All Chapters of Terkabulnya Doa Istri Pertama: Chapter 91 - Chapter 100
115 Chapters
bab 91
“Aku maunya nikah di gedung dan mewah, tidak mau kaleng-kaleng apalagi sampai sederhana saja. Mahar pun emas batangan murni 24 karat seberat 50 gram. Aku pikir kamu bisa. Bukan begitu?” Syasya menaikkan alisnya, seketika Hendrik melongo. Tentu saja, baginya apa yang baru saja didengarnya sangat tidak masuk akal dan di luar kemampuannya saat ini. “Gil*! Ini pemerasan namanya,” batin Hendrik dengan memasak wajah polosnya. “Hah? Kamu bercanda ya?” sahut Hendrik cengengesan. “Tentu tidak! Apakah kamu menangkap sebuah candaan di wajahku?” Syasya menatap Hendrik lamat-lamat, pun sebaliknya. Keduanya pun hening seketika. “Itupun jika kamu serius menikahi aku. Jika tidak, tidak masalah! Aku bisa mengembalikan cincin ini,” ancam Syasya dengan serius melepaskan cincin detik itu juga. Glek! “Bagaimana ini? Dapat duit darimana aku?” batin Hendrik. Hendrik yang melihatnya menjadi gugup seketika. Seketika ia juga menjadi bimbang, antara mengiyakan tapi sama sekali belum ada pandangan di mana
Read more
bab 92
Setelah selesai menuliskan pilihan tempat yang akan dikunjungi sebagai tujuan wisata pada hari esok, Sarah mempersilahkan satu per satu dari seluruh karyawannya untuk melakukan pemilihan. Tak butuh waktu lama, para pegawai yang sat set telah menorehkan keputusan tanpa debat dan tidak dapat dibantah karena murni hasil dari pilihan masing-masing. Hasil pilihan akan ke mana pun sudah bisa diketahui oleh semua orang yang berada di tempat tersebut. Mereka yang memiliki pilihan tersendiri dan berbeda dari tempat yang berhasil meraih angka pemilihan tertinggi pun pada akhirnya bisa menerima dengan lapang dada. Mereka tidak bisa melakukan protes karena dipilih oleh orang banyak dan sama sekali tidak ada unsur-unsur curang di dalamnya. “Wah! Ternyata dari kalian memilih pantai rupanya,” ucap Sarah tersenyum sumringah sembari melihat ke arah papan tulis putih yang berisi hasil pemilihan pada bagian pantai dengan hasil cukup tinggi dan signifikan dibanding tempat lainnya. “Berarti ini udah d
Read more
bab 93
“Mohon maaf, Bapak-bapak semua. Untuk saat ini Pak Hendrik tidak ada di tempat. Apakah ada hal yang akan dibahas dan sekiranya saya bisa mewakilinya?” tawar asisten itu kepada para investor masih dengan memasang wajah ramah.“Apakah seperti ini etika dari perusahaan kalian kepada kami para investor? Apakah seperti itu caranya kalian ketika diminta untuk meeting dengan mewakilkan, padahal kami ini langsung datang sendiri? Hah? Cepat suruh ke sini! Enak saja main tidak ada!” gerutu bercampur penekanan dari salah satu investor kepada. “Huh! Manja banget nih orang! Apa susahnya sih diwakilkan? Menambahi kerjaan segala!” batin asisten. Ia tidak menyangka jika mereka sangat kekeh meminta bertemu Hendrik. “Saya mohon maaf atas ketidak hadiran Pak Hendrik, Pak. Mohon ditunggu, saya akan menghubungi Pak Hendrik agar segera kembali ke kantor. Saya pamit mau menelponnya.” Asisten itu pun pamit dan langsung menghubungi Hendrik. Begitu panggilan antara Hendrik dan asistennya selesai, Hendrik l
Read more
bab 94
