Semua Bab Istri Pelampiasan CEO: Bab 111 - Bab 120
250 Bab
Bab 111 : Maaf Lebih Penting Dari Reputasi
Nic tertawa kecil mendengar tebakan Kala yang lucu. Ia menggeleng sambil mencoba mencari kalimat yang tepat untuk dikatakan ke anak itu. Nic bertekad menjelaskan ke putranya dengan sangat hati-hati. Ia tidak ingin sampai Kala berpikir buruk baik tentangnya, Cloud, maupun Skala."Kala tahu 'kan setiap orangtua pasti ingin anaknya menjadi orang baik?""Tahu, seperti mama dan Papa bilang aku ga boleh nakal, ga boleh bohong sama orang, iya ''kan?"Nic mengangguk, dia bersyukur memiliki anak yang cerdas, sehingga lebih mudah memberi pengertian."Nah ... masalahnya Papa itu nakal dan sudah berbohong ke Opa, Mabibi, Mama dan uncle Rain. Papa dihukum tidak boleh mengajak pulang Mama ke rumah sampai Papa bersikap baik lagi," ucap Nic. Ia memaksakan tersenyum, agar Kala tidak merasa dirinya sedih dan malah membenci keluarga Cloud."Kenapa hukumannya begitu? Kenapa Papa tidak dijewer aja?" Kala mengerutkan dahi. Anak itu bingung mencerna hukuman yang Nic terima, yang Kala tahu hukuman berbohong
Baca selengkapnya
Bab 112 : Pertanyaan Yang Menyakitkan
"Foto-foto yang tersebar dan menimbulkan keributan belakangan ini memang foto kami berdua." Nic tanpa sungkan membeberkan fakta, mengakui secara terang-terangan, tanpa berniat sedikitpun mengelak."Saya dengan sepunuh hati memohon maaf, terlebih ke Kala, istri saya dan keluarganya. " Nic menundukkan kepala, dia berharap Skala bisa melihat ketulusan dan keinginannya untuk memperbaiki semua kekacauan ini.Nic baru saja selesai dengan penjelasannya, tapi para wartawan sudah mencecar dengan banyak pertanyaan. Ia sampai bingung menjawab yang mana. Para pemburu berita itu seperti tidak sabaran dan saling sahut-sahutan."Teman-teman tenang! Kalian bisa bertanya satu persatu." Rio yang sejak tadi berdiri di dekat sang atasan terpaksa buka suara untuk mengkondusifkan suasana. Ia sebenarnya sudah ketar-ketir karena Nic enggan mengajak pengawal ataupun pengacara. Rio berharap situasi kembali terkendali, dia juga kasihan ke Nina yang wajahnya berubah cemas melihat wartawan gaduh setelah mendeng
Baca selengkapnya
Bab 113 : Apa Kamu Juga Akan Mengaku?
Cloud merasa sangat bersalah dan takut saat perbuatannya memesan obat peluruh kandungan itu menjadi konsumsi publik. Sungguh, meski memesannya tapi dia sama sekali tidak meminum obat itu. Bahkan waktu Nic datang ke kantor dan melihatnya hendak meminum obat, sebenarnya obat itu adalah asam folat yang diberikan oleh dokter.Cloud memikirkan masalah ini sampai tidak bisa tidur nyenyak, meski Nic semalam menghubungi dan mereka berbincang untuk beberapa saat.Nic menelepon dan meminta maaf ke Cloud, karena tidak memberitahu kapan akan melakukan konferensi pers."Maaf, aku hanya takut kamu akan cemas kalau diberitahu."Cloud tak menjawab, sejujurnya dia tidak mempermasalahkan hal itu, hanya saja kini Cloud sedang bingung. Ia berpikir haruskah membahas masalah obat peluruh kandungan ke Nic sekarang."Aku minta maaf, kamu mau memaafkan aku 'kan?" Tanya Nic mendapati istrinya diam.Sama seperti Cloud, Nic juga sedang berada di kamar. Mereka sama-sama duduk di tepi ranjang dengan penerangan lam
Baca selengkapnya
Bab 114 : Dia Mendengar, Tapi Berpura-pura
