All Chapters of Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar): Chapter 21 - Chapter 28
28 Chapters
Tabahkan Hatimu
Delia ambruk sampai di halaman rumah Mbah Barid. Bunyi jatuhnya sepeda, barang bawaan dan tubuh Delia susul menyusul berdentuman. Sebagian kerakal yang menutupi halaman berhamburan, sebagian lagi menggores tubuh perempuan itu. Dua detik kemudian tangan dan kakinya mengeluarkan bintik-bintik berwarna merah yang lama kelamaan mengumpul menjadi nuansa darah.Delia menangis. Bukan karena tangan dan kakinya terluka. Dia sedang merasa malu, merasa harga dirinya sudah berada di level minus.“Delia ….” Mbah Barid datang dari arah dalam. Ayunan kakinya kencang mendekati sang cucu. “Syukurlah kamu sudah pulang, capek ya? Sini Mbah bantu.”Mbah Barid tersenyum. Tangan keriputnya yang kasar menyibak rambut Delia dan mengusap kedua pipi cucunya bergantian. “Kalau capek enggak apa-apa istirahat. Yuk, Mbah bantu masuk.”Melihat perlakuan Mbah Barid, Delia malah tergugu, dan isaknya semakin kencang. Wanita renta berusia enam pul
Read more
Ancaman
“Biar saya saja yang turun,” kata Fiko lugas. “Mbah sama Mbak di sini saja ya.”“Makasih, Mas Fiko,” sahut Mbah Barid cepat. Tangan kirinya meraih genggaman Delia. “Kita di sini saja, Del.”Delia menunduk pasrah. Dia semakin menunduk ketika mendengar suara Firman menggelegar, dan para tetangga kembali muncul.“Mau apa lagi perempuan murahan itu ke sini? Sampai kapan pun aku tidak akan menerima kamu lagi!” lengking Firman.“Nunsewu, Mas Firman, saya mau ambil barang-barang ini, setelah itu kami langsung pergi,” kata Fiko kalem, badannya menunduk, khas penghormatan orang kampung.Di bawah tatap mata tajam Firman, Fiko cekatan memindahkan barang-barang Delia dan Faisya yang tidak seberapa banyak itu. Entah karena melihat kegesitan Fiko, atau memang karena Firman kehilangan selera untuk marah, yang jelas mulut Firman terkatup bisu. Matanya saja yang berkilat-kilat mengikut
Read more
Mengamuk
“Del, apa maksudmu melibatkan Mbah Barid dalam permasalahan kita? Pakai mengancam segala. Kalau aku enggak memenuhi permintaan dari kamu, aku mau kamu sant3t, begitu?” seru Galang. “Sant3t?” Delia tertawa. Dia baru sadar sekarang, bahwa orang-orang selalu menganggap Mbah Barid sebagai orang yang mempunyai ilmu hitam. Mentang-mentang dia tinggal nyempil sendirian di ujung desa, warga berasumsi si Mbah dekat dengan mistis. Mungkin itu yang menyebabkan Astuti begitu ketakutan melihat sosok si Mbah.“Ya, pasti akan aku lakukan, Bang. Aku akan sant3t kamu biar enggak ada lagi orang yang bisa kamu sakiti. Lebih enak sih kalau burungmu aku bikin letoy!” Delia terbahak. Ekor matanya menangkap Faisya dan Mbah Barid menoleh dengan cepat di kejauhan. Namun perempuan itu tidak peduli, dia tetap saja menyaringkan derai tawanya.“Kita kan melakukan itu suka sama suka. Emang ada aku maksa kamu? Kalau akhirnya kamu ha
Read more
Kepada Faisya
“Jadi Fa bobo di sini?” Mata Faisya membulat. Dia mengedar pandangan lagi, entah sudah yang ke berapa kali. Sejatinya gadis kecil itu sudah melihat-lihat rumah Mbah Barid dengan detail tadi, bahkan sampai masuk ke kamar Mbah Barid. Jika tidak akan tinggal di sini sudah pasti Delia akan melarang Faisya, sebab itu sangat tidak sopan. Namun Delia membuat pengecualian kali ini supaya Faisya merasa lebih nyaman.“Bobo-nya sama Ibu kan?” tanya Faisya lagi.Delia tersenyum. “Iya dong, kita bobo sama-sama.”“Kalau bobo bareng Ibu Delia, aku mau,” sahut Faisya seraya memeluk Delia, lalu menarik tangan ibu tirinya itu agar telinga Delia dekat ke mulutnya. Faisya lantas berbisik, “Rumah Mbah agak horor.”“Oh iya?” Delia memasang mata jenaka. “Sst ….” Faisya mengangkat telunjuk ke depan bibirnya yang mengerucut, lalu matanya melirik ke arah luar. Seaka
