Semua Bab Bukan Budak Nafsu Majikan : Bab 11 - Bab 20
67 Bab
11.
Tiga hari setelah perawatan, wajahku mulai terlihat berbeda. Aku tersenyum di depan cermin dan berjanji akan memperlakukan diriku dengan lebih baik lagi. Intinya, aku akan galau dalam keadaan cantik. Coba, sudah muka kusut terus galau? Tidak. Aku harus ikut mengimbangi permainan Tuan Hamiz.Ngomong-ngomong soal Tuan Hamiz. Tiga hari lalu saat aku menyatakan perasaan tak resmiku, Tuan Hamiz menjadi aneh. Tidak seperti biasanya yang langsung marah-marah atau menggodaku. Mungkin Tuan Hamiz memang marah karena saldonya berkurang banyak dalam waktu sehari.Kemarin-kemarin, kusengaja melingkarkan tangan di leher Tuan Hamiz. Membisikkan sesuatu di telinganya agar lebih jelas didengar.”Tuan, cintaku bisa slow kalau Tuan mau. Tapi kalo Tuan maksa dicintai secara ugal-ugalan, aku mau saja,” kataku.Ya, sebenarnya aku tidak ingin centil begitu karena jantungku saja seolah berhenti saat bersitatap dengan wajah Tuan Hamiz. ”Baiklah. Cintai aku secara ugal-ugalan, ya, Alana,” sahut Tuan Hamiz.Se
Baca selengkapnya
12.
Perutku terasa sangat penuh, tapi Tuan Hamiz terus saja menyuapi mulutku dengan daging sapi slice yang sudah direbus ke dalam kuah kaldu. Aku sudah menghabiskan beberapa jajanan yang Tuan Hamiz bawa ke mari. Kini bagian terakhir aku sedang menikmati shabu-shabu. ”Ini daging terakhir.” Tuan Hamiz menodongkan sumpit beserta daging. Aku menggeleng, melihat daging-daging ini mendadak mual. ”Kenyang, Mas. Kenyang sampe mual.” Bahkan menjawab saja sudah tidak berdaya.Tuan Hamiz tertawa dan mencubit pipiku yang kanan kirinya masih penuh makanan. Lambungku seolah menjerit karena kekenyangan. Ibu melihat kami sambil tersenyum senang. ”Ya udah, ini diminum.” Tuan Hamiz memberikanku ocha dingin. Makanan di mulutku akhirnya mendarat di lambung. Mungkin untuk beberapa hari ke depan aku harus hibernasi karena lambungku sudah penuh. ”Kamu mau nggak aku ajak ke suatu tempat?” tawar Tuan Hamiz.”Aku kayaknya udah susah jalan deh, Mas. Kenyang banget aku.” Wajahku mengiba.Tuan Hamiz mengacak ramb
Baca selengkapnya
13.
Sedari tadi malam, aku belum ke luar kamar. Tuan Hamiz pun belum kembali sejak semalam. Aku tidak tahu juga Tuan Hamiz pergi untuk apa dan tidak mau tahu juga. Hanya saja, saat Dania semalam ke mari dan menjambak rambutku. Kulihat Tuan Hamiz langsung menarik Dania dan pergi dengan mobil Dania. Tuan Hamiz tidak mengirimkan pesan. Mungkin sekarang ia tengah menikmati dunianya bersama Dania. Lagi pula, yang Tuan cintai pun adalah Dania, bukan aku. Memikirkan semuanya membuatku lapar, padahal aku kira aku sudah punya cadangan makanan. Kubuka pintu setelah semalaman suntuk di dalam. Ibu yang lagi duduk di sofa langsung menghampiriku. ”Hamiz nggak ngomong apa-apa?” tanya ibu. Aku terus melewati ibu menuju dapur hendak membuat susu dan sereal. Ibu ikut mengekor. Sejak di sini aku pun melihat sisi yang lain dari ibu. Ia menikmati semua ini. Mataku menatapnya melalui ekor mata. Wajah ibu cemas.”Nggak, Bu.””Makanya, kamu harus bisa bikin Hamiz betah di rumah. Kalo diapa-apain itu mau! Jan
Baca selengkapnya
14.
