Semua Bab Wanita Kedua: Bab 161 - Bab 170
171 Bab
Keputusan
Jika Angga menyangka sang paman akan menerima usulannya untuk tidak lagi membuat masalah dengan kompensasi uang untuk melunasi utangnya yang bertumpuk, Angga tentu saja salah perhitungan, bahkan sampai batas waktu yang dia tentukan sang paman bahkan tak menampakkan batang hidungnya ataupun berkirim pesan menyampaikan kabar keputusannya. Bahkan saat Angga meminta Hendra menanyakan sang paman ke kantornya, sekretarisnya tidak bisa menjawab, karena laki-laki itu tidak masuk sejak dua hari yang lalu tanpa pemberitahuan yang jelas, bahkan ponselnya pun mati tak bisa dihubungi sejak kemarin. “Sudah bagus aku menawarkan solusi untuk masalahnya, kenapa dia malah acuh,” dumel Angga kesal. Masalah pribadinya sendiri ditambah dengan masalah perusahaan sudah cukup banyak, jika pamannya tidak mau menerima kebaikannya tentu itu bukan salahnya yang akan membekukan beberapa aset yang menjadi bagian pamannya, agar aman tersimpan, sebagai bekalnya nanti di hari tua, setidakn
Baca selengkapnya
Dipertanyakan
Angga keluar ruangan Dina dengan diiringi senyum manis istrinya itu, membuat hatinya yang semua tak tentu arah kembali bisa tenang, mungkin memang nasib pernikahan mereka belum bisa ditentukan tapi perhatian sang istri dan juga dukungannya membuat Angga sedikit tenang. Saat ini memang dia benar-benar membutuhkan hal itu, berbagai masalah yang menumpuk dalam kehidupannya akhir-akhir ini membuat dia gila rasanya. Apalagi hari ini adalah salah satu hari yang berhasil menghancurkan moodnya, salah satunya sang paman yang tak bisa dihubungi sampai sekarang. Angga segera menuju ruang rapat dilantai lima. Sejenak dia memandang pada orang-orang yang akan membantunya dalam proses ini, mereka orang-orang pilihan yang sangat ahli dibidangnya. Dan Angga membayar mahal jasa mereka, dia berharap mereka memang seprofesional yang mereka gembar gemborkan, ta ada penyelewengan yang akan mereka lakukan. Rapat kali ini sangat rentan, mereka akan membahas masalah strategi ke
Baca selengkapnya
Tak Cocok
Angga masih mengamati mereka bergantian dengan bingung. Bara bukannya membantu Angga laki-laki itu malah dengan cueknya bermain ponselnya. Membuat Angga kesal."Maaf, aku ada janji dengan istriku," jawab Angga. Tak ingin semakin memperuncing suasana.Mungkin bagi sebagian orang memang bukan hal yang berlebihan Mungkin bagi sebagian orang memang buka hal yang berlebihan makan siang dengan teman kantor, tapi masalahnya adalah masa lalu mereka yang suram dan terlanjur mendapatkan noda hitam. Angga yang dulu pasti tidak akan berpikir dua kali untuk mengiyakan. Tapi sekarang banyak pertimbangan yang harus dia pikirkan. “Kamu berubah, Mas,” kata Vanya dengan kecewa dan sakit hati yang tidak dia tutupi. Syukurlah mereka berdiri di lorong yang sepi, jadi tidak ada orang lain yang akan ikut menyaksikan drama ini. Angga menoleh pada Bara, sikap Vanya yang begini membuatnya tak enak hati pada laki-laki itu, bagaimanapun, saat
Baca selengkapnya
Persaingan