Sore hari di hari itu juga, Hendrik langsung bertolak ke lokasi proyek pembangunan. Dengan kecepatan tinggi, ia tidak mempedulikan oceh dan omelan pengendara lain di sepanjang jalan. Hal itu ia lakukan agar bisa sampai di lokasi sebelum para pekerja di proyek belum beranjak pulang. Saat ini Hendrik datang ke sana untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya pada saat peletakan batu pertama. Beruntung, sampai sana ia masih menjumpai mereka masih bekerja. Selain itu, ia juga menyaksikan dan mendapati kenyatan yang menyebabkan ia harus ditegur oleh para investor yaitu pemborong dan mandor berleha-leha dengan banyaknya makanan dan minuman ada di dekat mereka. Hal itu berkat Hendrik tidak menghubungi orang lapangan terlebih dahulu ketika akan datang tadi. “O, jadi ini kerjaan kalian? Oh, hebat sekali!” sindir Hendrik dengan setengah berteriak dan disertai tepukan tangan yang begitu nyaring dan memekakkan telinga, sontak mengagetkan mandor dan pemborong tersebut. “P-pak Hendrik! K-kenapa Bap
Read more
bab 95
Seolah Tuhan sudah menyiapkan diri Novi untuk keadaan ke depannya, ia yang tidak pernah bisa jika tidak makan di tempat mewah dan mahal, tiba-tiba saja saat matanya melirik ke tempat makan lesehan di perjalanan pulang menuju rumah keinginan untuk mampir begitu kuat. Novi pun meminta berhenti ojek online-nya, lalu membayarnya. Dengan tanpa malu, risih, ataupun merasa tidak level tidak seperti sebelumnya, ia langsung memesan dan duduk di tempat tersebut. Menunya pun yang murah. Baginya penting kenyang, sebuah pemikiran langka darinya. Selama menunggu pesanannya disiapkan, mata Novi mengedar. Dengan senyum ditarik, ia terpaku dengan kondisi lesehan tersebut. Stigma yang selama ini ada di kepalanya, bahwa lesehan itu jorok, tidak higienis, dan kumuh terbantahkan seketika. “Tidak buruk juga.” batinnya manggut-manggut. Ia terus saja memandangi tempat tersebut, hingga HP-nya tergolek begitu saja di dalam tas tidak disentuh seperti biasanya saat sedang menunggu masakan siap. Tak lama menu
Read more
bab 96
Seminggu telah berlalu. Tepat seperti yang sudah ditekan dan diancamkan kepada pemborong dan mandor oleh Hendrik, semuanya sudah rampung seratus persen. Kini berkat penambahan pekerja dan kerja keras tanpa ugal-ugalan dari mereka selama seminggu, pihak investor sudah bisa meresmikan serta mulai menggunakan proyek tersebut. “Pak Hendrik, proyek sudah selesai. Sekarang kita sudah tidak ada lagi urusan,” lapor pemborong kepada Hendrik pada siang itu. Mereka menghubungi Hendrik agar menjadi saksi atas ucapannya tersebut. Mendengar kabar dan mengetahui bahwa proyek tersebut sudah berhasil ditangani dengan benar sesuai waktu yang ditentukan, Hendrik senang luar biasa. Ia bisa bernapas lega karena bayang-bayang akan tuntutan berupa penjara atau denda berkali lipat jika dalam seminggu tidak selesai, sudah hilang. Kelegaan juga sama dirasakan oleh pemborong dan mandor. Mereka dua juga sudah lepas dari rasa takut dan was-was akan tuntutan yang dilayangkan oleh Hendrik jika sampai tidak berha
Read more
bab 97
Pagi itu, seperti yang sudah disepakati oleh Hendrik dan Syasya lima belas hari sebelumnya ditambah diingatkan kembali oleh Syasya semalam, Hendrik dan Syasya bertemu di sebuah tempat. Agenda pada pagi hari itu dimulai dengan keduanya pergi ke sebuah butik yang cukup mahal. Hendrik yang notabenenya laki-laki perhitungan cukup terkejut melihat harga-harga di sana. Namun, untuk membuktikan dirinya layak mendampingi Syasya sebagai calon suami, ia menekan egonya dalam-dalam agar ikhlas dalam membayarinya. “Edun, mahal amat! Cuma ginian aja belasan juta? Sangat disayangkan sekali. Tapi, apa boleh buat? Semua itu demi dapatkan dia,” batin Hendrik tak karuan saat melihat price tags tersebut. Ia menelan salivanya susah payah. Namun, dengan segera menyembunyikan sikapnya tersebut. Syasya tahu sebenarnya apa yang saat ini ada di benak Hendrik. Dengan mengulas senyum diam-diam, Ia membiarkan Hendrik bergulat dengan pikirannya sendiri, antara mau membayarkan atau tidak. Syasya juga tidak pedul
