All Chapters of Bukan Budak Nafsu Majikan : Chapter 51 - Chapter 60
67 Chapters
51.
Pagi ini gerimis turun, awan masih tebal berwarna keabu-abuan. Seorang wanita tengah berdiri di depan jendela menatap jalanan yang sibuk setiap harinya. Ia bertanya-tanya jika mereka sangat amat beruntung memiliki tujuan. Wanita muda itu mendesah, seolah ada beban berat di dada. Cangkir yang berisi kopi sudah tidak mengepul lagi, ditaruhlah cangkir itu di atas nakas. Beralih dengan cermin yang berada di sudut dekat lukisan, terpantul dirinya yang kurus memakai kemeja over size. Apakah ia bahagia setelah mendapatkan semua ini? Begitu hati kecilnya berpikir.Ia merasa dalam lubuk hatinya tidak benar. Terkadang ia merasa, benar, perasaannya itu mencintai suaminya. Namun terkadang, itu bagian dari ambisinya karena dulu begitu mengagumi. Ternyata, ia masih belum ikhlas seperti luka yang ada di telapak kakinya. Seperti kaca yang sudah pecah dibanting. Lukanya di kaki akan menghilang, namun kaca yang menyakitinya tetap tidak bisa utuh kembali.Wanita itu duduk di depan cermin, pantulannya n
Read more
52.
“Kali ini aku harus berhasil.“Sandra tersenyum di depan cermin, seraya mematut diri jika rambutnya sudah disisir dengan rapi. Wajahnya merona memikirkan jika masakannya kali ini sudah lebih baik dibanding sup buntut yang keasinan. Kebetulan, ayahnya - pak Mukti hari ini akan bertandang ke rumah Juragan Basuki. “Sandra, udah siap belom?“Suara Pak Mukti sudah terdengar. Sandra cepat-cepat ke luar kamar dan menuruni tangga sembari menilik ke arah dapur. Ia membuat cupcake cokelat yang dipastikan tidak terlalu manis. Ia taruh di wadah hati-hati agar hiasan di atas cupcake-nya tidak jatuh atau rusak.“Udah, Pa.“Sandra duduk di samping kemudi, di mana Pak Mukti yang menyetir. Pak Mukti melirik anak gadisnya yang biasanya berpenampilan tomboy kini justru feminim. Memakai rok lipat selutut beserta kemeja berwarna pastel. Diam-diam Pak Mukti tersenyum mengira perjodohan antara putrinya dengan anak rekannya akan berhasil.“Kamu bawa apa, San? Kayaknya penuh banget yang kamu bawa.“Sandra me
Read more
53.
“Alana... ada yang mau ketemu sama kamu.“Sarah melepas pelukannya, Alana menoleh mencari siapa yang datang untuk menemuinya. Melihat dari banyaknya keluarga Hamiz yang datang, di bawah kerlip lampu, ia masih tak mengerti siapa yang akan menemuinya.“Mana, Mah?“ tanya Alana. Seorang lelaki memakai kaos lusuh dengan beberapa robekan mendekat ke Alana. Semakin dekat, wanita itu justru mundur beberapa langkah. Air matanya melesak turun, hatinya sakit. Alana berteriak memanggil nama seorang lelaki di depannya, namun alangkah terkejutnya melihat Hamiz, mertuanya, dan Oma justru tersenyum sesekali tertawa.“Alana... kenapa lama sekali? Bapak selalu nunggu. Kebenaran sebentar lagi datang. Akan ada seseorang yang harus kamu terima kehadirannya. Walaupun dia datang dengan tanya.““Bapaaak, maafin Alana. Maafin Alana, Pak.““Yang, yang. Bangun, Yang. Kamu minum dulu.“ Hamiz mengambil air putih yang selalu ada di atas nakas. Alana terbangun di tengah malam dalam keadaan penuh keringat dan air
Read more
54.
