Semua Bab Terjerat Hasrat Suami Kontrak : Bab 171 - Bab 180
203 Bab
171. Seharusnya Dia Tidak Meninggalkan Putranya
“Mommy ….” Jennifer memanggil Adeline. Dia ikut bingung saat melihat mommy-nya panik.Adeline pun menggandeng tangan Jennifer sambil berkata, “Jenny, tetaplah di dekat Mommy.”Dia memindai sekitar, bahkan mengitari mobil dan kembali ke kedai ice cream.Dengan ekspresi buncah, Adeline bertanya pada pemilik kedai, “maaf, Bibi. Apa Anda melihat anak lelaki kecil? Tingginya sekitar anak perempuan saya ini.”“Ah … maaf, Nyonya. Saya tidak melihatnya. Hanya Anda dan anak ini saja yang datang ke sini,” sahut Bibi itu yang seketika meningkatkan cemas Adeline.Wanita itu menyugar belahan rambutnya frustasi. ‘Astaga, di mana Jenson? Dia bilang hanya ingin menunggu di mobil, tapi … ah, benar!’Adeline ingat bahwa putranya itu memakai jam tangan pintar yang ada pelacaknya. Dia segera membuka aplikasi pelacak di ponselnya untuk mencari Jenson. Maniknya membola saat aplikasi itu menunjukan bahwa jam tangan Jenson ada di sekitarnya.‘Tidak mungkin. Jam itu ada di sekitar sini ….’ Adeline membatin sa
Baca selengkapnya
172. Tuan Muda Jenson Sedikit Berbeda
“Apa yang kau lakukan? Ayo cepat bawa Tuan Muda Jenson!” Anak buah River yang berperawakan jangkung menyeru, saat rekannya hanya bengong.“Heuh? Ah, iya ….”Mereka pun mengangkat anak lelaki itu dan membawanya ke mobil.Namun, bukannya langsung melajukan mobilnya, antek River yang berambut cepak malah mengernyit bingung saat melirik anak kecil itu di kursi belakang.“Aish, ada apa lagi? Ayo cepat kita pergi!” tukas rekannya tak sabar.“Tunggu, kenapa aku merasa aneh, ya?”“Apa maksudmu?!” sahut rekannya lagi.Si rambut cepak menoleh penuh ke belakang dan memperhatikan anak lelaki yang pingsan.“Ada yang berbeda dengan Tuan Muda Jenson. Lihatlah, tubuhnya lebih kurus dari sebelumnya. Ah, tidak. Dia memang terlalu kurus dan badannya penuh lebam bekas pukulan. Apa benar dia Tuan Muda Jenson?” ujarnya ragu-ragu.Tentu saja berbeda sebab anak itu Ergy, bukan Jenson! Ya, Ergy yang malam ini dihukum masternya karena tidak berhasil berburu kelinci, malah tidak diberi makan. Ergy yang kelapa
Baca selengkapnya
173. Penculikan Jenson
“Berikan aku 20 milliar jika ingin anakmu selamat!”Terdengar suara garang seorang pria mengancam dari seberang. Dan itu sontak membuat manik River terbelalak dengan wajah tegang.River terdiam karena saking terkejutnya, tapi orang yang menculik Jenson itu kembali berkata. “Apa kau ingin anakmu benar-benar mati, Tuan River?!”‘Sialan!’ batin River mengumpat tajam.“Di mana putraku?!” decaknya sengit.Itu memicu Adeline mengeryit. “River, siapa itu? Apa dia orang yang menculik Jenson?!”Lawan bincangnya tetap diam. Tangannya yang memegang ponsel tampak gemetar dan kembali mendengus, “cepat katakan di mana putraku?!”Alih-alih membeberkan, penculik Jenson malah tertawa terbahak-bahak. Dia seolah senang mengendalikan River.“Hah … Tuan River. Aku tidak bodoh. Transfer dulu uangnya, baru aku akan memberitahu di mana putramu!” sambar penculik itu sinis.Bagi River, 20 milliar memang tidak ada artinya. Namun, penculik itu bisa memerasnya sebanyak mungkin, tanpa harus menyerahkan Jenson. “A
Baca selengkapnya
174. Aku Bukan Orang Tua Kolot
*** Satu bulan setelah Jenson siuman, River dan Adeline memutuskan membawanya ke Jermanio. Ya, dokter keluarga Herakles bilang, sistem pengobatan di sana canggih. Dan Jenson ada kesempatan untuk memulihkan pendengarannya.Malam sebelum berangkat, Jennifer diam-diam mengetuk pintu kamar Jenson. Namun, karena telinga kakaknya itu tidak normal, jadi dia tidak bisa mendengarnya.“Jenson?” tutur Jenny berbisik sembari mendorong pintu.Maniknya terpaku pada Jenson yang sedang merapikan mainan robotnya ke dalam kotak. Sepertinya anak itu sedang mengemasi barangnya karena besok sudah berangkat ke Jermanio. Jennifer pun berjalan mendekat tanpa suara. Matanya tampak sedih saat menatap kakaknya dari belakang.Ketika Jenson tidak sengaja menjatuh satu robotnya, dia baru menyadari kalau Jennifer ada di sana.“Jenny? Kapan kau datang?” Jenson bertanya dengan wajah datar. “Kau tidak tidur?”Jennifer mengambil robot yang tergeletak di lantai, lalu menyerahkannya pada Jenson. “Aku tidak bisa tidur.”
