All Chapters of Petaka Semalam di Kamar Adik Ipar: Chapter 161 - Chapter 170
198 Chapters
161. Kenangan Pahit
‘’Kamu harus kasih tau Gavi, Mbak!’’ Lia pun pernah ingin memberitahu Gavi, tapi dengan tegas Vania melarang. Dengan alasan, tidak ingin ada perseteruan. ‘’Tidak perlu dibesar-besarkan, Val. Ini hanya hal biasa.’’ ‘’Apanya hal biasa, Mbak? Mertuamu bersikap seperti itu!’’ Vania menggenggam tangan Valerie erat. Hingga Valerie terdiam, menanti Vania ingin menyampaikan apa. ‘’Val, dulu Mbak memperlakukanmu seperti itu, bukan? Bahkan sikap mama Yura tidak separah mbak.’’ ‘’Tapi, mbak—&rsquo
Read more
162. Keinginan Pindah
Bertanya pada Lia sia-sia. Karena, sang ART yang pengabdiannya telah menginjak dua puluh tahun terhitung sejak Gavi bayi pun, tidak memiliki informasi cukup mengenai sosok tersebut.Hanya sebatas bahwa Sandra seorang perawat di rumah sakit, tempat Gavi bekerja. Sejak saat itu, hingga saat ini Vania kembali memutar cerita lama, tak Vania ketahui siapa itu Sandra. Seperti apa rupa ataupun bagaimana kisah Gavi dengannya.Cukup lama berpisah dengan Gavi, mungkin wanita itu adalah penggantinya ketika Gavi masih sendiri.Ada rasa cemburu memburu di dada, namun Vania tak mau menyalahkan siapapun.Karena tak Vania duga, bila akhirnya kembali lagi dengan orang di masa lalunya.‘’Jawaban kamu gak bikin mama puas hati, Van. Mama mau telepon Gavi deh kalau begitu.’’Seketika Vania gelagapan. ‘’Jangan, Ma!’’ ‘’Memangnya kenapa? Kok kamu jadi panik gitu, sih?’’ Vira menatap penuh curiga.Vania segera merubah ekspresi sesaat setelah melirik Valerie. ‘’Nggak kok, Ma. Vania biasa saja. Perasaan mama
Read more
163. Perihal Susu
‘’Mami jangan kejar Ryan. Kejar papi saja!’’ seru Ryan dengan napas ngos-ngosan. ‘’Tadi yang bilang mau ibu dan bunda siapa?’’ Tangannya berusaha menggapai Ryan namun sengaja berpura-pura tak sampai.‘’Itu papi, Mi. Ryan kan hanya menurut.’’ Naik turun kasur. Mengitari sofa berkali-kali demi menghindari Valerie. Sukses membuat keringat Ryan mengucur deras.‘’Enggak. Kalian berdua, papi sama anak sama saja!’’ Kali ini Valerie mengejar keduanya sekaligus karena berada di arah yang sama.‘’Mami, Ryan capek. Udahan ya, Mi.’’ ‘’Mami nggak akan berhenti sebelum kalian menarik kata-kata tadi.’’‘’Papiiii…’’ Anak kecil itu merengek, meminta pembelaan Leo. Sebab karena ulahnya lah Valerie jadi seperti macan buas seperti ini.‘’Ryan, jangan mau di suruh-suruh mami!’’ teriak Leo dari depan.‘’Tapi Ryan capek, Pi. Ini semua gara-gara papi!’’ serunya kesal. Valerie senyum-senyum sendiri melihat Ryan ingin menyerah. Sangat menggemaskan ditambah wajah lucunya tampak sangat letih.‘’Kan enak, Nak,
Read more
164. Tak Ingin Ikut Campur
‘’Papi, kok lagi-lagi malah ketawa?’’ Ryan kembali bertanya.‘’Ryan sayang, sudah main sana,’’ usir Valerie geram.‘’Tapi, Mi, Ryan kan mau tau.’’ Kini Ryan memasang wajah cemberut dengan bibir mencebik. ‘’Mami curang bagi susunya sama papi saja. Nanti Ryan bilangin oma kalau mami pelit.’’‘’Jangan!’’Leo lagi-lagi tertawa karena ekspresi spontan Valerie.