Perut yang sudah terasa keroncongan, dan juga dukungan mood yang berantakan membuat Dina yang biasanya selalu menebarkan senyum pada semua orang kita malah berwajah masam, suasana hatinya benar-benar hancur berantakan. Dan itu disadari betul oleh Angga.Angga menggandeng tangan wanita itu dan membimbingnya ke ruangan khusus yang tadi sudah dipesan Bara. Kalau saja suasana hatinya sedang baik Dina akan dengan senang hati menikmati interior ruang yang sangat nyaman ini, sebuah ruangan dengan cat dinding berwarna kuning lembut menyapanya. Meja panjang yang di kelilingi sofa yang nyaman membuat siapapun pasti betah di sini, tidak heran memang ini restoran pilihan Vanya. Wanita itu tak akan main-main dalam memilih meski hanya tempat makan siang yang terbilang sangat santai. Dina bahkan berani bertaruh wanita itu pasti belum pernah makan di warung tenda pinggir jalan. Pikiran itu sedikit membuat senyum kecil muncul di sudut bibir Dina, tak bisa dipun
Baca selengkapnya
Awal
Hari ini Angga boleh bergembira, apa yang dia usahakan telah menampakkan hasil yang nyata, saham perusahaannya bisa melenggang ke lantai bursa. Dan keputusan para pemegang saham menetapkan dialah yang menjadi Ceo nya. Bukan tanpa masalah proses akusisi ini berjalan, ancaman yang ditujukan padanya ataupun pada keluaganya mulai berkurang. Dia bisa bernapas lega meski begitu Angga belum bisa mengendurkan kewaspadaannya. Bisa saja mereka memang menunggu saat dia lengah untuk kembali menyerangnya. Tapi masalah yang menurutnya sangat krusial belum juga menemukan titik terang, rumah tangganya dengan Dina , masih menggantung bak jemuran, istrinya itu sekarang lebih memilih diam jika bersamanya, bahkan sang istri juga kembali selalu memunggunginya saat tidur. Angga hanya diam, setidaknya dia ingin memberi sedikit ruang untuk Dina menenangkan diri. Angga mungkin manusia yang egois yang dengan kukuh ingin mempertahankan istrinya meskipun ada sisi hatinya yang masih unt
Baca selengkapnya
Salah
Dina mengerutkan kening tak mengerti, dia memandang Hendra yang terlihat tak nyaman duduk di kursinya antara takut tapi juga penuh harap. Laki-laki yang biasanya menampilkan wajah dingin tak terbaca itu untuk pertama kalinya kehilangan kendali dirinya. “Pak Angga di dalam?” tanya Dina. “Bu Dina… itu---itu, Bu,” jawabnya terbata dan salah tingkah Bara yang berdiri di belakang Dina ikut menatap laki-laki itu dengan heran, tidak biasanya laki-laki ini gugup padahal tadi jelas-jelas Hendra meneleponnya, memintanya segera ke sini untuk membantu Angga yang kerepotan memeriksa berkas pengalihan saham. Apa Angga berpesan untuk tidak boleh diganggu? Dan kehadiran Dina yang tiba-tiba membuat laki-laki itu tak enak hati mengatakannya, bagaimanapun Dina istri Angga, tapi tumben sekali Angga keberatan dengan kedatangan Dina. “Bicara yang jelas, sejak kapan kamu suka gagu,” Dina menatap tajam Hendra. “Apa aku akan menganggu Mas Angga jika masuk sekarang?” tiba-t
Baca selengkapnya
Khawatir
Bara berlari menyusul Dina yang berlari keluar dari ruangan Angga, sepanjang matanya memandang seluruh lantai ini, tak ditemukannya sosok Dina."Cepat sekali larinya," gumam Bara pelan. Laki-laki itu segera memasuki lift sejenak dia ragu untuk memilih ke atas atau ke bawah. "Coba di atas dulu." Lift khusus petinggi perusahaan selalu sepi, Bara menyandarkan tubuhnya di dinding, ada rasa marah, kasihan dan juga... Lega yang berkumpul jadi satu dalam dadanya. Bara tak tahu apa yang akan terjadi nanti, tapi satu yang pasti dia tidak akan membiarkan Dina terluka lagi. Bara langsung menuju lantai teratas gedung ini, dia yakin Dina tidak mungkin mampir ke lantai lain, Dina orang baru di sini dan belum mempunyai teman akrab. Suatu pikiran ajaib terlintas di otaknya, bagaimana kalau Dina ke atap gedung dan berniat bunuh diri. Dina sangat mencintai suaminya, bukannya tidak mungkin dia putus asa, dan berniat bunuh diri melompat da
Baca selengkapnya
Pisah?
