Semua Bab Neng Zulfa: Bab 91 - Bab 100
122 Bab
Part 17
"Lagi." Di tempat dengan pencahayaan temaram itu, suara musik yang sangat keras mengalun seperti dentuman. Menghentak dan membuat tubuh-tubuh manusia yang ada di lantai dansa menggeliat seperti cacing kepanasan. Menggila dengan lampu berwarna-warni yang sesekali menyorot wajah mereka. Aroma parfum yang bercampur rokok merajai udara, membuat sesak paru-paru orang yang belum biasa berada di sana. "Sendirian aja. Aku temenin, ya." Seorang perempuan dengan pakaian ketat yang kurang bahan menghampiri tempat Aldo yang baru memesan segelas alkohol lagi di depan meja bartender. Menggelayutkan kedua tangannya di tubuh Aldo dengan gerakan seringan kapas lalu memasang senyum menggoda ke arahnya. Aldo menatap perempuan cantik dengan dandanan menor itu lekat sambil mengulas senyum menyeringai. Meraih salah satu tangannya kemudian mengelusnya lembut. Perempuan itu pun langsung mendudukkan dirinya di atas pan
Baca selengkapnya
Part 18
Adhim Zein Ad-Din Hisyam POV Seminggu kemudian ... Meninggalkan Kediri, meninggalkan Umi, meninggalkan Zulfa, aku kembali melakukannya. Rasanya masih sama hampanya. Seperti biasa, Umi menyuruhku segera menikah. Kemarin sebelum pulang ke Kediri Umi sudah menunjukkanku putri seorang kiai yang rumahnya ada di Jawa Tengah, adik tingkatku dulu katanya saat aku nyantri di Ponorogo bersama sahabat karibku Gus Aji. Aku lupa namanya. Namun di rumah, Umi kembali membahasnya. Apakah semenakutkan itu memiliki anak laki-laki seumuranku yang belum mau berkeluarga saat kakak laki-laki dan adik perempuannya sudah? Lagi pula aku belum ingin! Menikah adalah sunah bagi mereka yang mampu. Dan aku masih merasa jauh dari kata mampu untuk itu. Tidak menyerah dengan putri kiai yang berasal dari Jawa Tengah itu, Umi mencoba menjodohkanku dengan santrinya Kiai Adnan, ayah mertua adikku Zulfa yang memiliki
Baca selengkapnya
Part 19
Hari menjelang sore saat Adhim yang sedang membenarkan salah satu genteng bocor di rumah singgah mendapati Aldo yang mendatanginya. "Assalamu'alaikum," salam Aldo keras-keras setelah turun dari motor. "Wa'alaikumussalam." Anak-anak yang ada di rumah singgah menjawab serempak. Adhim yang sudah selesai dengan pekerjaannya menuruni tangga yang dinaikinya tadi menuju atap. "Minum dulu, Bang!" Resti datang dari dalam rumah menyajikan secangkir kopi untuk Adhim di atas meja teras. "Gue nggak dibikinin nih?" tanya Aldo. "Enggak," jawab Resti dengan ketus. "Oke deh," balas Aldo dengan nada yang dibuat-buat kecewa menyaksikan Resti yang kembali masuk ke dalam rumah singgah dengan nampan kayunya. "Punya gue minum aja, gapapa," kata Adhim. "Nggak ah. Nanti gue kena semprot si Resti," balas Aldo kemudian mendudukkan diri di salah satu kursi kayu teras.
Baca selengkapnya
Part 20
Satu minggu kemudian ...Seperti sudah ditakdirkan oleh semesta, dua orang yang masing-masing memiliki luka di hatinya malam itu akhirnya dipertemukan dalam satu garis edar yang sama.Nur Walis Pelita dan Adhim Zein Ad-Din Hisyam.Seperti guratan takdir kehidupan, keduanya pada akhirnya dipertemukan.Atas paksaan Aldo, Adhim akhirnya datang di acara itu menggunakan salah satu setelan jas yang dibelikannya. Pameran seni besar-besaran yang digelar di ballroom hotel bintang lima ternama Kota Bandung.Pelita juga ada di sana. Jika Adhim datang untuk memamerkan brand produk gelangnya, Pelita datang karena terlibat dalam peragaan busana yang juga diadakan para panitia sebagai diva.Sejak pukul dua, Pelita langsung bertolak dari kampus menuju ke tempat acara untuk bersiap-siap. Arina menemaninya seperti biasa. Sedangkan June, laki-laki itu masih menghilang tanpa kabar sejak seminggu yang lalu. Arina sudah mencoba menghubunginya berkali-
Baca selengkapnya
Part 21
Lorong berdesain arsitektur mewah itu terlihat sepi sebagaimana seharusnya lorong sebuah hotel di malam hari. Dalam sebuah kamar berjenis suite room yang disewa seseorang, Arina mencoba membangunkan Pelita yang terlihat kehilangan kesadarannya. "Pelita! Pelita, bangun!" Gadis bersurai kecokelatan itu menggoyang-goyangkan tubuh Pelita yang terlihat tak berdaya di atas tempat tidur. "Bangun sebelum Arka dateng, Lit!" serunya menepuk pipi Pelita. "Bangun! Maafin kebodohan aku karena bikin kamu berada di situasi seperti ini. Tapi untuk saat ini, kamu harus bangun! Kamu harus pergi dari sini, Pelita!" Arina terus berusaha membangunkan Pelita. Namun di atas ranjang, Pelita tidak bergerak sama sekali. "Bang June ..., kamu di mana? Kita butuh kamu, Bang," keluh Arina dengan kedua mata yang berkaca-kaca seperti akan menangis. "Kamu pasti nggak akan biarin semua ini terjadi kalau ada di sini. Pelita dala
Baca selengkapnya
Part 22