‘’Loh kenapa? Pokoknya nanti Ryan bilang oma. Ryan juga akan bilang juga ke Opa, ke Om Rendi, Tante Alin, Tante Delia, Mama Lili, Papa Nathan…’’‘’Ryan, cukup!’’Tak habis pikir Valerie pada putranya ini. Valerie memahami bila Ryan banyak disayang oleh banyak orang. Terutama oleh orang-orang yang disebutkan barusan. Tapi, Ryan akan membuat dirinya malu jika benar-benar mengadu.‘’Kalau mami larang Ryan untuk melapor, berarti mami juga harus bagi Ryan susu yang dikasih ke papi. Oke?’’ Astaga anak ini.Valerie benar-benar dibuat lelah oleh tingkah Ryan.Tidak mungkin menjelaskan bahwa susu yang dimiliki Valerie berbeda dengan yang bia
Read more
165. Tontonan Seisi Rumah
‘’Lagi ceritain apa, sih? Kok kayaknya seru sekali?’’ Raffi dan Rico menyerbu Alin begitu melihat ibu mereka datang membawa senampan kentang goreng.‘’Cerita tentang mami papinya Ryan, Mi,’’ jawab Raffi.‘’Katanya Ryan, Tante Valerie sekarang jadi pelit,’’ tukas Rico.‘’Oh, ya? Pelit gimana?’’ tanya Alin penasaran. Seketika beralih menatap Ryan.‘’Mami nggak mau bagi Ryan minuman, Tan.’’‘’Minuman?’’ Kening Alin berkerut. Alin yang paling tau betapa Valerie menyayangi Ryan. Sehingga sulit percaya penuturan bocah tampan di antara kedua anak kembarnya ini. Sebab, jangankan minuman, nyawa pun akan Valerie berikan. ‘’Cucu-cucu oma lagi di sini rupanya.’’ Naya langsung duduk di sebelah Alin. Mencari ketiga cucunya kesana-kemari, ternyata malah ada di ruang tv.‘’Lin, kok kamu lihatin Ryan seperti itu?’’ Niatnya ingin mengomentari si kembar karena lahap mengunyah cemilan, Naya malah teralihkan setelah menoleh ke menantunya.‘’Itu, Mi. Kata Ryan…’’‘’Mami pelit, Oma. Mami nggak mau kasih
Read more
166. Merasa Dibohongi
BRAK! Pintu dibanting dengan sangat keras. Bukan Ryan pelakunya. Melainkan Rendi. ‘’Astaga, Mas!’’ Valeri menoleh pada Leo dengan wajah khawatir. Sejurus kemudian menyembunyikan diri di bawah selimut. Sungguh memalukan sekali. Tertangkap basah oleh seluruh keluarga di rumah. Meski tubuh tertutup selimut ketika Leo berada di atasnya, namun Valerie benar-benar malu. ‘’Telat, Sayang. Seharusnya kamu menutup muka ketika pintu terbuka. Sekarang pintu sudah ditutup kamu malah sembunyi.’’ Leo tertawa karena tak habis pikir dengan reaksi Valerie. Seketika membuka selimut untuk memarahi Leo karena lupa mengunci pintu. Namun yang ingin dimarahi malah tersenyum lebar. ‘’Mas, kamu nyebelin banget sih!’’ ‘’Walau nyebelin, tapi sayang, kan?’’ ‘’Mas!’’ Tawa Leo kembali meledak. Valerie sangat lucu ketika malu. ‘’Kayaknya aku udah gak punya muka buat keluar dari kamar ini,’’ lirih Valerie. ‘’Pakai topeng saja kalau begitu. Mau mas belikan? Pilih saja mau yang bentuknya seperti apa.’’ Lag
Read more
167. Kamar Mandi
Shower sudah menyala. Bathub sudah terisi penuh. Dan Leo pun sudah siap menerkam Valerie lagi. Andai Leo tidak mandul, Valerie yakin mereka sudah memiliki banyak anak sekarang. Sebab Leo rajin sekali membuatnya.‘’Sayang, kamu semakin cantik saja.’’Leo berkata setelah melumat habis bibir Valerie. Hanya mampu membalas dengan mengukir senyum karena Valerie ingin kegiatan mereka cepat berakhir. Bila menanggapi, Leo pasti akan berlama-lama.‘’Akh…’’Valerie mendesah saat Leo mengecup basah lehernya. Umur pernikahan sudah menginjak angka delapan, namun Leo tidak ada bosan-bosannya menggauli Valerie hampir setiap hari.‘’Mas…’’‘’Ya, Sayang.’’Mendengar lirihnya suara sang istri, Leo pun melakukannya perlahan. Menggoda Valerie lewat sentuhan-sentuhan nakal. Melupakan makan malam di mana anggota keluarga sudah menunggu mereka. ‘’Mas… akh…’’‘’Hm?’’ Leo tersenyum. Suara Valerie yang pelan namun menggoda, Leo yakin bila gerakannya membuat Valerie lupa diri. Seperti yang sudah-sudah.Namun
