Semua Bab PESONA SUAMI TUKANG OJEKKU: Bab 51 - Bab 60
93 Bab
Pengakuan Devan
Kanaya masih menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Devan mengecup pipi Bu Herlin. Ia merasa seperti dipermainkan. "Apa maksudnya ini?" Ia pikir Devan ada main dengan designer idolanya itu. Kalau benar, ia tidak akan pernah mau melihat wajah mereka lagi. Dadanya tiba-tiba sesak melihat pemandangan itu. "Maafin Devan yang lama tidak pulang, Ma. Tapi kali ini, Devan akan pulang dan membawa seorang tuan putri yang akan menemani waktu Mama." Devan merangkul sang mama dan disambut senyuman oleh Bu Herlin. "Hah? Ma-ma? Itu artinya ... mereka ...." "Dasar anak nakal!" Bu Herlin mencubit pipi sang anak. "Tapi Mama sangat senang mendengarnya. Ayo temui istrimu." Bu Herlin turun bersama Devan dan menghampiri Kanaya yang masih tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Devan mendekati Kanaya yang masih menatapnya. Sementara Bu Herlin langsung memeluk sang menantu dengan senyum mengembang. "Apa putra Mama menyusahkanmu?" Kanaya mendongak, mencari jawaban a
Baca selengkapnya
Tetaplah Bersamaku
Devan menghampiri Kanaya yang masih termangu. Ia menaruh microfon lalu berbisik di telinga sang istri, "Peluk aku jika kau merasa malu." Kanaya mencubit pinggang suaminya lalu menenggelamkan wajahnya dalam dada Devan. Terdengar riuh tepuk tangan dan sorakan dari orang-orang. "Kau benar-benar nekat!" keluhnya. "Apapun. Asal kau bisa percaya lagi padaku." Setelah mengucapkan permintaan maaf kepada para tamu karena sudah mengganggu waktu mereka, Devan menggandeng istrinya lalu turun dari panggung. "Aku masih belum mengerti tentang semuanya. Apa yang kau inginkan dari kebohonganmu itu?" Kanaya sedang bersama Devan di belakang. Ia berdiri di samping kolam renang yang airnya begitu tenang, dan pemandangan lampu yang temaram. "Aku akan menceritakannya padamu nanti. Ceritanya tidak akan selesai kalau aku ceritakan sekarang. Karena ceritanya sangat panjang, bagus dan menarik." Devan memeluk sang istri dari belakang. "Ish! Kau ini! Bisa diringkas, 'kan!"
Baca selengkapnya
Kembali Pulang
"Apa kau baru sadar kadar ketampananku bertambah?" "Terlalu percaya diri," tukas Kanaya. Padahal ia memang terpesona oleh penampilan suaminya yang berbeda dengan hari-hari biasanya. Rupanya suaminya sangat tampan mengenakan setelan jas seperti itu. "Kenapa tidak mengakuinya?" Devan menatap lekat wajah istrinya dan itu membuatnya salah tingkah. "Kau sangat cantik malam ini, Sayang, tapi aku tidak suka kau memakai baju terbuka begini. Aku tidak suka mereka melihat keindahan yang ada dalam tubuhmu. Karena semua itu milikku, dan hanya aku yang boleh menikmati keindahan itu," bisiknya di telinga Kanaya. "Bu Herlin yang memilihkannya untukku." "Ma-ma. Kau harus terbiasa, Sayang." "Ya. Akan kucoba." *** "Kalian istirahatlah, Mama juga mau istirahat. Besok kita ke Jakarta. Kamu tidak keberatan, 'kan, Sayang?" Bu Herlin menatap Kanaya yang terlihat sudah mengantuk dan dipegangi Devan. "Iya, Ma," sahutnya. Ia memang sudah diberi tahu suaminya bahwa ak
Baca selengkapnya
Tuan Muda
