All Chapters of PESONA SUAMI TUKANG OJEKKU: Chapter 11 - Chapter 20
93 Chapters
Satu Garis Merah
Kanaya baru saja sampai di depan rumah. Ia heran mengapa terdengar suara orang bercengkrama di dalam rumahnya. Setelah mendekat, ia baru mengenali bahwa itu adalah suara paman dan bibinya. "Assalamualaikum." "Wa alaikumussalam, Aya, baru pulang, Ndhuk? Sini, duduk!" ajak Bu Siti, sang bibi yang tadinya sedang berbicara dengan suaminya dan juga Devan. "Ada apa, Bibi dan Paman tiba-tiba ke sini?" Tanya Kanaya setelah duduk di samping bibinya. "Ini, Bibi hanya memastikan saja katanya kamu ada tanda-tanda hamil, jadi Bibi cepat-cepat kemari. Jadi benar kamu hamil, Ndhuk? Kalau lagi hamil, lebih baik istirahat saja, jangan pergi kuliah dulu. Pasti boleh ijin, kan, kalau memungkinkan harus istirahat?" tanya Bu Siti yang membuat Kanaya kebingungan. "Ha-hamil?" "Iya, Bibi senang sekali mendengarnya." Bu Siti kelihatan begitu bahagia saat berbicara dengan Kanaya. Sementara Kanaya, gadis itu bingung dengan paman dan bibinya yang tiba-tiba datang dan me
Read more
Singa Manja
"Ini negatif?" "Iya, Bi." "Owalah, tapi nggak apa-apa, nanti juga kalau sudah waktunya, pasti diberi kepercayaan sama Gusti Allah." Kanaya hanya mengangguk mengiyakan ucapan bibinya. "Jamu yang dibawa Alin tadi, nanti diminum, ya! Biar tubuhmu semakin sehat, dan juga biar cepat hamil," tambah Bu Siti. "Ah, Bibi. Lagian hamil kan bisa ditunda, nanti-nanti juga bisa." "Eh, nggak boleh gitu! Lihat Bibi, gara-gara nunda hamil terlalu lama, kandungan jadi kering. Akhirnya cuma punya Alin, itu pun saat usia Bibi sudah cukup tua." "Itu, 'kan dulu, Bi. Sekarang jaman sudah modern, apa-apa sudah bisa direncanakan dengan baik." "Jangan ngeyel, Aya. Atau, kamu belum bisa menerima pernikahan ini?" Kanaya hanya diam tanpa menjawab. "Dengarkan Bibi, Ndhuk, kalian sudah menikah dan dia sudah menjadi suamimu. Kamu harus menjadi istri yang baik untuk suamimu. Bibi lihat, Devan lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Pamanmu juga bilang begitu. Malahan,
Read more
Memainkan Drama
"Sudahlah, Lex, jangan seperti ini, tidak enak dilihat orang-orang." "Aku tidak akan bangun sebelum kamu mau memaafkanku dan kita seperti dulu lagi, Ay." Alex berlutut di depan Kanaya dan disaksikan oleh teman-temannya. Tentu saja Kanaya merasa malu dan risih ditatap oleh banyak orang. Terlebih ia melihat Cintia yang menahan amarahnya. "Sudah kubilang aku memaafkanmu, jadi berhenti bersikap seperti ini." "Dan kita bisa jalan, makan, nonton bareng seperti dulu lagi?" tanya Alex dengan mata berbinar. "Maaf, Lex, kalau itu, aku nggak bisa. Kamu tahu bagaimana aku sekarang. Jadi kuharap, kita tetap bisa berteman biasa tanpa berlebihan." "Tidak bisa begitu, Ay, aku ingin kita seperti dulu lagi. Seperti dulu sebelum ada laki-laki itu diantara kita. Lagi pula, namamu belum terdaftar dalam surat nikah dengannya, itu artinya, kamu bukan milik siapa-siapa!" "Alex!" Terlihat Bu Mirna datang dengan berkacak pinggang. Ia berjalan cepat mendekati anaknya yan
