All Chapters of Wanita Kedua: Chapter 141 - Chapter 150
177 Chapters
Ancaman itu Nyata
"Bukankah kamu ingin aku membuat profil orang yang bisa dipercaya dan tidak di sini? Bagaimana kalau wanita itu salah satu yang tidak bisa dipercaya apa kamu terima?” Dina memandang suaminya dengan garang. Bibirnya terkatup rapat, ada rasa khawatir yang terselip di hatinya saat mengajukan pertanyaan itu, apa hatinya siap jika Angga mengatakan kalau Vanya begitu penting untuknya. "Aku akan menjaga jarak darinya jika itu yang kamu inginkan." "Bukan keinginanku tapi itu pendapatku baik secara personal maupun profesional, aku sendiri heran bagaimana kamu yang biasanya pintar memilih lawan dan kawan bisa terjebak dengan wanita seperti itu." "Bisakah kita tinggalkan masa lalu, dan berjalan di masa sekarang?" "Tanyakan pada hatimu, Mas, apa bisa meninggalkan masa lalu di belakang dan benar-benar melupakannya?" Angga terdiam tak bisa menjawab pertanyaan Dina, tapi sepertinya sang istri memang tidak butuh jawaban. "Untuk apa aku dipanggil kemari? Atau hanya ingin memperlihatkan kede
Read more
Tak Lagi Sama
Persoalan uang memang bisa menjadi malapeka yang tidak berkesudahan, jangankan yang berjumlah trilyunan seperti aset yang dimiliki keluarga Wicaksana yang berjumlah ratusan bahkan puluhan ribu saja bisa mengancam nyawa. Dina menyadari betul konsekuensi hal ini. Dina bahkan harus merelakan telinganya mendapat omelan Angga, meski itu dilakukan melalui telepon karena tak ingin menarik perhatian. “Aku baik-baik saja, Mas, aku bisa jaga diri dengan baik lagi pula ini lingkungan kantor, meski di tempat sepi pasti tidak akan ada yang berani macam-macam.” “Jangan menyepelekan mereka, ini memang kantor tapi bukan berarti tidak memiliki cara untuk mencelakakanmu. Aku akan mengusahakan seseorang untuk selalu ada di dekatmu.” “Baiklah terserah kamu saja.” Dina meletakkan ponselnya dan memandang Bara tajam, sedangkan laki-laki yang dipandang bersiul ringan dan tak peduli dengan wanita yang terlihat berang di depannya. “Itu pasti kamu kan yang melaporkan pada Mas Angga,” tuduhnya langsung
Read more
Tempat Bersandar
Dina melangkah cepat ke arah meja kerjanya memeriksa file-file yang ada di sana. "Berapa lama dia di sini?" tanya Dina pada Yana yang masih berdiri di samping pintu. "Mungkin sepuluh menit," jawab Yana sambil memperhatikan jam tangannya. "Saat dia keluar apa membawa sesuatu?" Dina menoleh pada gadis di belakangnya yang tak segera menjawab pertanyaan. "Aku kurang tahu, Mbak, tapi jaman sekarang meski tidak diambil langsung bisa difoto dengan kamera ponsel," gumam Yana seolah bicara pada dirinya sendiri. Dina langsung menghentikan gerakannya mendengar gumaman Yana, benar sekarang ada benda keren bernama ponsel yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan. Dia terduduk dengan lemas di kursinya. "Apa dia tadi juga mengutak-atik komputerku?" tanya Dina lagi. "Nggak tahu, Mbak, nggak kelihatan juga dari luar." Dina menggerakkan kursornya mencoba mencari tanda-tanda apa ada kerusakan, tapi tetap saja dia bukan seorang teknisi dan Om Darma yang sudah lama malang melintang di dunia
Read more
Pengawal Baru
Mobil meluncur meninggalkan pelataran parkir yang sudah sepi, hanya ada beberapa mobil yang masih tersisa, mungkin itu mobil salah satu petinggi di sana, Dina tak tahu. Yang dia inginkan sekarang adalah segera sampai di rumah dan memeluk anak-anaknya, mencari kenyamanan pada malaikat mungil miliknya. Hatinya belum bisa tenang kalau belum bisa melihat sendiri anak-anaknya dalam keadaan aman dan sehat walafiat. “Tenangkan dirimu dulu, anak-anak akan ikut ketakutan kalau kamu juga takut.” Yah. Suaminya benar, anak-anak begitu sensitif terhadap suasana hatinya, jangan sampai mereka turut serta ketakutan yang tidak diperlukan, anak-anak harus hidup dalam keceriaan. Ara langsung meloncat dalam gendongan papanya begitu sang papa keluar dari mobil. Anak itu terlihat begitu ceria tak ada lagi sisa mendung yang hinggap di wajahnya, padahal pagi tadi anak itu masih merengek meminta diijinkan main hingga taman seperti biasa. Ara yang kreatif pasti sudah menemukan permainan unik untuk menghi
Read more
Ketakutan Iru...