Baca selengkapnya
175. Mata yang Familiar
“Aish, benar-benar merepotkan!” Jennifer membalik ponsel. Mulutnya menyeringai, lalu menolak panggilan yang masuk.River dan Adeline menatapnya penasaran. Dan itu membuat Jennifer jadi canggung.“Siapa ‘soulmate’?” Adeline menaikkan sebelah alisnya.Jennifer tertawa kikuk, lalu menjawab, “Ester, Mommy. Minggu lalu dia mengambil ponselku dan mengubah kontak namanya jadi sealay ini.”Ya, Ester Lariete-teman sebangku Jennifer saat di taman kanak-kanak Rosenbreg, kini satu sekolah lagi saat mereka masuk sekolah menengah di Dalin Schout.“Apa yang kalian bicarakan?” Tiba-tiba Jenson menyahut dari seberang.“Kau tidak akan mengerti,” sahut Jennifer yang lantas menjulurkan lidahnya.Jenson hanya mendesis melihat tingkah adiknya itu.Namun, belum sempat membalas, Jennifer kembali bertanya, “kapan kau pulang, Jens?”“Kenapa? Kau kangen?”“Cih! Aku sudah belajar taekwondo. Aku ingin mengalahkanmu!” sambar Jennifer riang.Jenson tersenyum miring, lalu berkata, “mungkin liburan musim panas tahun
Baca selengkapnya
176. Mana Ada Penjahat Setampan Itu?
“Aish, sialan! Jelas-jelas dia menantangku!” Ester mengumpat. Tatapannya tampak tajam saat melihat lelaki di depan mobilnya memainkan gas motor. Jennifer tahu kalau Ester cukup pandai mengemudi, tapi dia tetap cemas karena temannya itu punya jantung yang lemah. Ya, meski sakit, Ester selalu bertingkah seolah tubuhnya baik-baik saja. “Hentikan, Ester. Kita pergi saja dari—” “Jenny, pegangan!” Ester menyambar dan sontak menginjak gas sangat dalam. Mobil sport itu melesat kencang bersamaan dengan motor laki-laki di sana. Mereka sama-sama melaju cepat. Namun, pada jarak sekitar lima meter, lelaki itu langsung membelok motornya hingga mereka tak sampai bersenggolan. Laki-laki itu terpaku melihat wajah cantik Jennifer dengan rambut panjangnya yang diterpa angin. Dan Jennifer menyadarinya. ‘Ah?’ Gadis itu membatin bingung. Akan tetapi, lelaki tadi bergegas pergi dengan memacu motornya kencang. Jennifer menengok ke belakang. Maniknya tak berkedip melihat lelaki dengan jaket kulit hita
Baca selengkapnya
177. Tuan Putri Untuk Taruhan
*** Beberapa jam sebelumnya, para murid Dalin Schout tengah asik menikmati beragam acara prom night yang diadakan sekolah.Jennifer datang dengan gaun selutut warna navy yang sangat kontras dengan kulit putihnya. Rambutnya disanggul elegan hingga menampakkan lehernya yang jenjang. Dia mengobrol santai bersama Ester yang juga mempesona di dekat meja minuman.Saat itulah, Alston-teman satu angkatan sekaligus kapten tim basket Dalin Schout, tiba-tiba menghampiri mereka.Dia mengulurkan tangan pada Jennifer, seraya berkata, “mau berdansa, Tuan Putri?”Alih-alih meraih tangan itu, Jennifer hanya tersenyum tipis. Meski Alston tampak menawan dengan setelan jas hitamnya, tapi Jennifer tahu kalau dia biang onar di sekolah ini. Sialnya, para guru tak ada yang mampu bertindak tegas, karena Alston adalah putra donator tertinggi di Dalin Schout.“Pergilah, Men! Kenapa kau mengganggu kami?” Ester mendecak risih.“Diamlah, dasar bintik!” sahut Alston memicing tajam. “Aku tidak ada urusan denganmu.
