All Chapters of Takdir Cinta Perempuan Pengganti: Chapter 11 - Chapter 17
17 Chapters
Bab 11 - Hati Tersulut Cemburu
Setiap orang yang pertama kali bertemu denganku, pasti akan menganggapku cantik. Wajahku oval dengan kulit kuning langsat. Tulang hidungku tinggi, terlihat seimbang dengan bentuk pipiku. Bibirku proporsional, dengan gigi-gigi yang terlihat rapi saat aku tersenyum. Rambutku hitam panjang tergerai. Bulu mataku lebat meskipun tidak terlalu lentik.Sayangnya, pendapat itu akan terbantahkan saat Livia muncul di saat yang sama. Orang-orang akan mulai membandingkan bibir Livia yang lebih mungil dariku, alis Livia yang lebih rapi, hidung Livia yang lebih mancung, dan bulu matanya yang lebih lentik. Mereka juga bilang, saat Livia tersenyum seolah-olah apa saja yang berada di sekitarnya pun turut tersenyum.Orang-orang lain berpendapat seperti itu, tetapi tidak dengan Ibu.Sejak umurku menginjak sepuluh tahun dan aku mulai mengerti apa artinya cantik, aku mulai kehilangan percaya diri setiap harus berdampingan dengan Livia. Ibu selalu memelukku setiap aku berkeluh kesah seperti itu. Menurut Ibu
Read more
Bab 12 - Rahasia dalam Terpendam
Dipta akan pulang hari ini dari Surabaya. Pagi tadi setelah subuh ia mengabariku sekaligus menanyakan apakah aku ingin dibawakan sesuatu dari sana. Dulu setiap ia akan kembali ke Jakarta pada libur semester, Dipta juga rajin membelikanku jajanan serta pernak-pernik lucu. Bukan hanya untukku sebenarnya, karena Livia juga selalu dapat bagiannya. Aku pernah menolak pemberian Dipta dengan alasan pemborosan, tetapi ia bilang tak mengapa. Upahnya dari hasil kerja sampingan sengaja ia kumpulkan untuk hal tersebut. Lagi pula uang saku yang ia terima dari ayahnya sudah lebih dari cukup.Saat-saat menunggunya pulang liburan adalah saat yang mendebarkan. Penampilannya jadi banyak berubah. Lebih santai dan semakin dewasa. Rambutnya yang biasanya terpangkas pendek, dibiarkan memanjang sembarangan saat pertama kali ia pulang. Tubuhnya sedikit terlihat lebih kurus. Dipta bilang itu karena ia banyak bergaul dengan kelompok pecinta alam dan sering pergi mendaki gunung saat akhir pekan.Kami mulai seri
Read more
Bab 13 - Tersirat Titik Terang
Isi buku harian Livia membuatku terus gelisah. Niatku untuk istirahat lebih awal agar tidak mengantuk saat Dipta tiba, buyar sudah. Kutidurkan Muffin lebih cepat agar bisa melahap setiap lembar buku itu sambil berharap menemukan titik terang lebih lanjut.Dadaku terasa teriris-iris saat membaca kalimat demi kalimat yang Livia tuliskan di setiap lembar. Dipta yang Livia kira sangat mencintainya, ternyata salah. Lelaki itu menyimpan perempuan lain di hatinya. Dan Livia menyimpan rasa sakit itu tanpa bisa berbuat banyak. Livia menyebutkan bahwa Dipta tanpa sengaja salah menyebutkan sebuah nama saat mereka sedang berdua. Aku bisa membayangkan betapa dingin hubungan mereka dulu. Tidak jauh berbeda dengan hubunganku dan Dipta selama empat bulan ini.Aku dulu mengira Dipta menikahi Livia karena memang mencintainya. Ternyata dugaanku salah. Lantas alasan apa yang membuat Dipta memutuskan untuk memilih Livia jika ia menyimpan cintanya untuk perempuan lain. Akh, aku benci menduga-duga seperti i
Read more
Bab 14 - Cinta Serba Salah