Niko mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil. Tangannya yang lain mencoba mengaktifkan ponsel di mana baru mengisi beberapa persen. Misscalled dari Om-nya dan pesan suara yang berisi suara seolah tengah ketakutan membuat Niko segera menyambar kunci mobil. Tak dihiraukannya pintu yang tak dikunci, ia segera menuju kediaman Om Dewa.Sesampainya di sana, ia lebih terkejut lagi karena jendela Om-nya dalam keadaan terbuka dan tidak ada siapa pun di dalam. Bahkan capcake dari Sandra masih ada di dapur, dengan beberapa gigitan seperti terakhir ia lihat. “Om! Om!“Niko tak hentinya berteriak. Sulit untuk menanyakan perihal apa yang terjadi dengan Om-nya karena jarak rumah Om Dewa dengan para tetangga lumayan berjarak. Rumah Om-nya ini memang sengaja di kawasan perkebunan. Ia hapal betul Om Dewa selalu mengatakan ingin memiliki rumah yang menyatu dengan alam.Dapat dilihat dengan bebungaan yang ditanam di halaman rumah. Siapa pun dapat mengetahui jika si pemilik rumah sangat menghargai t
Read more
55.
Hamiz menyipitkan mata, sejak dirinya selesai dari kamar kecil, ia melihat istrinya tak henti-henti memegang ponsel dengan raut cemas. Mereka berdua tengah melakukan fitting, karena gaun yang dipinta Hamiz juga Alana sudah selesai hari ini. Akan tetapi, yang dilihat Hamiz justru Alana yang tidak semringah. Alana duduk di sofa bulat yang berada di tengah ruangan menghadap cermin besar, masih mengenakan gaun. Hamiz mendekat, mengambil ponsel istrinya, dan melayangkan tatapan sulit diartikan. Yang jelas, ada rasa kesal di sana.“Sayang, bisa minta tolong nggak biar kita fokus dulu? Aku udah ngeluangin waktu, pulang kantor lebih cepat buat fitting,“ kata Hamiz. Tangan kanannya mengacungkan ponsel.“Tapi... Niko,“ sahut Alana. Ia benar-benar khawatir dengan keadaan Niko sekarang. Masih ingat jelas, di saat terpuruknya hanya ada Niko di sampingnya. Bahkan rumah yang ada di desa adalah rumah Niko yang ia beli dengan harga di bawah pasaran- bahkan sebelum itu saja, Niko bilang untuk tidak pe
Read more
56.
Niko mengambil earphone yang masih menyumbat telinganya. Karena sejak tadi dirinya melakukan video call dengan Alana, memang menggunakan earphone. Sandra berdecak sebal ketika melihat Niko mengambil kedua benda itu dari telinga. Ia makan bulat-bulat pizza-nya karena kesal.Niko yang tidak merasakan apa-apa menganggap baik-baik saja. Perutnya pun merasakan lapar, karena sejak kemarin belum terisi apa pun. Ia menatap ke arah televisi, tanpa mengetahui perubahan ekspresi gadis di sampingnya. Bunyi langkah kaki membuat semuanya menoleh ke arah pintu utama. Memang pintu tidak ditutup karena Niko tidak mau ada hal-hal yang akan menjadi fitnah, saat menerima tamu seorang gadis begini di rumah. Agar tetangganya dapat melihat, atau siapa saja yang datang.Namun kali ini, Niko justru kedatangan tamu yang sama sekali tidak ia harapkan untuk datang. Selera makannya hilang entah ke mana. Pizza ia letakkan asal di atas meja. “Om seneng kalo Sandra menerima perjodohan ini,“ celetuk Juragan Basuki.
Read more
57.
Seorang lelaki termenung di danau sembari sesekali melempar batu. Rahangnya mengeras, sorot matanya tajam. Beberapa kali ia mengusap air mata yang jatuh. Pohon Angsana yang menjadi saksi bagaimana perihnya seseorang dalam bertaruh hidup ke kematian membuatnya menjerit hingga menimbulkan gema yang panjang.Lelaki itu menutupi wajah. Bayangan tawa dan sorot mata penuh kasih tetap tak mau enyah dari kepala. Rasa rindu, kesal, dendam, bercampur menjadi satu. Orang yang selama ini membantunya hingga sebesar sekarang, telah tiada dengan cara sangat mengenaskan dan yang sangat membuatnya terpukul ialah, ia curiga dengan ayah kandungnya.Suara ranting terdengar. Niko menoleh ke belakang, ternyata Sandra. Hari mulai petang, akan tetapi gadis itu dengan berani ke tempat ini. Sandra mengusap punggung Niko, tidak keberatan jika bahunya dipakai untuk bersandar oleh lelaki itu. Ia paham, hati Niko sesakit apa. "Nggak pa-pa," ucap Sandra. Gadis itu mengarahkan kepala Niko agar bersandar di pundakn
Read more
58.
