All Chapters of Benih Haram Sahabatku: Chapter 11 - Chapter 20
41 Chapters
Bunga Matahari
Mata Andra tak berkedip. Pemandangan dihadapannya sungguh memukau. Reisa terlihat cantik memakai dress selutut dan rambut yang dicepol asal-asalan. Wanita itu tengah asyik melihat-lihat Tarno yang sedang menyiram dan menanam beberapa bunga di taman belakang. Reisa mungkin lupa, atau tidak tahu, bahwa kamar Andra terhubung dengan taman itu. Sejak tadi, Andra menjadi pengintip di balik gorden. Dia tak berani membukanya lebar seperti hari-hari biasanya, melihat apa yang dilakukan pujaan hatinya. Saat Reisa bersenda gurau dengan Tarno, hati Andra menjadi ketar-ketir dibuatnya. Melihat senyuman dan tawa wanitanya itu bergema, dirinya dipenuhi dengan kebahagiaan. Ah, pagi ini memang indah.Hampir empat bulan sejak mereka tinggal di sini, suasana sangat mencekam. Sejak insiden bubur waktu itu, sikap Reisa sedikit melunak dan sudah kembali ceria. Tawanya bahkan terdengar sampai ke kamar Andra. Reisa sejak dulu memang suka menjahili orang lain. Pagi ini, Tarno yang menjadi korbannya. Bibit
Read more
Pemeriksaan Lanjutan
Ruangan dokter itu nampak sejuk di mata. Nuansanya putih, dengan wallpaper abstrak, minimalis tetapi elegan. Di salah satu dindingnya dipasang beberapa poster mengenai kehamilan dan persalinan. "Wah, akhirnya papanya ikut juga. Silakan duduk." Dokter Andini menyambut kedatangan mereka malam itu.Andra menarik sebuah kursi untuk Reisa. Sekalipun perutnya belum terlalu besar, wanita itu terlihat agak kesulitan saat berdiri dan duduk. Mungkin merasa kurang nyaman.Walaupun permintaan dari papanya untuk berpindah-pindah dokter, Reisa memilih kembali ke sini untuk melakukan pemeriksaan. "Gimana Ibu, apa yang dirasakan di trisemeter kedua ini, apa merasa lebih baik?" Dokter Andini memulai pembicaraan dengan menanyakan kondisi Reisa. Pembawaannya yang tenang itu membuat merasa senang. Dia tidak sungkan untuk menceritakan keluhannya selama kehamilan."Sedikit lebih baik. Mual muntahnya berkurang. Ngggg ... cuma itu, Dok. Kenapa saya jadi sakit gigi. Terus kalau cuaca dingin kadang suka mim
Read more
Mau, Ya?
Reisa berjalan menuju dapur. Ketika matanya terbuka, perutnya terasa lapar. Saat keluar kamar, terciumlah bau nasi goreng yang menggugah selera. "Bik, laper.""Non duduk dulu. Bibik lagi masak. Bentar lagi mateng, kok," ucap Inah sembari memotong beberapa bahan. Tangannya sangat cekatan dan terlatih mengerjakan semua."Bikin nasi goreng apa, Bik?""Sosis. Kesukaan Den Andra." Inah mengambil sosis beku dari dalam kulkas dan meletakannya di mangkuk. "Dia belum bangun?" Reisa menarik kursi dan duduk sembari melihat Inah bekerja. Semakin besar kandungannya, semakin cepat dia merasa lelah. "Belum. Paling sebentar lagi, Non."Mendengar itu, Reisa menjadi panik. Dia masih malu bertemu Andra. Wanita itu segera berdiri dan membantu Inah memasak. "Sini, Rei bantuin Bibik masak," ucapnya sembari meraih pisau. Inah terlihat kerepotan sendiri sejak tadi, sehingga dia ingin membantu. "Jangan, nanti Non mual," tolak Inah. Tak enak rasanya jika menyuruh nona mudanya mengerjakan pekerjaan rumah.
