All Chapters of Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar): Chapter 11 - Chapter 20
28 Chapters
Pergi
Firman tertawa menggelegar. “Ngelawak kamu kan, Sep?”Sementara Delia sudah terduduk lemas di salah satu kursi terdekat.“Bu, kok lama?” Faisya akhirnya muncul. “Loh ada Ibu Septi juga?”Ketiga orang dewasa di situ saling melirik satu sama lain.Faisya berlari mendapatkan Delia. “Bu, udah siang nih, nanti kalau Fa terlambat sekolah gimana?”Delia melirik Firman. Lelaki itu terpekur, jelas sekali dia menahan beban yang maha berat. “Ayok, Ibu siapkan air hangatnya ya.”Faisya bersorak. Dia menarik tangan Delia untuk pergi ke belakang.“Kamu mau tau siapa bapak Faisya yang sebenarnya?” Septi dengan nada tercampur tawa, bertanya. Di telinga Firman terdengar begitu mengejek.“Omong kosong apa kamu, Sep. Kamu itu hanya ingin memperkeruh suasana, iya kan? Seneng melihat aku makin terpuruk.”Septi mengumbar tawa. “Ya terserah sih kalau kamu enggak percaya. Tapi yang sebenarnya ibumu tau.”Firman tersengat kaget.“Kamu boleh tanya ibumu sendiri, kalau kamu enggak percaya sama aku. Ngomong-ngom
Read more
Harus Kemana?
“Mau ngapain kamu seret-seret koper ke sini?” Lasmi, ibu kandung Delia tertawa lebar melihat kedatangan anak pertamanya. Sama sekali tidak ada rasa kasihan melihat wajah putrinya yang sudah bersimbah air mata.“Udah jadi orang kaya kok mau balik ke gubug derita, nanti kudisan kamu,” lanjutnya sambil memiringkan bibir.“Ibu ….” Delia menghambur ke kaki ibunya. “Maafkan aku, Bu.”Lasmi makin kencang tertawa, meskipun dalam hatinya sangat perih. Anak sulungnya ini yang sudah berani melawan perintahnya, bahkan nekat kabur dari rumah lalu menikah tanpa restu. Delia pula yang pernah sesumbar tidak akan lagi balik ke rumah sebab dia sudah hidup dengan layak bersama suami pilihannya. “Kalau ada apa-apa dalam pernikahanmu, sana ke bapakmu, jangan ke sini. Kan bapakmu yang merestui pernikahanmu,” ujar Lasmi seraya menahan tangis. Bagaimana pun hati seorang ibu tidak tega melihat anak kandungny
Read more
Jagung Rebus
“Bapak enggak bisa ditelpon ….” Tangis Faisya pecah membahana.Sejenak Delia tercenung. Membayangkan Faisya kebingungan sendirian, ketakutan, mungkin juga dalam keadaan lapar, tetapi untuk balik ke rumah itu lagi dia tidak berani. Kuatir Firman akan mengamuk jika memergokinya.Tadi dia sempat menyuruh Faisya untuk menelepon Firman, barangkali lelaki itu sedang menenangkan diri sejenak di suatu tempat. Pasti dia akan segera kembali ke rumah kalau Faisya yang meneleponnya, sebab …. DENG!Satu pukulan mampir di kalbu Delia. Jangan-jangan Firman tidak peduli lagi pada Faisya, setelah tahu gadis cilik itu bukan putri kandungnya. “Fa … jangan nangis, coba Fa minum dulu ya. Ibu coba telponin Bapak.”“Ibu di mana? Ibu pulang cepet, Fa laper.” Bocah itu terus saja menangis.“Tunggu ya, ini telponnya Ibu matiin dulu.” Delia menguatkan hatinya untuk langsung menutup
Read more
Sebagai Menantu