Malam ini Tuan Hamiz tidak tidur dengan nyenyak. Beberapa kali Tuan Hamiz terbangun lalu menyelimutiku dan memeluk lagi. Saat pelukannya mulai renggang, ia akan terbangun dan mendekat padaku. Sepanjang malam, peluh dari dahi Tuan Hamiz keluar. Ia pun mengigau-- hampir sesekali merintih. Tuan, sebesar itukah pengaruhku pada dirimu?Aku tidak ingin kita saling membenci jika saatnya perpisahan nanti. Bencilah saat takdir tidak mempertemukan kita saat kita berdua tidak memiliki beban di pundak seperti sekarang. Agaknya semesta pun menguji hubunganmu dengan menghadirkan aku, lalu janin yang kian berkembang ini.Jam terus berdetak angkuh tanpa mengindahkan inginku agar lebih lama denganmu. Waktu itu teramat angkuh, Hamizku Sayang. Waktu terus bergulir dan tidak mau menunggu. Posisiku yang sedang berada di ujung tanduk. Bahkan aku masih membuka mata meski hampir subuh, otakku belum menemukan solusi terbaik untuk kita berdua.Egoiskah aku?Bertanya-tanya, aku mempertanyakan kebenaran tentang
Baca selengkapnya
15.
PoV Tuan HamizSaat waktu sialan itu, aku pulang dari club dengan keadaan pusing yang luar biasa. Aku diantar oleh Raka dan Kino. Mereka masih kudengar jelas tertawa kala mengantar sampai teras rumah. Aku masih ingat saat itu, Alana yang membuka pintu dan memapahku ke kamar. Namun belum pula sampai, Raka memanggilnya sedangkan Kino yang beralih membawaku ke dalam.”Mbak, bawain air putih buat Hamiz, ya,” titah Raka saat itu.Air putih itu dibawa ke dalam oleh Alana dan Raka menyuruhku minum setelah Alana pergi. Mulanya hanya rasa pening akibat minum terlalu banyak. Namun ketika air bening itu kuminum, ada rasa yang menjalar di seluruh tubuh. Tubuhku seolah kebas dan panas. ”Mbak! Mbak!” Aku tidak ingat suara siapa yang memanggil Alana, yang jelas teman-temanku yang memanggilnya. Alana tergopoh ke kamar dan mulai membuka sepatuku. ”Mbak, Hamiz muntahin celana, tolong bantu saya bersihin, dia pake celana pendek kok,” ujar temanku. Telingaku masih waras mendengarnya.Cengengesan kedu
Baca selengkapnya
16.
Akhirnya pernikahan berlangsung juga di rumah. Tidak ada hiasan bunga-bunga untuk memeriahkan, bahkan Alana hanya memakai baju lusuh dan kerudung segi empat. Hanya disaksikan Paman dan keluarga yang ada di rumah, juga beberapa keponakan saja. Tidak ada yang memberikan ucapan selamat menempuh hidup baru selayaknya orang menikah pada umumnya. Alana menjabat tanganku dan mencium punggung tangan. Ada getar berbeda ketika ia melakukan itu-- seolah beban yang tadinya tidak ada dan tak terlihat kini justru beralih ke pundak.Bahkan untuk mahar pernikahan, Alana hanya kuberi uang sebanyak tiga ratus ribu. Sepanjang kami berdua akan menikah, Alana tidak menegur atau bahkan tersenyum. Tidak ada raut berseri dari wajahnya. Bahkan sepanjang ijab qobul diucapkan, Alana hanya diam meski tidak menangis. Gadis seperti apa yang ada di sampingku ini yang telah kurusak, Tuhan? Segini jahatnya, kah, aku? Bukankah di zaman sekarang, hal seperti ini sudah termasuk lumrah?Semua kerabat sudah pulang, kini
Baca selengkapnya
17.
Aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju terminal bus terdekat. Namun tinggal sedikit lagi perjalanan, aku harus berhenti karena lampu merah. Ini sudah setengah jam yang lalu dan aku mulai berpikir-- bagaimana jika Alana sudah berangkat?Kutancap pedal gas saat lampu merah berubah hijau. Membunyikan klakson melengking pada mobil-mobil yang ada di depanku. Tak kupedulikan mereka yang emosi mendengar klakson. Setidaknya aku harus sampai ke Alana lebih cepat. Aku mungkin sudah kehabisan waktu.Terminal bus sudah di depan mata. Aku memarkir mobil sembarangan, lalu menaiki satu per satu bus yang ada di sana lalu mencari satu per satu juga dari wajah-wajah penumpang. Sudah tiga bus yang kunaiki, namun Alana tidak ada di ketiga bus itu. Jalanku mulai lunglai, kemudian bersandar pada bus ke empat. Namun senyumku merekah, hatiku lega. Aku melihat gadis yang kucari dan kuyakin itu Alana, hanya dari rambut panjang yang menjuntai saja dapat kupastikan itu memang dia.”Balik ke rumah!”