Read more
Rayuan
Beberapa hari kemudian. Andra tampak ragu-ragu saat hendak membuka pintu. Reisa sedang menemani Tarno mengurus bunga di taman. Sejak kejadian di dapur waktu itu, entah mengapa justeru Andra yang malu jika bertemu dengan Reisa. Jadi, saat ini dia hanya diam sembari mendengarkan suara khas tawa wanita itu yang bergema hingga ke kamar.Lama-kelamaan Andra tidak tahan juga. Godaan untuk mendekati Reisa semakin kuat. Manusia memang begitu, kan? Jika jatuh hati pada seseorang, selalu merasa rindu dan ingin berdekatan terus setiap saat.Akhirnya dengan mengumpulkan sedikit keberanian, Andra membuka pintu penghubung antara kamarnya dan taman belakang lalu berjalan mendekati mereka. "Hai ...." Wajah Andra memerah saat menyapa. Reisa terkejut dan tersenyum malu. Membuang pandangan lalu berpura-pura tidak melihat. "Den." Tarno menyapa tuannya. Sesekali melirik nonanya yang tiba-tiba saja menjadi salah tingkah, padahal tadi baik-baik saja. "Nanam apa, Pak Nok?" Andra bertanya, basa-basi te
Read more
Luluh
Setelah berdiskusi cukup alot, akhirnya Reisa menyetujui untuk ikut ke acara launching restoran milik salah satu kenalan Andra. Wanita itu menyiapkan diri dengan memakai pakaian yang agak longgar agar perutnya tak kentara terlihat. Sayangnya, begitu tiba di sana banyak bisik-bisik yang tak enak didengar. Sekalipun Andra sudah berusaha menutupi, Reisa tetap saja menjadi down. Akhirnya setelah mengambil makanan, mereka bergegas pulang tanpa banyak basa-basi dengan yang lain. Suasana perjalanan pulang kali ini berbeda dari keberangkatan tadi pagi. Wajah Reisa cemberut dengan mata yang berkaca-kaca. Aibnya sudah tersebar. Itulah yang membuat wanita itu kembali berkecil hati. Padahal relasi Andra adalah orang-orang asing yang tak dia kenal. Mungkin karena perutnya yang sudah kelihatan sementara status lelaki itu yang masih bujangan. SEjak awal mereka sudah sepakat akan menikah setelah anak itu lahir. Andra merasa tak enak hati, karena dia yang memaksa ikut. Sedangkan Reisa memilih untu
Read more
Dimas
Beberapa bulan kemudian. Setengah berlari lelaki itu memasuki rumah sakit. Satu jam yang lalu, penerbangannya mendarat mulus di tanah air. Negara tercinta yang beberapa bulan ini ditinggalkannya. Tidak ada bagasi, hanya sebuah tracker yang diletakkan di kabin yang dia bawa. Itu juga berisikan pakaian seadanya. Telepon dari mamanya yang mengabarkan bahwa papanya yang masuk rumah sakit karena serangan jantung, membuat lelaki itu segera pulang tanpa berpikir panjang. Dia rela meninggalkan semua pekerjaan yang ada di sana.Lelaki itu memang gagah sekali, walaupun hanya memakai kaos dan celana jenas. Di tambah kacamata yang membingkai wajah, maka tampak sempurnalah dia. Banyak wanita yang menoleh dan bertanya-tanya saat melihatnya. "Mengapa si ganteng ini berlari-lari di lorong rumah sakit?""Ini artis, ya? Kok macho banget sih.""Apa Oppa Min Hoo lagi nyasar? Siapa juga yang dibesuknya di rumah sakit ini."Lelaki itu tak melihat ke kanan dan kiri, sampai tak menyadari saat bahunya ber
Read more
Peringatan
Setelah selesai periksa, mereka memilih untuk makan di kantin rumah sakit. Reisa sudah kelaparan jika harus menunggu pulang atau makan di luar. Sehingga, dua mangkuk soto kini tersaji di meja. Juga, ada bakso, sosis bakar, kentang goreng, dan segelas besar es jeruk. Andra hanya mengusap dada ketika melihat pesanan sebanyak itu. Dia tak menyangka jika sang istri akan menghabiskan semua dalam sekejap. "Lu yakin mau lahiran di sini?""Aku udah cocok sama dokter Andini.""Rei, ntar kalau adek lahir, lu maunya kita gimana?"Andra memberanikan diri untuk bertanya. Berbulan-bulan dia memendam rasa galau tentang masa depan mereka. Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk menanyakan itu."Aku belum tau." Reisa menatap Andra dengan lekat. Sejujurnya dalam hati, ada sedikit rasa yang mulai tumbuh untuk laki-laki itu. Namun, bertemu dengan Dimas tadi membuatnya meragu.Pertemuan mereka tadi mungkin merupakan takdir Tuhan. Namun, bisa menjadi sebuah pilihan hidup atau cobaan yang baru. Dim