Jantungku tidak berdetak dengar benar. Kakiku tidak berpijak dengan benar. Otakku juga tidak berpikir dengan benar. Semua reaksi itu berpadu menjadi satu saat kebenaran yang disampaikan Dipta terdengar sangat tidak benar di telingaku.Dipta keliru menyebut namaku di depan Livia saat mereka sedang berdua. Itu artinya akulah perempuan yang dimaksud Livia. Akulah penyebab keretakan rumah tangga keduanya. Betapa aku merasa sangat bersalah padanya selama ini. Ah, entah bagaimana caranya aku meminta maaf pada ibumu, Muffin.Sejak Dipta mengungkapkan kebenaran versinya, aku sama sekali tidak berani berkomentar apa pun hingga kami akhirnya tiba di rumah Ayah. Dipta yang mengajak aku dan Muffin berkunjung ke mari. Ia bilang sedang rindu bermain catur dengan Ayah, sekalian menyampaikan oleh-oleh yang ia bawa dari Jogja.Look, Muffin. Tidak ada sama sekali raut canggung di wajah ayahmu setelah pernyataannya tadi. Sikapnya terlalu biasa. Membuatku berkubang tanya, membiarkanku bingung mengira. Is
Read more
Bab 15 - Berbagi Ciuman Pertama
Aku salah jika berpikir Dipta akan marah akibat ulahku yang mungkin sangat keterlaluan saat memindahkan Muffin dari gendonganku ke pangkuannya. Ternyata tidak. Lelaki itu malah mengucapkan terima kasih saat kubawakan sekotak tisu untuk membersihkan bekas gigitan gusi Muffin di jemarinya. Meskipun ekspresinya terlihat kurang bersahabat, tetapi tidak ada emosi yang tersimpan di sorot matanya.Juga ketika dalam perjalanan pulang, Dipta bersenandung hampir di separuh waktu tempuh, mengikuti syair lagu-lagu lama yang diputar di salah satu saluran radio. Sudah lama sekali aku tidak mendengarnya bernyanyi. Dulu, aku sering mengintip lewat tirai kamar, hanya untuk melihatnya bermain gitar membawakan lagu-lagu yang populer di masa remaja kami.Saat tiba, tanpa kuminta Dipta lebih dulu mengangkat tas perkakas Muffin dari bagasi. Ia juga menyempatkan melindungi kepalaku dengan telapak tangan saat akan keluar dari mobil, lalu membantu menutup pintu setelah memastikan aku dan Muffin beranjak. Mani
Read more
Bab 16 - Menanti dalam Gundah
Rasanya tak percaya bahwa aku baru saja merasakan ciuman pertamaku. Satu hal yang selalu menjadi tanda tanya di hatiku selama ini, siapa yang akan menjadi pencurinya setelah Mahesa Dipta memutuskan menikahi Livia. Bertahun-tahun kunantikan ini, tak pernah menyangka bahwa saat yang berharga itu tetap tersimpan untuk orang yang sama.Kugigit bibir sambil memejamkan mata rapat-rapat. Ternyata seperti itu rasanya. Lembutnya, hangatnya, getarannya, ah … andai Dipta tidak melakukannya secara tiba-tiba, mungkin rasa malu yang merambat di hatiku jauh lebih hebat dari pada itu.Di antara debar dadaku yang belum mereda, masih dapat terdengar sayup suara Dipta berbicara dengan seseorang di ponselnya. Bagaimana ia bisa tertawa setenang itu dengan si lawan bicara setelah apa yang ia lakukan barusan padaku. Sedangkan aku hanya bisa duduk diam di sisi ranjang, menunggu dengan cemas apa yang akan terjadi setelah ini. Apa yang akan aku perbuat saat nanti Dipta kembali masuk ke kamar ini? Atau aku ber
Read more
Bab 17 - Cemburu Panas Membakar
Muffin baik budi sekali hari ini. Mungkin perasaanku yang sangat bahagia sedari pagi berimbas pada suasana hatinya. Ia bermain asyik di matrasnya, mengoceh sambil menggigit beberapa mainan yang sudah bisa ia genggam. Hanya menangis saat haus atau ketika memberi isyarat agar aku mengganti diapers-nya.Aku sendiri sibuk tidak menentu. Setelah mengganti seprai dan membersihkan kamar, kusempatkan untuk menggunting beberapa tangkai mawar dan menyusunnya di dalam vas yang terisi air. Mawar-mawar tersebut tadinya kuletakkan di atas nakas di samping ranjang, tetapi cepat kupindahkan. Bukan jadi hal yang lucu jika nantinya vas tersebut terjatuh hanya karena tersenggol lengan Dipta atau mungkin … ah, buru-buru kupindahkan sebelum pikiranku merambat semakin jauh.Gulai ayamku baru saja matang saat Dipta mengirimiku pesan. Ia memintaku bersiap-siap menjelang sore karena malam nanti ada sebuah undangan pernikahan yang harus kami hadiri. Dipta juga memohon maaf karena mengabari secara mendadak. Ker
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status