Pagi-pagi sekali, Alana sudah bangun, duduk di depan meja makan dengan susu hangat di depannya. Matanya bengkak karena nangis semalaman. Hamiz memasak omelette sambil memandangi istrinya yang nampak kacau. Ia tidak ingin ikut-ikutan dalam masalah istrinya dengan Sandra karena berpikir itu masalah seorang wanita. "Kenapa Sandra tiba-tiba kayak gitu ya, Yang?"Hamiz berdeham, tangannya menggoyangkan teflon berisi telur. "Dia cemburu, Honey. Kamu kan deket banget sama Niko, sedangkan aku liat semalam kamu biarin Sandra sendirian di belakang kamu."Mengingat hari kemarin, Alana mengusap wajahnya. "Tapi kan aku sama Niko emang sedekat itu, Yang. Kita nggak ada hubungan apa-apa yang harus dicurigai. Niko pun tau itu."Hamiz pun cemburu, tapi ia tidak bisa berbuat banyak karena Alana selalu berlindung di kata yang sama. Hamiz memilih mengedikkan bahu dan melanjutkan membuat omelette. Tidak ada apa-apa di kulkas selain susu dan telur, karena sepulangnya kemarin tidak membawa apa-apa atau bah
Read more
59.
Sapuan dari angin membuat rambut yang baru saja dicurly berterbangan ke samping. Tangan seorang wanita cantik memegang garpu nampak murung sambil melahap pancake dengan selai apel. Pancake yang ia acak-acak itu membuat kening lelaki di depannya menghela napas. "Dania, bukannya kata kamu tujuanmu udah dekat? Kenapa lagi?" Jack meneguk espresso dalam dua kali teguk. Rasa pahitnya ia anggap sebagai hidupnya yang tetap ia nikmati."Mami, Leo nggak mau jauh lagi dari mami," keluh Leo sambil memeluk lengan Dania. Ia seolah meminta pelukan dari ibu kandungnya yang tetap cuek.Dania hanya mendengkus membuat Leo memasang wajah cemberut ke arah Jack. Tangan Leo saja sampai Dania singkirkan agar tidak bergelayut di sana. Seolah risih dengan perlakuan anak sulungnya."Sini, Leo, sama Papa." Jack memangku anak sulungnya dan menyuapkan sosis ke mulutnya. Kesedihan tetap belum hilang dari wajah Leo.Meski tinggal satu atap, tapi baru hari ini Jack bisa mengajak Dania keluar itu pun karena Leo mema
Read more
60.
Bunyi klakson yang tak henti ditekan sejak 15 menit yang lalu tetap tak membuat Dania bergerak dari tempatnya berdiri. Ia membuat jalanan macet karena menyebrangi jalan dengan langkah yang lambat. Kakinya yang jenjang seharusnya bisa memangkas jarak langkah, akan tetapi hatinya yang gundah membuatnya seolah hilang tujuan."Cantik-cantik budek! Minggir, woy! Lo kalo mau cari mati jangan ngerugiin orang!" pekik pengendara mobil.Dania tetap tak mengindahkan teriakan itu. Ia sampai di sebuah taman yang memang ada tak jauh dari mall yang ia singgahi tadi. Wanita berkulit putih seputih porselen itu duduk di kursi yang menghadap ke jalanan. Orang-orang memandang iba, terlebih setelah video pertengkaran yang terjadi di dalam pusat perbelanjaan itu sudah viral. Pandangan iba dan geram menjadi satu. Beberapa ibu-ibu dan anak muda yang melihat aksi Dania mencium Hamiz dengan tiba-tiba membuat orang-orang itu geram. Ada juga yang merasa sedih saat kata-kata Alana yang diucapkan seolah paham deng
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status