Pagi ini kembali Dina berangkat kerja dengan seorang pengawal yang menemaninya. Ada rasa risih tapi juga tenang di hatinya, bagaimanapun dia seorang wanita yang lemah, dia tidak ingin setiap hari ketakutan hanya karena kata-kata seseorang. Dina memang jago untuk membuat profil seseorang, tapi kalimat persuasif yang mengundang sama sekali bukan gayanya. Pekerjaanlah yang mampu untuk mengalihkan Dina dari beratnya beban hidup yang harus dia tanggung. Setelah nama-nama yang ia lakukan profiler kemarin, Pak Bambang memberikan nama yang akan langsung mereka temui untuk interview kerja. Dan di sinilah Dina sekarang memperhatikan satu persatu orang-orang yang dia buat profilnya secara langsung. "Mereka terlihat seperti orang yang sangat kompeten, dan gaji yang mereka minta juga tidak main-main," komentar Pak Bambang setelah mereka selesai melakukan wawancara. "Iya selalu ada harga yang lebih untuk mereka yang berkemampuan lebih," Dina menimpali. "Semoga saja kemampuan yang mereka bi
Read more
Seorang Ibu
“Anak-anak di culik.” Hanya itu kata yang mampu didengar Dina. Tubuhnya sudah lemas badannya bergetar hebat. Apa yang dia takutkan menjadi kenyataan. “Ada apa, Mbak?” Bara yang melihat wajah Dina langsung pucat setelah menerima telepon langsung mengambil ponsel Dina dan berbicara dengan seseorang di ujung sana. Sigap Bara segera menghubungi nomer kantor Angga dan memberi tahu untuk secepatnya menyusul. “Yuk, Mbak kita ke sekolah anak-anak sekarang.” Dina yang masih shock hanya mampu menurut otaknya sudah tak mau diajak berpikir lagi, yang ada diotaknya hanya ketakutan mengenai nasib anak-anaknya. Angga berlari menuju tempat parkir begitu mendapat informasi dari sekretarisnya, di sana sudah ada Dina yang terlihat masih shock dan Bara yang sibuk menghubungi entah siapa. Pak Joko yang membawa mobil dengan kecepatan tinggi, laki-laki yang sudah berpengalaman puluhan tahun menjadi sopir itu membuktikan kemampuannya. Tak berapa lama mereka sudah sampai di sekolah Aksa dan Arsyi. Kepa
Read more
Hanya Awal
Dina tidak bisa terus seperti ini, dia tak bisa hanya diam saja tanpa melakukan apa pun. Dia bisa gila menunggu dalam ketidakpastian ini. Dina memang hanya wanita lemah yang tak bisa melakukan apapun tapi dia bukan wanita tak berotak yang hanya bisa pasrah. Dia biasa melakukan profiler pada para pelamar dan juga pegawai, kenapa dia tidak memanfaatkan itu mungkin saja bisa membantu. Yang pertama harus dia lakukan adalah harus tenang agar dapat berpikir jernih. Dia menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. Pertama yang akan dia lakukan adalah menggeledah ruang kerja suaminya, kasus ini terjadi saat perusahaan sedang memanas, berdasarkan cerita Angga tentang beberapa koleganya, cukup memberikan referensi. Memang ada beberapa orang yang dia curigai dan bisa dijadikan acuan.Berkali-kali CCTV yang memperlihatkan kejadian hari ini dia putar, dia analisis dari berbagai sisi. Dina bergerak mengambil ponselnya dan men
Read more
Pelukan Bunda