Read more
Syarat
“Maafkan kami, Bu, Pak Firman tidak bersedia untuk menemui Anda.”Delia merespon dengan anggukan lemah. Matanya bersitatap dengan milik Rena.“Betul kan, Ren? Mas Firman enggak akan mau melihat aku lagi,” bisik Delia sembari melangkah keluar, berjejeran dengan Rena.“Iya, Mbak. Yang penting Mbak Delia udah coba,” hibur Rena.Sejak kemarin sore, Rena memang mengajak Delia untuk membezuk Firman di kantor polisi, tempat lelaki itu ditahan sementara. Delia sudah menolak, sebab dia tahu Firman sekarang sangat membencinya. Perlakuan-perlakuan pada dirinya dan Galang sudah mengindikasikan semua itu. Akan tetapi Rena seperti tidak lelah untuk membujuk kakaknya menjenguk sang suami, atau sekarang sudah mantan? Ah entahlah. Yang pasti, akhirnya Delia berangkat juga ke kantor polisi setelah mengantar Faisya ke sekolah. Lagi-lagi Rena yang memaksanya.“Delia!”Spontan kakak beradik itu menoleh
Read more
Korban
“Ayo, Del!” Mbah Barid menarik tangan Delia. “A-aku takut kalau nanti jadi ribut, Mbah,” jawab Delia pelan. Langkahnya sudah terhenti sedari tadi, sebelum akhirnya seperti sekarang, ditarik-tarik oleh Mbah Barid.“Kan ada Mbah di sini. Ayo!”Delia terpaksa melangkah lagi. Mengekor sang nenek yang jalan di depan, memasuki halaman rumah Astuti. Jenasah Galang sudah dimakamkan semalam, dan rumah Astuti menjadi lebih sepi. Konon kemarin sore pun tidak banyak pelayat yang datang. Hanya beberapa kerabat dan sedikit warga sekitar.Astuti sedang duduk di sofa ruang tamu seorang diri. Matanya bengkak akibat terlalu banyak menangis. Dia terlihat kaget saat mendengar salam dari mulut Mbah Barid, apalagi setelah melihat ada Delia di belakang orang tua itu. Astuti spontan berdiri, badannya siap siaga. Entah mengapa kedua tangannya terkepal kuat.“Mau apa kamu ke sini, Del? Mau mensyukuri musibah yang Bibi terima?
Read more
Terungkap
“Apa yang Ibu lakukan di sini?” Delia berseru melihat Ratri tengah menggedor-gedor pintu kamar mandi sekolah. Sementara anak-anak dan beberapa orang tua murid dan guru telah berkerumun di sekitar Ratri.“Ibu, Ibu Delia!” Faisya segera berteriak saat mendengar suara Delia.“Ya, Sayang. Ini Ibu Delia!” seru Delia.“Fa takut, Bu.”Delia merangsek, mendorong Ratri untuk mundur. “Buka, Fa, enggak apa-apa, ini Ibu.” Pintu kamar mandi segera terbuka. Faisya dengan gesit melesat ke arah Delia. Dia berhasil berkelit ketika tangan Ratri hendak menjamah tubuh kecilnya.“Aku enggak mau ikut Mbah Ratri ke Jakarta, aku mau sama Ibu!” teriak Faisya sembari memeluk pinggang Delia dengan erat.“Faisya, Ibu Delia itu bukan ibumu!” Ratri tak kalah berseru.“Bu, tolong jangan berteriak-teriak di sini. Setidaknya hormati diri Ibu sendiri,&rd
Read more
Jalani Takdirmu
“A-aku terpaksa, a-aku terpaksa demi kamu, Sep,” tutur Ratri terbata-bata. “A-aku memang tidak suka sama kamu, sedari awal Firman mengenalkan kamu … tapi aku bukan perempuan yang jahat, aku tidak akan membiarkan Eko berbuat keji sama kamu.”“Jadi benar kamu bunuh suamimu?” Rahmat melotot tidak percaya. Septi tertawa ringan. “Pergilah kalian dari sini. Jangan pernah ganggu hidupku lagi. Aku betul-betul tidak peduli dengan Faisya, jadi tolong jangan sertakan aku ke dalam masalah keluarga Anda lagi, Bu Ratri. Anggap saja kita tidak pernah punya hubungan apa-apa.”“Sep, tunggu!” cegah Ratri saat melihat Septi hendak membalik badan dan menuju ke dalam rumah. “Tapi Faisya itu anakmu.”“Pergilah, Bu, pergilah! Cukup semuanya, aku tidak ingin melihat Faisya, sebab setiap aku melihat anak itu aku selalu terbayang perbuatan bejat ….”“Tapi Faisya itu
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status