Baca selengkapnya
18.
”Kamu kenapa, sih, jadi susah dihubungi sekarang?” omel Dania. Kami tengah berada di restoran sashimi, pilihan Dania. ”Aku nggak bisa hubungi kamu se-leluasa dulu, Beb. Sekarang di rumah kan ada Alana sama ibunya, aku nggak enak kalo telfon kamu ada mereka,” jelasku. ”Gimana malem ini? Kamu bisa ikut aku ke hotel buat hadir, kan?”Dania mengurungkan niatnya memasukkan daging salmon ke mulut. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu. ”Ada apa?””Udah dua hari ini mami dirawat di rumah sakit, Sayang. Aku kayaknya nggak bisa.” Kuhela napas. Tidak ada pilihan lain, aku harus mengajak Alana seperti yang Oma bilang. Memang dipikir-pikir, Alana yang harus dikenalkan sebagai istri. Namun, aku tidak yakin, apa Alana pantas dibawa ke acara sebesar itu?”Kolega-kolega mendiang kakekmu bakalan dateng, Hamiz. Oma nggak mau kamu bawa Dania buat dikenalin sebagai menantu Oma,” kata Oma tegas, saat tadi aku mampir ke rumah.”Ngomong-ngomong, kenapa mami dirawat? Apa sakit jantungnya kambuh lagi?” tany
Baca selengkapnya
19.
Menikah? Kupandangi Dania yang masih tersenyum seraya menampilkan deretan giginya yang putih. Ia mengatakan perihal pernikahan selugas itu, seolah itu bukan hal besar. ”Pergi, Dania. Sebentar lagi aku mau meeting.” Alih-alih pergi, Dania justru berdiri dan memegangi dasiku. Ia tersenyum menggodaku. Di kantor memang tahu, jika Dania adalah pacarku. Aku tidak masalah meskipun mereka akan mengetahui jika aku menikahi Alana. Selagi tidak terdengar sampai telingaku.”Kamu ke sini pas makan siang aja, kita makan siang di restoran depan,” ujarku memberi solusi agar Dania mau pergi.Ia justru menggeleng. ”Nggak mau. Aku mau dimakan sama kamu.”Kutinggalkan Dania setelah membawa beberapa berkas. Kutekan telepon kantor yang terhubung langsung ke sekertarisku untuk menyiapkan apa saja untuk meeting.”Baik, Pak Hamiz. Semuanya sudah siap, ya, Pak. 13 menit lagi kita meeting.”Dania bergelayut manja di lenganku, mengedipkan matanya. ”Ayolah, masih ada waktu 13 menit lagi.”Tidak. Aku meninggalka
Baca selengkapnya
20.
Di kantor aku tidak tenang, ingin pulang cepat namun pekerjaan menumpuk. Pikiran yang tidak jernih membuatku banyak menunda pekerjaan. Sudah dua jam aku hanya memelototi laptop. Kuusap wajahku, sepertinya aku membutuhkan kafein agar pikiranku yang berkabut ini sedikit jernih.”Sayang.”Dania tiba-tiba datang tanpa mengetuk pintu. Ia langsung menghujaniku dengan ciuman. Aku hanya diam saja menatap kosong ke depan.”Kamu kenapa, sih? Aku tau.” Dania segera melumat bibirku, kubalas dengan malas. ”Kamu kenapa sih! Aku juga istri kamu! Aku mau kamu sekarang juga!”Kutinggalkan Dania, biar saja dia merengek. Aku sudah pusing menghadapi satu istri, salahku juga yang menambah kepusingan itu sendiri. Aku ke cafe di depan gedung kantor, ternyata Dania pun mengekor. ”Kamu kenapa!”Ini pertanyaan entah ke berapa kali dalam sejam. Aku enggan menjawab. Menjawab pun akan salah kembali. Kopiku datang, kuhirup aromanya yang membuatku tenang. Kemudian menyeruputnya seolah kabut yang memenuhi kepala mu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status