“Eh, enggak ada apa-apa, Fa. Ibu kaget aja, kayaknya kuota Ibu habis,” ujar Delia berbohong. “Boleh pinjam hape Fa untuk coba telpon Bapak?”Faisya tertawa. “Ya ampun, Ibu bikin kaget, ternyata cuma perkara kuota habis.” Gadis cilik itu menggeleng-gelengkan kepala. Entah dia menirukan siapa, kelakuan dan omongan yang lebay begitu. Delia mau tidak mau pun tertawa.Setelah telepon genggam Faisya di tangannya, Delia menelusur kontak Firman. Ya, betul! Sama dengan miliknya, tanda centang dua dan berwarna biru. Berarti Firman telah aktif dan telah membaca pesan-pesan Delia serta Faisya. Kenapa Firman tidak membalas ya? Kalau lelaki itu enggan terhadap dirinya, setidaknya Firman bisa merespon pesan Faisya.Serta merta Delia segera mencoba menelepon Firman. Berdering lama, namun hingga dering itu habis, tidak ada respon apa-apa. Delia mencoba menelepon lagi, ternyata sudah tidak bisa. Dengan hati penuh kegugupan, Delia mencoba menget
Read more
Hari Itu
“Apa kamu enggak mau menolong Ibu?” Ratri menatap Septi, yang masih berdiri kaku di bibir kamar. Memegang koin dan minyak angin dengan bergetar.Ratri menghembus napas. “Kamu enggak usah mikir macam-macam! Ibu itu terpaksa minta tolong sama kamu, soalnya nih ….” Ratri memperlihatkan tangannya yang penuh luka. Koreng basah yang di beberapa sudut terdapat bintil-bintil bernanah. Septi bergidik melihatnya. Sejak kapan ibu mertuanya begitu?“Nih akibat Ibu salah—““Mau sampai kapan kalian ngobrol di situ!” teriak Eko. Kepalanya tegak dengan kedua bola mata tertancap kepada Septi.Ratri spontan mendorong tubuh Septi agar cepat masuk. “Mijitnya yang agak lamaan, tekanannya yang agak kuat ya, Bapak suka protes kalau mijitnya enggak kuat,” bisik ibu mertuanya. Septi hanya merespon dengan lirikan.Ratri ikut masuk ke kamar, lalu duduk di sisi tempat tidur yang lain. Saat S
Read more
Sampah Itu
“Mas ….” Tangis Septi pecah, meraung kencang.“Man, kamu langsung panggil Mbok Pateh. Ibu takut kenapa-napa sama istrimu!” Ratri mendahului mendapatkan Septi yang tergeletak di lantai. Tangan perempuan itu mengibas kepada Firman, memberi tanda agar Firman segera memanggil tukang urut terkenal di desa mereka.Firman yang kaget melihat kejadian cepat itu, tidak bisa berpikir sempurna. Dia pun langsung pergi meninggalkan Septi meski telinganya sempat mendengar sang istri memanggil-manggil namanya.“Sep, bangun, Sep. Ibu bantu kamu ke tempat tidur ya.”Septi menolak dengan cara mendorong tubuh mertuanya. “Ibu tau kan? Ibu liat kan? Tapi sengaja membuat Mas Firman pergi!” “Sst … jangan menjerit-jerit gitu, nanti tetangga pada ngumpul di sini. Ibu janji, Ibu sendiri yang akan menghabisi laki-laki b3jat itu!”Septi membundar, reflek dia menghentikan tangisnya.&l
Read more
Waktu Bapak Pergi
“Kopi, Mas?” Seorang perempuan dengan wajah lusuh menampilkan senyum yang sangat lebar.Firman hanya melirik sekilas lalu menggeleng.“Boleh ngajak penjualnya ngobrol juga kok. Ngobrolnya gratis, Mas tinggal bayar kopinya.” Perempuan itu tidak menyerah begitu saja.Firman menghela napas, pedagang di terminal memang tidak pernah membiarkan orang lain berdiam diri dalam kesendirian. Lelaki itu menoleh sebentar ke arah si perempuan penjual kopi. “Maaf ya, Mbak ….”Firman berlalu diiringi sedikit gumaman dari si penjual kopi. Lelaki itu abai saja, dia terus melangkahkan kaki. Meskipun sebenarnya hatinya masih bingung. Siapa dulu yang akan dia mintai keterangan? Septi atau ibunya?Tadi siang Firman sudah sempat berada lama di halaman rumah Septi. Memandang pintu rumah yang tertutup rapat dengan hati penuh gejolak. Dia tahu Septi ada di dalam, tetapi tangannya masih ragu-ragu untuk mengetuk. Fakta yang dikeluark