Dina mondar mandir di depan rumahnya sebentar dia akan duduk, sebentar kemudian berdiri. Tangannya saling menggenggam satu sama lain, mulutnya tak henti-hentinya komat kamit seperti membaca mantra. Hatinya benar-benar gelisah tak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Ponsel di genggamnya pun dari tadi diam saja, padahal dia sudah berkali-kali menengoknya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi belum ada tanda-tanda mereka akan datang, bahkan Angga juga tidak berkabar sejak telepon yang mengatakan mereka sudah menemukan lokasi tempat anak-anak disekap. Berkali-kali Dina menghubungi nomer Angga maupun Bara yang ikut ke sana tapi tidak ada jawaban, yang membuat Dina makin cemas. Kepalanya pusing saat Oma dan Opa kedua anak itu datang bersamaan dengan kedatangan mama mertuanya, yang membuatnya makin pusing saat mereka terus saja berdebat saling menyalahkan. Dan tentu saja dia yang mengasuh anak-anak itu juga tidak lepas dari kemar
Read more
Korban
Dina memandangi wajah-wajah lelah dua anak itu, setelah mandi mereka akhirnya tertidur di atas ranjang kamar Dina. Mereka terlalu takut untuk tidur di kamarnya sendiri. Dalam tidurpun mereka sesekali berjingkat ketakutan. Bahkan harta kekayaan orang tuanya yang melimpah tak mampu menolong mereka dari ketakutan itu, justru karena perebutan harta itu mereka menjadi korban dan harus hidup dalam ketakutan, Dina tak tahu sampai kapan ini akan berlangsung. Mengingat keadaan perusahaan yang semakin hari kian memanas, belum lagi ancaman yang pernah ditujukan padanya. Dina memang belum mengatakan pada Angga, tapi dia yakin kalau orang yang menerornya itu karena dia adalah istri Angga. “Kenapa mereka tidur di sini?” tanya Angga saat memasuki kamarnya dan mendapat kedua anaknya sudah tertidur lelap di kamarnya. “Mereka tidak berani tidur sendiri,” jawab Dina singkat. “lalu aku tidur di mana?” gumam Angga pelan tapi masih bisa didengar Dina.
Read more
Wanita yang Kau Cinta
Sama dengan anak ayam yang  tak mau pisah dengan induknya, mungkin itu kata yang tepat untuk dua orang anak yang menolak mentah-mentah permintaan oma dan opanya. Bagi mereka Dina adalah ibu yang mengasuh mereka sejak kecil mengajarkan mereka kasih sayang dan arti kehidupan, meski Dina hanya ibu tiri mereka. “Kamu juga bisa ikut kami, jika kamu mau, bukankah Angga sudah ada istri lain yang mengurusnya,” sindir Nyonya Aryobimo, Dina hanya diam, ingin tahu sampai dimana drama ini akan berlangsung. “Apa hak Mama sebenarnya berkata begitu, mungkin aku pernah menjadi menantu kalian tapi kehidupanku sekarang bukan urusan kalian,” jawab Angga dingin. “Aku memberi ijin anak-anak ke rumah oma opanya itu karena mereka mau dan masih menghormati kalian sebagai orang tua Laras, ibu dari anak-anakku, tapi bukan berarti kalian bisa mengatur hidupku.” “Karena kamu yang telah membunuh Laras.” Teriak Nyonya Aryobimo keras, syukurlah perdebatan pagi ini dilakukan
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status