"Nah, itu dia! Dasar tukang ojek kur4ngajar! Gara-gara dia calon menantuku kabur!" Heran melihat banyak tetangga yang di depan rumah, serta Bu Sumi yang marah-marah tak jelas, Kanaya mendekat. "Ada apa ini?" Namun tidak menghiraukan Kanaya, justru Bu Sumi mendekati Devan. "Kamu apakan calon menantuku! Pasti kamu membawa banyak teman berandalan untuk mengancam Amir, 'kan, makanya dia pergi sekarang! Gara-gara kamu anakku mengurung dirinya di kamar. Saya nggak mau tahu. Pokoknya kamu harus mencari calon mantuku sekarang juga! Dia harus segera membawa orang tuanya ke sini. Dia sudah berjanji akan memberikan mahar yang banyak untuk Lita saat menikah nanti!" Bu Sumi menghadang Devan dengan berkacak pinggang. Kanaya merasa heran melihat Bu Sumi yang menganggap Devan melakukan sesuatu pada calon menantunya. "Maksud Bu Sumi apa?" "Kamu tanyakan pada suamimu! Dia itu sudah membuat calon suami anakku pergi dan tidak berani lagi ke sini. Amir pergi setelah kemarin
Baca selengkapnya
Dipecat
"Tu-Tuan Muda?" Bu Sumi mendongak dan menatap wajah Devan. Nampak sekali urat-urat wajah itu menegang dan rahangnya mengetat. "Ini calon menantu anda?" Bu Sumi tidak menjawab malah hanya melirik Amir, lalu menatap Devan lagi. "Saya sudah membawanya ke hadapan anda! Cepat tanyakan apa yang ingin anda tanyakan. Jangan membuat saya bertindak lebih jauh lagi!" Bu Sumi berjongkok di hadapan Amir yang berlutut. "Nak Amir, katakan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa kamu takut pada tukang ojek itu? Apa kamu diancam? Kalau iya, sebaiknya kita lapor polisi saja," sarannya. Devan tersenyum sinis. "Kau ingin menuruti calon mertuamu itu, Amir? Ayo lakukan!" Devan duduk dengan santai sambil menyilangkan kakinya. "Tentu aku akan lebih senang karena aku tidak perlu mengotori tanganku." "Jangan, Tuan. Jangan laporkan saya pada polisi, saya janji tidak akan berbuat curang lagi. Saya benar-benar minta maaf. Saya akan melakukan apa pun asal jangan laporkan saya ke polisi, Tua
Baca selengkapnya
Diacuhkan
"Akhirnya Mama pulang juga. Papa kangen sekali sama Mama." Pak Pratama memeluk sang istri yang baru datang. "Iya, Mama juga kangen sama Papa. Papa hari ini nggak ke kantor?" Bu Herlin melepas pelukan. "Nggak. Papa mau di rumah saja sama Mama. Sudah lama sekali aku nggak menghabiskan waktu seharian bersama Mama." Pak Pratama mer*mas bok0ng sang istri. "Papa! Ini di luar, bukan di kamar! Kalau ada yang lihat, 'kan malu." Bu Herlin melirik ke kanan dan kiri memastikan tidak ada asisten rumah tangganya yang melihat. Namun ia jelas melihat bayangan Radit yang berlalu. "Tuh! Nggak enak dilihat Radit. Anak itu pasti malu melihat kita." "Biarkan saja, biar dia tahu memiliki istri itu bisa bikin betah di rumah. Biar dia segera cari istri." Tanpa menunggu lama, Pak Pratama mengajak istrinya ke kamar. Ia memang sudah tidak muda lagi. Namun fisiknya masih seperti anak muda. Karena ia selalu rajin olahraga dan mengonsumsi makanan sehat. Meski sudah ber-umur, para
Baca selengkapnya
Ke Jakarta
Hari ini, Devan dan Kanaya berangkat ke Jakarta. Mereka menggunakan mobil pribadi bersama Pak Bidin sebagai sopir dan Toni sang pengawal. Sebenarnya Devan mengajak istrinya naik pesawat, tapi Kanaya menolak dengan alasan ingin menikmati perjalanannya. Lagi pula, ia belum pernah naik pesawat. Jadi ia masih takut dan memilih naik mobil saja. Pak Bidin bersama Toni di depan sementara Devan dan Kanaya berada di belakang. "Sayang, tidurlah jika mengantuk." "Aku belum mengantuk. Aku ingin lihat luar, boleh aku buka jendelanya?" "Tentu saja." Mereka menikmati perjalanan pertama kalinya berdua menuju Jakarta. Kanaya sedikit resah, mengingat keluarga suaminya bukanlah keluarga sembarangan. Jika dibandingkan dengan dirinya, sangatlah berbeda. Namun sang suami selalu meyakinkan dirinya jika perbedaan tidak akan mengubah apa pun. Karena ia tahu Bu Herlin pun tidak mempermasalahkannya. Perjalanan yang panjang, sesekali mereka berhenti di rest area untuk melepa