“Mas Kala ngapain? Bibi cari lho, katanya minta sereal.” Suara pembantu yang terdengar dari luar membuat Cloud menoleh, dia terkejut begitu juga dengan Skala dan Bianca. Cloud bergegas mendekat ke pintu. Wajahnya seketika pucat melihat Kala berada di sana. “Kala, kok ada di sini. Memang sudah selesai makannya?” Tanya Cloud menutupi rasa grogi. Ia berharap anak itu tidak mendengar apa yang dia sampaikan ke Skala dan Bianca tadi, jikapun mendengar Cloud berharap Kala tidak paham dengan maksud ucapannya. "Mas Kala minta sereal Non, tadi saya tinggal sebentar dan mas Kala udah ga ada di kursinya." Pembantu rumah tampak merasa bersalah, karena Cloud tadi sudah berpesan agar dia menjaga Kala, dan jangan sampai membiarkan anak itu naik ke lantai atas mencarinya. "Mama sudah selesai bicara sama Opa dan Mabibi?" Tanya Kala. Cloud gelagapan, dia tak bisa langsung menjawab pertanyaan anaknya, sampai Bianca maju kemudian menggandeng Kala untuk kembali turun ke ruang makan. "Sudah! Ini Mabi
Baca selengkapnya
Bab 115 : Menjemput Kala Yang Sakit
“Apa guru Kala menghubungimu?”“Apa dia bilang kalau Kala menangis di kelas?”Cloud yang hampir masuk ke dalam lift seketika menghentikan langkah. Ia tampak menggerakkan bibir untuk menjawab, tak berselang lama pundaknya terlihat longsor. Wanita itu membuang napas panjang, menurunkan ponsel yang menempel di telinga dan mematung cukup lama.“Kala, mendengar perbincanganku dengan opa dan mabibinya pagi tadi. Kemungkinan dia tahu apa yang ingin aku lakukan padanya dulu.”“Biarkan aku yang menjemput Kala, aku akan memberi kabar nanti.”Nic mengingat bercakapannya dengan Cloud beberapa saat yang lalu. Pria itu kini sedang berjalan pelan di koridor sekolah Kala. Ia tampak mencangklong tas anaknya di sebelah pundak. Tangannya menepuk pelan punggung Kala yang ada digendongan. Bocah itu menyandarkan kepala ke pundak Nic dengan wajah sedih.“Apa mama dan Papa tidak sayang aku?” Tanya Kala tiba-tiba.Nic pun menghentikan langkah, sedangkan Kala perlahan mengangkat kepala untuk memandang wajahnya
Baca selengkapnya
Bab 116 : Bertemu Mantan Selingkuhan
"Mama, Papa!"Cloud dan Nic kaget mendengar Kala memanggil, mereka menoleh kemudian buru-buru melepaskan pelukan satu sama lain. Kala bangun, memegang kening dan mengerutkan dahi. Dia memandangi kamar Nina lalu bertanya sedang berada di mana."Ah ... ini kamar onty Nina," ucap Kala bahkan sebelum Cloud atau Nic menjawab.Cloud mengangguk, dia mendekat dan duduk di depan Kala. Diusapnya wajah anak itu masih dengan rasa bersalah yang memenuhi dada."Kala, apa Kala merasa sakit? Coba bilang ke Mama mana yang sakit!" Pinta Cloud lembut.Kala tak segera menjawab. Bocah itu diam sampai Nic ikut duduk di dekatnya lalu membantu Cloud bicara. "Mama dan papa akan selalu ada untuk Kala, kami sangat mencintai Kala. Jadi jangan pernah merasa kalau mama dan Papa tidak sayang dan peduli," tutur Nic. "Saat miss Elly bilang Kala sakit, Papa langsung menjemput di sekolah, sedangkan mama membeli obat agar Kala cepat sembuh. Kami sangat sayang ke Kala, terlepas dari apa yang Kala dengar dan lihat selam
Baca selengkapnya
Bab 117 : Lebih Baik Mati Dari Pada Kehilanganmu
Nic berjalan pelan di belakang Amara. Tentu saja dia juga merasa bersalah ke wanita itu. Seandainya dia tidak memanfaatkan Amara sebagai alat membuat Cloud sakit hati, mungkin mereka masih bisa menjadi teman baik saat ini. Amara menoleh lagi, dia menghentikan langkah untuk menunggu Nic mendekat hingga mereka berdiri saling berhadapan. Amara memulas senyum, dia hendak menyentuh Nic tapi pria itu lebih dulu mundur ke belakang. Amara tentu saja kaget, meski begitu dia mencoba bersikap biasa. Baginya yang memiliki rasa cinta teramat besar ke Nic, melupakan dan membiarkan pria itu kembali ke pelukan Cloud bukanlah perkara mudah."Ra, aku meminta bertemu bukan untuk mengajakmu kembali berhubungan seperti dulu. Aku hanya ingin menanyakan satu hal, apa kamu yang menyebar berita perselingkuhan kita ke media?"Nic bicara dengan nada datar, dia tidak membentak, marah ataupun emosi menghadapi mantan selingkuhannya ini, meski sudah melihat bukti jelas dari Aditya. Bagaimanapun juga Nic tahu dir