Read more
168. Menguping Pembicaraan
‘’Menantuku? Ya ampun, kerjaannya hanya main hp saja dari pagi hingga suaminya pulang.’’ Walau berada di lantai dua, Vania mendengar jelas kalimat Yura. Mertuanya itu sedang berkumpul bersama teman-temannya. Tak terhitung berapa sudah berapa banyak Yura menjelek-jelekkan Vania. Sehingga hanya bisa mengelus dada, bersabar. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Faktanya Vania juga membantu pekerjaan Lia. Main hp hanya jika ada pesan ataupun telepon masuk saja. ‘’Mbak, kok kamu diam saja. Ada apa, Mbak?’’ Vania sampai lupa tengah menghubungi Valerie. Sangking fokusnya menguping pembicaraan Yura. ‘’Gimana kalau dijodohin saja sama anakku? Sinta baru saja pulang dari luar negeri menamatkan kuliahnya.’’ ‘’Jangan. Lebih baik dengan Nina saja. Anakku itu sudah jadi pengusaha. Cocok dengan Gavi.’’ ‘’Tidak, tidak. Ngapaian dengan wanita karir seperti anak kalian? Lebih baik dengan Sari. Dia anak yang penurut. Aku yakin, dia akan jadi istri patuh dan berbakti pada suami.’’ Wanita-wani
Read more
169. Perdebatan Menantu dan Mertua
‘’Memangnya kenapa kalau mama minta kamu saja yang pergi? Lagi pula Gavi itu anak mama dan Gia itu cucu mama.’’‘’Lalu Vania apa, Ma? Vania menikah dengan Gavi. Vania yang melahirkan Gia. Vania istri sekaligus ibu dari cucu mama,’’ jelasnya bersama rasa sesak. Membuat Vania berkaca-kaca. Sakit harus menjelaskan padahal tak perlu dikatakan pun Yura seharusnya paham.Berbeda dengan Vania, Yura malah berdecih rendah menanggapi sikap dramatis Vania. Jelas benar menganggap Vania bersikap berlebihan.‘’Kamu berharap mama mengakui kamu sebagai menantu?’’Suka atau tidak suka, bukankah begitu kenyataannya?‘’Dengar ya, Vania. Hanya karena kamu melahirkan cucu mama. Menikah dengan anak mama. Itu semua tidak menjadikan kamu diterima di rumah ini,’’ seru Yura.Vania tak percaya bisa mendengar kalimat kejam dari wanita yang dianggap Vania seperti ibu sendiri itu.Padahal, bukan perkara mudah akhirnya memutuskan menikah dengan Gavi. Juga bukan hal remeh melahirkan Gia.Vania masih mengingat sakitn
Read more
170. Mengapa?
Air mata masih setia menemani. Termasuk rasa sakit di hati. Bersama luka akibat berdebat dengan Yura, Vania menaiki tangga dan menuju ke kamarnya. Ruangan yang selama ini menjadi benteng pertahanannya. Di mana di sana Vania terbebas dari semua serangan sikap tak mengenakkan yang didapatnya selama ini. Lekas Vania memutar gagang pintu sesampainya di lantai dua. Buru-buru masuk dan mengambil gawai untuk mencurahkan kepedihan. Namun tiba-tiba Vania teringat pembicaraannya dengan Gavi.  ‘’Kenapa kamu ngambil jurusan dokter, Gav? Kenapa nggak jurusan lain saja?’’ Vania penasaran karena Gavi malas-malasan ketika kuliah. Karena itulah dulu sempat mengira G
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status