Tujuh jam sebelumnya Aldo menarik Najla menjauh dari kerumunan orang di acara pameran dan membawa gadis itu ke tempat sepi setelah mencari dan menemukannya karena merasa keberatan dengan pesan singkat yang Najla kirimkan. Najla Mehrunnisa: Lo tau akibatnya kalo lo batalin kesepakatan kita sayang 💋 Kasih minumannya dan anter temen lo ke kamar 3005 Aldo mengacak surai hitamnya di depan Najla, seperti tengah frustasi. "Lo serius?" tanyanya dengan kedua mata menyorot tajam. Najla memasang senyumnya lantas melipat kedua tangan di depan dada. Tahu arah pembicaraan mereka meski Aldo tidak mengatakannya. "Ya," jawabannya kembali menunjukkan deretan gigi rapinya. Aldo menghela napas kasar secara terang-terangan. Ia bergerak maju lalu menyudutkan lawan bicaranya ke tembok. "Gue akan lakuin apa pun yang lo mau. Tapi nggak satu ini!" katanya dengan bersungguh-sungguh. Najla s
Baca selengkapnya
Part 23
Pelita diam di bawah guyuran shower. Tidak melakukan apa-apa. Hanya diam. Air dingin mengucuri tubuhnya sejak setengah jam yang lalu. Kulit putihnya berubah pucat, bibirnya membiru, dan jemari tangannya menjadi keriput karena terlalu lama terkena air. Bayangan itu berputar di kepalanya. Mencuri lamunannya sampai-sampai suara gemericik air yang berisik tidak terdengar indra telinganya. Ia memang tidak sadar karena berada di bawah pengaruh obat bius saat itu, tapi Pelita tahu apa yang terjadi. Ia merasakan semuanya. Seseorang menghampirinya, melucuti pakaiannya, lalu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kepadanya. Pelita tentu saja ingin melawan. Menghentikan apa yang terjadi. Tapi tubuhnya tidak mau diajak kompromi seberapa keras pun ia mencoba dan berusaha. Obat bius itu sukses melumpuhkannya hingga Pelita bahkan tidak bisa membuka pejaman mata. Ia tidak bisa bicara dan menggerakkan anggota badannya.
Baca selengkapnya
Part 24
Kamar 3005. Pukul 08.02. "Kenapa jadi lo sih? Brengsek!" Yang diajak bicara hanya diam, memasang seringaian. Tidak menoleh dan tetap melanjutkan aktivitasnya berpakaian. "Lo bisu? Atau tuli ha?" Wajah Najla memerah saking marahnya. Perempuan itu misuh-misuh melihat laki-laki di depannya duduk kembali di ranjang setelah memakai pakaiannya untuk mengenakan sepatu, tidak menghiraukannya sama sekali sambil memunggunginya. Aldo tetap bergeming sama seperti sebelumnya. Di balik selimut yang membungkus tubuh polosnya, kepala Najla semakin mendidih. Ia meraih bantal yang ada di sisinya dan melempar benda itu ke punggung Aldo. Puk! "Bajingan lo!" umpat Najla. Kali ini Aldo menoleh ke arahnya. Laki-laki itu tersenyum miring, "Ha ha. Toh, semalam lo juga menikmati. Kenapa sekarang marah sama gue?" Najla merapatkan gigi mendengar itu. "Gue di bawah pengaruh obat
Baca selengkapnya
Part 25
Aldo berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang hampir jatuh karena pukulan Adhim lalu menatap Adhim bingung penuh tanya. Lidahnya sedikit mengeluarkan darah karena tergigit. "Minuman apa yang lo kasih ke gue semalam?" tanya Adhim yang membuat Aldo langsung terdiam. "Mi-minunan apa?" tanyanya kemudian. Adhim mendengkus di depannya. "Minuman yang lo kasih ke gue setelah acara pameran," tegasnya. Aldo kembali bergeming. Adhim sendiri terus menatapnya tanpa kata. Saat itu Aldo sadar jika Adhim terlihat berantakan tidak seperti biasa. "Gue minta maaf, Bang," lirih Aldo. "Ada yang mau jebak lo. Minuman itu ... itu wine berkadar alkohol tinggi. Dan---" "Dan lo kerja sama sama dia?!" Adhim memotong dan menatap Aldo dengan tatapan tidak percaya, sedih, juga terluka. Ia merasa dikhianati oleh orang yang sudah ia anggap teman baiknya. "Maafin gue," lirih Aldo sambil menunduk. "Tapi, Bang. Lo ha
Baca selengkapnya
Part 26
Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian di hotel berbintang lima itu. Pelita sudah kembali ke rutinitasnya dan June masih belum ada kabar sama seperti sebelumnya. Namun, Arina masih terus berusaha menghubunginya. WhatsApp, E-mail, Instagram, LINE, Telegram, semuanya, Arina terus men-drop pesannya. Gadis bersurai kecokelatan itu mengkhawatirkan Pelita, ia berharap June segera kembali agar bisa menjaga Pelita.Sehari setelah Pelita memilih beristirahat di apartemen pascaacara peragaan busana di hari pertama pameran digelar, Arina dan Pelita benar-benar bicara saat bertemu di kampus. Arina hendak jujur menceritakan semuanya pada atasan sekaligus temannya itu. Namun, Pelita mengatakan jika dirinya tidak mau mendengar apa pun, karena sejatinya, Pelita sudah mengetahui segalanya.Ia mendengar semua yang dikatakan Arina malam itu. Obat bius, Arka, jebakan, diancam, juga permohonan maaf Arina. Pelita mendengar semuanya.Mata Pelita memang terpejam dan tubuhnya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status