Read more
Menyentuh Sedikit Saja
Kanaya menyambut uluran tangan Radit, "Kanaya," ucapnya. "Jadi, Anda yang menyewa villa ini?" Radit mengangguk. Kanaya merasa bingung, karena Devan memiliki seorang bos. Padahal selama ini Devan mengaku sebagai tukang ojek. 'Kalau laki-laki ini bosnya, lalu dia bekerja sebagai apa?' "Kamu pasti bertanya-tanya tentang pekerjaan suamimu, 'kan? Jangan khawatir, dia itu memang tukang ojek beneran. Hanya saja, karena saya berbaik hati padanya, saya memintanya mengantar jemput adik saya ke sekolah. Karena adik saya itu tidak suka naik mobil. Dan gajinya, ya, diatas rata-rata pastinya, karena saya bukan bos yang pelit," jelas Radit. Devan terlihat menahan amarah tapi berusaha mengendalikannya. Ia tidak mau sandiwaranya terbongkar. Terpaksa ia mengikuti alur yang diciptakan saudara angkatnya, yang seolah ingin balas dendam padanya karena selama ini sering memerintahnya. "Lalu Devan juga masih bisa ngojek lagi setelah mengantar jemput adik saya, iya, 'kan, Dev?" D
Read more
Jangan Menolakku
"Aya!" Betapa kagetnya mereka, Kanaya berada di lantai, dalam dekapan Devan dan hanya mengenakan handuk saja. Devan menarik selimut yang ada di atas ranjang di sampingnya dan menutupi tubuh Kanaya. Ia sendiri berdiri dan menghampiri teman-temannya yang berani membuka pintu kamar tanpa permisi. Resti dan Mili menelan salivanya, saat Devan menghampiri mereka dan terlihat memendam amarah. Namun saat sudah dekat, Devan hanya berkata, "Tolong tutup pintunya!" Mendengar itu, Resti cepat-cepat menarik handle pintu dan menutupnya. Mereka kembali ke ruang tamu karena tidak ingin mengganggu aktivitas pengantin baru itu. Devan mengunci kamar dan kembali menghampiri Kanaya yang masih di lantai dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia menggendong tubuh ramping itu dan meletakkannya di ranjang. Menyingkap selimut yang menutupi kaki dan menyentuh kaki itu. "Aauw!" teriak Kanaya. "Ceroboh sekali, bisa-bisanya terpeleset dan terkilir begini," pungkas Devan.
Read more
Aku Masih Ingin Di Sini
Mereka menoleh ke belakang. Bu Sumi terlihat datang dengan wajah sinisnya. Tetangga yang satu itu memang selalu kepo dan julid. "Eh, Bu Sumi ngapain sih ikut-ikutan!" sinis Tini. "Ikut-ikutan? Sama orang-orang miskin seperti kalian ini? Nggak level, ya! Saya cuma mau bilang sama kalian kalau cari suami itu yang berbobot, seperti suami saya contohnya. Jangan hanya cari suami seperti tukang ojek nggak mutu. Nggak akan ada maju-majunya." "Hello Bu Sumi! Ibu pikir kita tertarik gitu sama suami buntelanmu itu! Biar pun kaya, kalau model buntelan kayak Pak Kusno begitu saya sih ogah! Sama sekali nggak enak dipandang! Bikin suasana hati saya buruk aja, mending juga tukang ojek tapi selalu enak dipandang dan menyenangkan hati," sahut Tini. "Hei! Berani kamu mengatai suami saya, ya!" Bu Sumi menjambak rambut Tini dan Tini pun tidak mau kalah menjambak rambut Bu Sumi. Mereka berdua saling serang. Kanaya berusaha memisahkan mereka tapi tidak berhasil. Ia bingung kar
Read more
Apa Kamu Lupa?