Read more
Harinya Tiba
Paviliun Gemma, lantai tiga kamar nomor tiga nol lima, dua hari pasca persalinan.Pintu kamar tempat Reisa dan bayinya dirawat terbuka. Mereka keluar ruangan dan bersiap-siap untuk pulang. Selama persalinan di rumah sakit, dia ditemani banyak orang, termasuk Sarah.Dalam kondisi seperti ini, keluarga memang tempatnya pulang. Selama ini mereka mungkin sibuk dengan aktivitas masing-masing dan jarang berkirim kabar. Sehingga mungkin silaturahmi menjadi sedikit renggang. "Mau pulang ke mana ini, ke rumah papa atau ke rumah Andra?" Wisnu bertanya saat melihat putrinya kebingungan menentukan pilihan."Ke rumah ... papanya adek," jawab Reisa malu-malu. Suaranya lirih bahkan hampir tak terdengar. Andra tertawa kecil. Kini laki-laki itu tahu bahwa dialah pemenangnya. Mereka saling berpandangan kemudian tersenyum. Wisnu mengangguk dan menepuk bahu Andra dengan cukup keras lalu berpesan. "Jaga Reisa baik-baik ya, Ndra. Om percaya padamu." Andra mengangguk, mengiyakan dan menyanggupi apa yan
Read more
Mengulang Hari Itu
Dua pasang mata itu saling bertatapan. Tidak ada rasa ragu dalam hati mereka. Momen inilah yang paling ditunggu oleh semua orang. Terutama untuk kedua calon pengantin. "Ananda Andra Hardian. Aku nikahkan dan kawinkan engkau, dengan putri kandungku Reisa Andriana dengan mas kawin sebuah cincin emas ... tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya Reisa Andriana binti Wisnu Anggara anak kandung bapak, dengan mas kawin sebuah cincin emas tunai!" Dalam satu tarikan napas, susunan kalimat itu lancar Andra ucapkan saat menggenggam erat tangan Wisnu. "Gimana para saksi? Sah?""Sah!"Begitulah para saksi berkata. Semua orang mengucap syukur atas kelancaran ijab kabul hari ini. Para keluarga bahkan berkumpul untuk menyaksikannya. Setelah bayi mereka lahir, semua telah menyetujui bahwa mereka akan menikah. Tempat pelaksanaanya telah disepakati yaitu di rumah yang ditempati sekarang agar si bayi tidak rewel karena harus beradaptasi dengan suasana baru. Rendra Putra. Itulah nama yang diberikan un
Read more
Kemesraan
Andra menggeliatkan tubuh saat sinar matahari masuk melalui celah jendela. Rasanya dia tidak mau beranjak dari peraduan. Nyenyak sekali tidurnya setelah semalaman banyak menghabiskan tenaga untuk memadu kasih dengan Reisa.Perlahan Andra membuka mata. Tampaklah seraut wajah cantik berdiri di hadapannya sembari membuka gorden. Matanya melirik jam di dinding yang jarumnya menunjukkan angka sembilan. Ternyata dia bangun kesiangan kesiangan hari ini."Bangun, Ndra." Reisa mendekati Andra di sudut tempat tidur sembari mengusap rambut suaminya yang terjuntai di kening, lalu menepuk pipinya berulang kali. Andra meraih tangan istrinya, mengecupnya lembut. "Males. Enakan rebahan. Main perang-perangan sama lu," jawab Andra asal. Benar, dia memang masih mengantuk. Tubuhnya terasa pegal. Jika boleh memilih, boleh dia ingin tidur saja seharian.Mendengar ucapan suaminya tadi, Reisa tertawa geli. Sepertinya sangat mustahil mengharapkan Andra akan berlaku romantis kepadanya seperti di cerita lain
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status