Read more
Pengakuan Ratri
“Firman?” Ratri terkejut luar biasa. Firman yang sedang duduk di ruang tamu bersama Rahmat, suami baru ibunya, langsung berdiri. Mengulurkan tangan, saat tangan Ratri menyambut, dia mencium dengan takzim.“Kok kamu tau Ibu di sini, Man? Siapa yang kasih tau kamu?” tanya Ratri. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya, sebab Ratri pun baru sampai Jogja tadi pagi. Rahmat ada kepentingan dengan keluarga besarnya dalam tiga hari ke depan.“Iya, Bu. Tadi aku ke rumah, ada tetangga yang kasih tau,” sahut Firman seraya melirik kepada Rahmat. “Apa ada yang gawat banget? Kok Ibu deg-degan ya. Kan bisa telpon, Man, kenapa sampai jauh-jauh ke sini? Apa kamu enggak capek?” Pertanyaan Ratri bertubi-tubi menghunjam. Perempuan itu masih belum habis rasa terkejutnya.“Ibu gimana sih, mungkin aja Firman memang lagi pengen ketemu ibunya. Dicari anak sendiri kok malah enggak suka,” timp
Read more
Delia Mengancam
“Apa?” Ratri tidak bisa mencegah suaranya untuk melengking tinggi. Sedetik kemudian dia menolehkan kepala, ke kiri dan ke kanan. Kalau ada yang mendengar, terkhusus suaminya … wah bisa gawat.Ratri sudah menahan keinginan semalaman untuk menelepon Delia. Akan tetapi Rahmat seperti tidak memberinya kesempatan. Sejak kepergian Firman sore itu, sang suami terus menerus menempel di sisinya.“Jadi Firman pergi?”“Iya, Bu, enggak tau ke mana. Dihubungi memakai telepon Faisya pun enggak bisa sampai sekarang.”Ratri baru akan mengatakan jika Firman baru menemui dirinya kemarin sore, saat otaknya mencerna sesuatu. Akhirnya dia berkata, “Eh tunggu dulu Del, anakku enggak mungkin begitu kalau kamu enggak punya salah. Pasti kesalahanmu fatal, iya kan?”Delia menelan ludahnya sebanyak yang dia mampu. Namun tenggorokannya terus terasa kering, hingga dia tidak bisa menyahut pertanyaan sang ibu mertua.“Pasti ini bukan hanya perkara Septi membongkar cerita tentang Faisya yang membuat Firman pergi da
Read more
Dipermalukan
“Bagus, kamu datang!” teriak Firman. Lelaki itu berkacak pinggang di depan pintu rumah yang sepenuhnya terbuka. Teriakan yang melengking sangat tinggi, membuat beberapa tetangga yang berada dalam rumah mereka satu per satu mulai keluar. Hati Delia ciut seketika. Wajah Firman sudah merah merata, dengan mata membeliak mengerikan yang menghunjam ke seluruh sosoknya. Perempuan itu masih terpaku di atas motor, dan indera pendengarannya menangkap gumaman serupa gerombolan lebah. Saat dia melirik, orang-orang sudah berkumpul sembari berbisik-bisik.Berbeda dengan Delia yang menciut, Firman justru tampak mengembang. Meski dadanya sesak luar biasa, namun dia senang melihat para warga yang mulai berkumpul sebab kehebohan yang sudah dia buat. “Bapak, Ibu. Istri saya ini sudah main gila dengan keponakan saya sendiri!” seru Firman lagi. Suaranya menjadi lebih lantang.Delia tergopoh-gopoh turun dari motornya dan mendekati Firman. Serta merta memegang kaki Firman dan mulai menangis. “Mas, semua b
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status