Bersama mereka menuruni anak tangga dalam diam. Sesekali Bar melirik wajah Dina, wajahnya yang sembab terlihat dingin, Bara belum pernah menikah dia tak tahu bagaimana rasanya dikhianati oleh pasangan yang sudah berbagi suka dan duka. Tapi Bara selalu percaya Dina dapat menghadapi semuanya. "Mbak akan ke mana setelah ini?" tanya Bara pelan sebelum mereka membuka pintu tangga darurat. "Maksudku, jika Mbak Dina pisah dari Mas Angga, tidak mungkin Mbak akan tetap tinggal di sini?" Bara benar dia tidak mau lagi tinggal di rumah itu, rumah itu dibangun untuk Laras, mantan istri Angga bukan untuk dirinya jadi sepantasnya dia harus pergi, tapi ke mana? Dia tak mungkin membawa anak-anak ke tempat yang tidak layak."Aku tidak punya siapa-siapa, tentu Bu Rahmi adalah tujuanku, aku bisa sambil membantu beliau di sana." Dina tersenyum meyakinkan Bara bahwa semuanya baik-baik saja.Bara memang baik, tapi tidak sepantasnya dia menjadi beban untuk la
Baca selengkapnya
Kamu Milikku
Inilah akhirnya, Angga memejamkan matanya berharap tadi Dina hanya salah bicara, atau dia sedang bermimpi saja, tapi sekian detik mereka ada di sana duduk berdua dalam ruang kerja yang terasa dingin mencekam, Dina tak hendak meralat ucapannya atau tidak juga menggoyangkan lengannya seperti saat dia bermimpi buruk. Ini nyata, perkataan Dina tadi juga nyata tak ada yang bisa di sangkal lagi. “Kenapa kamu memilih hal itu? apa kamu sudah menyerah dengan rumah tangga kita, bukankah kamu pernah bilang akan mempertahankan pernikahan kita.” “Untuk apa dipertahankan jika kamu tidak mau untuk bertahan, rumah tangga itu dijalankan oleh dua orang buka salah satu saja, jika kamu memilih ingin menjalankan rumah tangga dengan wanita lain, tentu aku harus rela mundur.” Angga menggeleng. “Kamu salah, jika aku ingin membangun rumah tangga itu hanya denganmu, mungkin memang salahku telah menghadirkan Keira, tapi kamu tahu benar alasannya, pernikahan kami hanya s
Baca selengkapnya
Kulepas
Bara menyadari ada orang lain di ruangan ini, dia tadi tak tega melihat Dina menangis tergugu dan tanpa sadar memeluknya. Dan Angga berdiri di pintu masuk dengan wajah tak berdaya. Segera dilepaskannya pelukannya pada Dina dan menepuk bahu wanita itu lembut. “Apa kalian akan benar-benar berpisah?” Bara mendekati Angga yang masih berdiri mematung. “Itu permintaan Dina.” “Aku permisi dulu, aku harap itu jalan yang terbaik untuk kalian berdua.” Angga tak tahu apa dia masih berhak untuk cemburu, mendapati Dina lebih nyaman menangis di pelukan laki-laki lain daripada dirinya yang masih berstatus suami sahnya. Apa kesalahannya begitu fatal?Dina mengangkat kepalanya, memandang Angga tajam, meski wajahnya sudah sangat sembab dia tak akan sudi menunjukkan kelemahannya pada Angga. “Maaf,” kata Angga sambil mengulurkan tisu yang ada di meja kerja Dina. Ingin sekali dia memeluk wanita itu dan mengusap air matanya, tapi dia sadar dirinyalah alasa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status