"Itu bukan sebuah masalah. Aku pasti akan membantumu. Lagi pula, kalau kau seperti itu, aku bisa saja menikungmu," ujar Radit. "Awas saja kalau berani!" "Oh, ya. Mama bilang minggu depan akan ada acara di kota ini. Apa kau akan menemuinya?" "Kenapa bisa di kota ini? Apa jangan-jangan kau sengaja memberitahu keberadaanku, ya?" "Tidak, aku sama sekali tidak memberitahukan keberadaanmu. Justru aku berpikir mungkin memang inilah jodoh. Kamu datang ke kota ini karena menghindari pernikahan, malah menikah di sini. Perusahaan butuh tukang ukir, dan aku dikirim ke sini untuk mencari tukang ukir. Dan sekarang, Mama juga akan datang ke kota ini karena ada pagelaran busana yang bekerja sama dengannya," papar Radit. Seperti sebuah kebetulan, semua rentetan kejadian bersatu dalam kota yang sebelumnya sama sekali tidak pernah mereka kunjungi. Mungkinkah ini adalah sebuah pertanda dan petunjuk, bahwa mereka berjodoh. Memikirkan hal itu, Devan tersenyum sendiri. Ra
Read more
Kepedulian
"Saya harap, kamu segera menyelesaikan baju-bajumu. Karena beberapa desainer akan datang sehari sebelum pagelaran busana itu dimulai. Saya yakin kamu bisa memberikan karya terbaikmu pada acara ini. Saya mengandalkanmu, Kanaya," ujar Pak Iyan dengan gaya lemah gemulainya. "Baik, Pak. Saya akan segera menyelesaikannya. Terima kasih atas kesempatan ini," ucap Kanaya penuh haru. Tentu ini adalah kesempatan baik untuknya karena ia akan menunjukkan baju-baju rancangannya. Ia ingin memberikan yang terbaik dalam acara tersebut. "Oh, ya, kamu akan tetap ikut menjadi modelnya, 'kan?" "Jika diperbolehkan, Pak." "Tentu saja. Saya sangat suka dengan penampilan kamu saat di panggung. Selain baju-baju rancangan yang bagus, kamu juga sangat layak menjadi model papan atas. Kamu sangat berbakat di dunia modelling, meski saya hanya mengajarkanmu sebentar saja. Jangan lupa nanti kabari saya jika semuanya sudah siap, ya!" "Baik, Pak. Terima kasih sekali lagi," ucap Kana
Read more
Terlalu Panik
"Turunkan! Nggak sopan banget tau'!" Devan menurunkan tubuh Kanaya karena gadis itu memukuli punggungnya. Wajah gadis itu terlihat kesal. Namun justru itu membuat Devan senang. Ia memang suka sekali menggoda Kanaya. Sebenarnya bukan hanya karena ingin menjahili, tapi ia tidak ingin melihat wanitanya terlalu sibuk dengan perjahitan dan tidak memperhatikan kesehatannya. Ia tidak ingin Kanaya terlalu capek, karena ia lihat, Kanaya menguap beberapa kali dan terlihat juga melenturkan otot-ototnya yang kaku mungkin karena terlalu lama duduk di kursi. "Cepat mandi, bau sekali! Apa perlu aku yang memandikan?" "Enak saja!" Kanaya melepaskan tubuhnya dari Devan dan mencium aroma tubuhnya sendiri. Namun tidak bau sama sekali menurutnya, karena ia selalu memakai deodorant dan parfum yang membuatnya tetap segar walau seharian berkeringat. "Tidak bau." "Itu menurutmu. Tapi menurutku itu sangat bau!" Devan menutup hidungnya, "Sepertinya kamu ingin aku yang meman
Read more
Betapa Berharganya
Devan terbangun dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang diyakini sebagai ruangan rumah sakit. Ia merasakan kepalanya sakit dan menyentuhnya. Terdapat perban di kepalanya. Ia panik saat teringat ia baru saja mengalami kecelakaan atas keteledorannya. Ia melepas selang infus dan turun dari ranjang. Ia mencari keberadaan Kanaya. Ia khawatir terjadi hal buruk pada istrinya. Terlebih ialah yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi. "Di mana istriku? Ke mana kalian membawa istriku?" teriak Devan seperti orang kesetanan berlari ke sana ke mari. Ia sungguh tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi hal buruk pada Kanaya. Ia menerutuki kebodohannya sendiri yang terlalu panik dan mengambil alih kendali mobil di saat dirinya tidak bisa mengendalikan diri. "Sabar, Pak. Istri Bapak sedang ditangani oleh dokter. Silakan tunggu di sana," pinta seorang suster. Devan berada di depan ruang UGD. Tak berselang lama, pintu terbuka. Devan segera menghampiri do
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status