Baca selengkapnya
Bab 118 : Korban Keegoisan
Nic dan Aditya terperanjat. Mereka bahkan terdiam karena syok saat melihat seseorang berlari masuk ke air mengejar Amara. Keduanya sadar orang itu pasti ingin mencegah Amara berbuat nekat.“Apa yang kamu lakukan? Apa kamu tidak punya Tuhan? Kenapa ingin bunuh diri?”Amara kaget, dia menoleh lalu menghempaskan tangan Cloud yang sedang memegang lengannya.“Apa pedulimu? Bukankah kamu akan jauh lebih bahagia kalau aku mati?”Melihat sang istri yang berdebat dengan Amara di dalam air membuat Nic tak bisa tinggal diam. Ia berlari masuk ke air, memanggil Cloud untuk meminta wanita itu keluar dari sana.“Aku memang sangat membencimu, tapi aku tidak sejahat itu sampai berharap kamu mati,” balas Cloud.Amara tertawa, dia tak pedul dan kembali memutar badan. Cloud sendiri berusaha mencegah. Namun, tak mereka duga sebuah ombak besar tiba-tiba datang menerjang. Tubuh Aamara terhempas begitu juga dengan Cloud.“Cloud!” Teriak Nic menyadari istrinya tak muncul lagi ke permukaan.Aditya pun terkesia
Baca selengkapnya
Bab 119 : Pembohongan Publik
“Saya akan mengantar Anda pulang.” Aditya bicara ke Amara yang membuang muka. Ia memindai baju wanita itu yang masih tampak menteskan air. “Apa Anda benar tidak mau ganti baju? Anda bisa terserang flu karena memakai pakaian basah.” “Apa pedulimu? Cukup diam! Lakukan saja apa yang Nic perintahkan. Tidak perlu mengajakku bicara!” Amara menjawab ketus tanpa menoleh Aditya. Di pikiran wanita itu saat ini hanya ada bayangan Nic dan Cloud yang tengah bersenang-senang memadu kasih di penginapan. Amara merenung. Ia tak menyangka Cloud akan menyelamatkannya bahkan membahayakan nyawanya sendiri karena hampir terseret ombak tadi. Amara tersenyum miring, mulai membanding-bandingkan dirinya dengan Cloud. Mungkinkah dia tak sebaik wanita itu sampai Nic jatuh hati? Amara menarik napas yang terdengar berat, lalu menghapus pipinya yang basah oleh air mata. Ia tak ingin Aditya nantinya melapor pada Nic atau malah menertawakan kesedihannya. Seperti apa yang dia minta, Aditya benar-benar diam sepan
Baca selengkapnya
Bab 120 : Kelakuan Duo Ayah Dan Anak
Sesaat setelah sampai di rumah Amara, Aditya tanpa bicara keluar dari mobil. Ia tak pamit atau mengucapkan salam ke wanita yang masih duduk tanpa menoleh padanya sepanjang perjalanan itu. Aditya berjalan pelan menjauh dari mobil Amara yang dia parkirkan di depan gerbang. Namun, Aditya seketika menghentikan langkah saat mendengar suara amukan dari seseorang. Ternyata Amara ditarik keluar dari mobil oleh Riswan. Wanita itu dipukul dan ditampar tapi hanya diam. Sedangkan seorang wanita yang Aditya yakini adalah mamanya tampak melerai dan meminta sang suami untuk tidak melakukan itu kepada putri mereka. “Apa kamu sudah gila? Pergi ke mana kamu sampai baru pulang jam segini?” Amara tak menjawab sampai Riswan hampir memukul lagi. Pria itu sudah mengangkat tangan tinggi-tinggi, tapi tiba-tiba sebuah tangan mencekalnya lebih dulu untuk menahan. Riswan terkesiap, begitu juga dengan Amara dan sang mama. Wanita itu tak percaya Aditya berani melakukan itu. “Pak, ini sudah malam. Tidak baik me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
25
DMCA.com Protection Status