Read more
bab 98
“Mbak, aku besok mau nikah!” Sabrina melapor pada Sarah sore itu. “Apa! Kamu mau menikah? Dengan siapa? Kenapa kamu tidak pernah cerita denganku kalau sudah mau menikah? Kenapa baru sekarang? Apa kamu sudah tidak menganggapku lagi?” Sarah memberondong Sabrina dengan banyak pertanyaan di tengah keterkejutan dirinya. Ia juga mendadak sedih, juga hatinya mencelos seketika. Jelas saja! Hati siapa yang tidak sakit saat satu-satunya keluarga yang dipunya dan begitu sangat dekat tiba-tiba akan menikah tanpa menceritakan sebelumnya dan sama sekali tidak menjadikan dirinya berpartisipasi dalam pernikahan tersebut. Melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Sarah, Sabrina mendadak tidak enak hati. Ingin rasanya tidak usah memberitahukan kepadanya. Tapi, semuanya sudah terlanjur terucap. “Maaf, Mbak. Bukan tidak ingin memberitahukan semua sebelumnya. Hanya saja, aku merahasiakan ini sebagai sebuah pembalasan. Aku takut jika Mbak Sarah tahu sejak lalu, kemudian rencanaku malah menjadi berantakan
Read more
bab 99
Usai ijab kabul tersebut, acara makan-makan pun terlaksana. Meskipun acaranya di gedung, namun tak banyak yang hadir dan diundang. Mereka tak lebih dari lima puluh orang. Mengadakan pernikahan di gedung adalah sebuah pencitraan diri yang dibangun oleh Sabrina. Juga bentuk menghargai dirinya sendiri sebagai seorang gadis yang dinikahi oleh lelaki beristri pun sudah menikah dua kali pada sebelumnya. Meskipun hanya acara dan tamu dengan jumlah alakadarnya, Sabrina meminta Hendrik untuk menginap di hotel yang bersatu dengan gedung tersebut. Malam pun tiba, dengan segala persiapan dan perasaan penuh gebu yang sudah tidak ia rasakan selama berbulan-bulan karena Novi sudah tidak menarik lagi atau alasan lainnya adalah mendadak tidak mood saat mengingat banyak hal si*al dalam setiap harinya di lokasi kerja. Sadar dan tahu makna tatapan dari Hendrik yang diberikan kepadanya, Sabrina mengajukan beberapa syarat. “Mas, apakah kamu mau kita begituan sekarang?” Sabrina melembutkan suaranya pen
Read more
bab 100
“Mas! Masa kamu diam saja, sih, gak belain aku?” Novi berusaha memelas kepada Hendrik karena wanita yang dihadapinya kali ini sama sekali tidak mempan ia lawan sendirian. “Buat apa aku belain kamu? Toh, kamu sendiri yang mulai duluan,” jawab Hendrik dengan enteng dan acuh tak acuh. “Oh iya, jangan sekali-kali kamu katakan dia pembual. Karena apa yang dikatakan adalah benar, dia istriku. Kuharap kamu menerimanya dengan baik. Satu lagi, aku dan dia adalah pengantin baru, sudah sewajarnya kalau seharian ini kami ada di kamar. “Selama kami di kamar, lantai bekas tumpahan itu harus bersih kinclong seperti sebelumnya dan jangan pernah ganggu kami meskipun hal sekecil sekalipun. Mengerti!” Tanpa mempedulikan bagaimana perasaan dan mimik serta kondisi jantung Novi yang semakin memompa darah amarah hingga menggelegak ke ubun-ubun, Sabrina dan Hendrik langsung masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu dengan membanting menimbulkan rasa sakit bertubi-tubi untuk Novi. Hal yang keluar dari mulu
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status