang memanas di kedua kelopak matanya. “Mama?” Mikail menatap tajam ke arah Megan, pandangan keduanya bertemu dan kemurkaan di wajah Mikail benar-benar tak tertahankan. Kemudian pria itu membawa Kiano masuk ke dalam rumah dan berteriak pada pelayan untuk menghubungi dokter dengan segera. Megan menggigit bibir bagian dalamnya, air matanya kembali menggenang. Ia benar-benar tak berani menatap kekecewaan di mata Mikail untuknya. Bangkit berdiri, Megan hendak menyusul Mikail ke dalam. Memastikan putranya masih baik-baik saja. “Megan?” Marcel menahan pundak Megan. Pandangannya turun ke bawah dan ia berjongkok di depan kaki wanit
Baca selengkapnya
82. Kekesalan Megan
Mikail membanting tubuhnya di sofa dan mengerang dalam hati. Kesepuluh jemarinya tenggelam di helaian rambut kepala dan ia menggenggamnya dengan kuat. Hubungannya dan Megan baru saja membaik. Kenapa ia harus melakukan kesalahan setolol ini karena emosi dan kecemburuannya? “Tuan?” Suara panik pelayan yang baru muncul membuat Mikail mengangkat kepalanya. “Ada apa?” “Nona, Nona Alicia jatuh di kamar mandi.” “Apa?” Mikail melompat berdiri dan langsung berlari ke kamar Alicia. Ia benar-benar dikejutkan dengan tubuh Alicia yang berbaring di lantai kamar mandi di tengah darah yang menggenang di lantai. Mikail seketika menggendong Alicia dan menyuruh pelayan untuk memberitahu sopir. Membawa Alicia ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, Alicia segera mendapatkan penanganan yang tepat di ruang operasi selama satu jam lebih. Janin dalam kandungan wanita itu baik-baik saja. Mikail bernapas pun dengan lega. Baru saja Kiano selamat dari bahaya, dan sekarang janin dalam kandungan Alicia pun ik
Baca selengkapnya
83. Terima Kasih Untuk Marcel
Mikail benar-benar tak bisa memejamkan matanya. Sudah satu jam yang lalu tubuhnya hanya berguling ke sana kemari di ranjang yang luas. Terlalu luas untuk dirinya sendiri. Dan ia membenci kesendirian ini. Mengerang dalam hati karena sendirian di tempat ini dan tidak ada Megan Sialan. Betapa keberadaan Megan telah memengaruhinya sedalam ini. Seharusnya ia yang marah pada Megan karena kelalaian wanita itu menjaga Kiano. Tapi lihatlah sekarang, kemarahan Megan lebih besar dan sekali lagi ia menyumpah dalam hati akan kata-katanya yang dingin dan kasar pada wanita itu. Sungguh, ia sama sekali tak bermaksud membela Alicia dibandingkan Megan. Dan berapa kalipun penyesalan tersebut, ia telah melukai kepercayaan Megan terhadapnya. Kata Marcel kembali membelah dadanya. Mengena tepat di dadanya. Mungkinkah perhatiannya pada Alicia memang berlebihan? Ia tak pernah memperkirakan perhatiannya terhadap Alicia akan memberikan dampak sedalam ini pada Megan. Kehamilan Megan di masa lalu tak hanya meni
Baca selengkapnya
84. Tak Ada Bukti
“Apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki kesalahanku?” Mikail mendorong pintu kamar mandi terbuka. Sedikit lebih keras hingga membuat Megan yang hendak membuka pakaiannya tersentak kaget. Kembali mengancingkan piyama tidurnya. “Aku masih di kamar mandi, Mikail,” delik Megan dengan kesal. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Kita perlu bicara.” Mikail maju satu langkah mendekat. Megan mundur samblil berbalik dan menjawab dengan dingin, “Aku sedang tak ingin bicara. Terutama denganmu.” Megan sengaja menekan kalimat terakhirnya. “Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu tidak marah kepadaku lagi?” “Tidak ada. Keluarlah,” usir Megan. Menatap pria itu dari pundaknya. Mikail menghela napasnya panjang, menatap punggung Megan dan suara mulai melunak ketika berucap lagi. “Maaf. Maafkan aku, Megan.” Raut Megan membeku, mendengarkan kalimat Mikail yang diselimuti kesungguhan. Mikail maju satu langkah lagi. “Maaf aku tidak memercayaimu, Megan.” “Apakah itu berarti kau percaya kalau Alicia
Baca selengkapnya
85. Perawat Untuk Alicia
Alicia turun dari mobil dengan raut kecewa yang begitu jelas karena Mikail tidak menjemputnya ke rumah sakit. Yang ia yakin ada hubungannya dengan Megan. Kakinya dihentakkan ke lantai dengan sedikit kesal. Ketika tiba-tiba seorang wanita datang menghampirinya. “Siapa kau?” Alicia terheran melihat wanita berseragam perawat yang menyambut kedatangannya. Membantunya turun dari mobil. “Namanya Juli. Perawat yang akan membantu dan memenuhi kebutuhan Anda,” jawab pelayan yang mengambil tas bepergian Alicia. Juli mengangguk, dengan senyum ramahnya. “Apa? Perawat? Aku tidak meminta perawat.” “Tuan Mikail yang mempekerjakannya untuk Anda.” Kerutan di kening Alicia semakin dalam. “Di mana Mikail sekarang?” “Tuan, nyonya, dan tuan Kiano sedang pergi.” “Ke mana?” Pelayan itu menggeleng. “Beliau tidak mengatakan apa pun.” “Tentu saja sedang berlibur.” Suara menjengkelkan Marcel mengambil alih jawaban untuk Alicia. Senyum lebar yang memuakkan terpasang di wajahnya. Melangkah mendekat ke
Baca selengkapnya
86. Membawa Kabur
Megan melangkah dengan terburu, menyeberangi ruang tamu, menuju teras dan terus berjalan ke arah gerbang. Langkahnya terburu, seolah sesuatu bisa saja terjadi dalam satu detik ke depan. Pintu gerbang masih tertutup, tidak ada tanda-tanda akan ada tamu atau siapa pun yang akan masuk. Napasnya terasa sedikit lega begitu sampai di gerbang, pintu masih tertutup. "Nyonya, apakah Anda membutuhkan sesuatu?" Penjaga keamanan muncul dengan sigap dari dalam pos penjagaan. Megan menggeleng, sambil berusaha menormalkan napasnya yang terengah karena buru-buru melangkah. "Aku menunggu seseorang. Jangan katakan pada siapa pun." Penjaga keamanan tersebut tampak terheran, dan sebelum ia mempertanyakan keheranannya lebih lanjut, Megan sudah berjalan melewatinya. Menuju samping gerbang. Tepat ketika Megan menutup pintu kecil yang ada di sudut gerbang tinggi, matanya disilaukan oleh cahaya lampu yang begitu terang. Megan menyipitkan mata, hingga cahaya terang tersebut dipadamkan, barulah Megan bisa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status