Baca selengkapnya
Hanya Makan Malam Biasa
Kanaya terkejut, ia tidak tahu jika orang yang di hadapannya itu adalah sang mertua. Begitu pun dengan Pak Pratama. Ia tidak menyangka jika perempuan yang dianggap pelayan baru itu adalah menantunya yang diceritakan sang istri. "Papa keterlaluan." Devan menarik tangan istrinya dan hendak membawanya pergi. Namun Pak Pratama mencegahnya. "Keterlaluan apa? Memangnya apa yang Papa lakukan? Bukankah hal wajar jika seorang menantu membuatkan kopi untuk mertuanya? Kau tanya saja padanya. Aku hanya memintanya membuatkan kopi." Kanaya menoleh, "iya, Mas." Ia mengganti panggilannya agar terlihat sopan dan tidak terkesan lebay. "Aku hanya membuat kopi." Ia mengajak suaminya duduk agar lebih tenang, karena suaminya itu terlihat menahan emosi. "Papa di sini rupanya." Bu Herlin datang dan menghampiri mereka. "Kamu sudah bangun, Sayang. Selamat datang di rumah. Jangan sungkan ya, karena mulai sekarang, kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini." Bu Herlin memeluk menantu kes
Baca selengkapnya
Jangan Panggil Aku Nona
Devan sudah selesai berganti pakaian, begitu pun dengan Kanaya. Devan memakai baju santai, Kanaya menggunakan baju terusan bermotif daun. Mereka berjalan menuju ruang makan. Di sana sudah ada Pak Pratama dan Bu Herlin yang sedang menunggu mereka. Nampak Bu Herlin tersenyum menyambut anak dan menantunya dan mempersilakan mereka duduk. Devan menarik kursi untuk istrinya, dan dilirik oleh Pak Pratama yang terlihat datar tanpa ekspresi. Kanaya melihat tatapan dari papa mertuanya, hanya tersenyum canggung. "Ayo, Sayang, nikmati makan malamnya. Semoga kamu suka, ya." Bu Herlin mengambilkan nasi untuk suaminya, diikuti Kanaya yang mengambilkan nasi untuk suaminya juga. "Kalian tidak menungguiku! Tega sekali!" Seseorang duduk dan langsung meneguk air putih yang ada di gelas milik Devan. Kanaya melihat wajah lelaki yang tidak asing yang kini berada di samping suaminya. 'Pak Radit?' "Kapan kamu pulang, Dit? Mama tidak melihatmu. Bukannya harusnya besok pulangnya?"
Baca selengkapnya
Mulai Menerima
60 "Kenapa kaget?" "Ini kesukaan Tuan Besar, Nona." "Benarkah?" Kanaya senang karena ternyata makanan favoritnya sama dengan papa mertua. Mungkin ia bisa mendekati dan mengambil hatinya dengan memasakkan makanan beraroma khas itu. "Tapi suamiku tidak suka makanan ini." "Tuan Muda memang tidak menyukainya. Hanya Tuan Besar yang menyukai makanan ini. Tapi sudah lama sekali tidak memasak jengkol karena kami jarang mendapatkannya. Kalaupun ada, biasanya masih muda dan Tuan tidak suka." Jengkol yang dibawa Kanaya adalah jengkol super yang besar dan sudah tua, jadi rasanya lebih kenyal dan lebih terasa aromanya. "Baiklah, aku akan segera memasaknya. Kau bisa membantuku?" "Tentu, Nona." "Sudah kubilang jangan memanggilku seperti itu jika sedang bersamaku. Panggil saja Aya." Perempuan muda itu hanya mengangguk patuh sambil tersenyum. Ia tidak menyangka sikap nona-nya sangat rendah hati. Bahkan tidak sungkan berteman dengannya yang hanya seorang p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status