Baca selengkapnya
178. Kau Baru Saja Menamparku?
“A-aku … kenapa aku tiba-tiba pusing?” Jennifer mengeluh setelah beberapa saat.Heiner yang berjalan di sampingnya, lantas bertanya, “Jenny, apa kau sakit?”“Tidak tahu, aku hanya merasa sangat pusing dan ….”“Jenny!” Heiner menyeru.Beruntung dia berhasil menangkap gadis itu sebelum ambruk.“Jenny, kau baik-baik saja?” tukas Heiner berlagak panik. “Sepertinya kau sakit. Ayo, aku akan mengantarmu pulang.”Heiner pun memapah Jennifer dan membawa gadis itu menuju mobilnya. Alih-alih lewat aula depan, dia lebih memilih jalan belakang demi menghindari orang-orang.“Hati-hati,” tuturnya saat memasukan Jennifer yang setengah sadar ke mobilnya.Laki-laki itu memasang sabuk pengaman, lalu bergegas masuk juga.“Rasanya ada yang salah. A-aku sangat pusing,” Jennifer terus mengeluh.Heiner yang duduk di kursi kemudi, malah menyeringai tipis. Sial, eskpresi iblis kini melenggang di wajahnya.“Tenang saja, Jenny. Bertahanlah sebentar, kau akan merasa lebih baik,” sahut Heiner licik.Namun, tiba-ti
Baca selengkapnya
179. Enyahlah, Jika Kau Masih Ingin Hidup!
‘Jenson? Dia benar-benar Jenson? Tapi … ini tidak mungkin. Bukankah Jenson belum pulang?’ Jennifer terdiam kaku.Saat itu, Heiner yang baru saja membuka masker Ergy langsung mengernyit. Dia belum pernah melihat wajah itu sebelumnya.“Hah … siapa bajingan ini?” katanya kesal. “Aku tidak pernah melihatmu, tapi berani sekali kau ikut campur urusanku?!”Dia memperhatikan tato di leher kanan Ergy, lalu kembali berujar, “apa kau preman?”“Enyahlah, jika kau masih ingin hidup!” sambar Ergy menekan kesabarannya.Alih-alih menurut, Heiner malah tertawa lebar. “Kau pikir aku anak kecil yang langsung pergi hanya karena kau memintanya?!”Heiner yang emosi langsung melayangkan tinjunya ke arah Ergy. Namun, Ergy bisa menghindarinya, dan lantas merengkuh lengan Heiner untuk membekuknya ke belakang. Tanpa diduga, Alston yang hendak menusuk Ergy, malah tak sengaja menancapkan belatinya ke perut Heiner.“Ugh!” Kening Heiner seketika mengernyit seiring darah yang merembes dari perut kirinya. Dia memici
Baca selengkapnya
180. Habiskan Sisa Hidup Anda di Penjara!
“Untuk apa aku bohong, Daddy?” Jennifer berkata yakin.Dia mengeluarkan ponselnya, lalu melanjutkan, “aku akan menelepon Jenson!”Gadis itu pun menekan nomor Jenson dan tak lama kemudian kakaknya berkata dari seberang. “Ada apa, Jenny?”“Kau di mana?” sahut Jennifer dengan kening mengernyit.“Apa maksudmu? Tentu saja di Jermanio, kenapa tiba-tiba—”“Bukannya kau sudah pulang?” Jennifer menyambar sebelum ucapan Jenson tuntas.Dari seberang, terdengar tawa Jenson. “Hei, kau lupa? Aku pulang liburan musim panas nanti.”Manik Jennifer seketika membesar, sangat bingung dengan situasi ini. Dia buru-buru beralih mode panggilan video. Dan saat Jenson mengangkatnya, Jennifer bisa melihat bahwa pemuda itu sedang berbaring di kamarnya yang ada di Jermanio. Adeline dan River juga mengetahuinya jelas.“Ti-tidak mungkin, ini mustahil. Jelas-jelas tadi aku bertemu denganmu di Dalin Schout.” Wajah Jennifer sangat bingung.Terlebih saat melihat rambut Jenson yang pirang dan lehernya yang bersih dari t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
161718192021
DMCA.com Protection Status