Share

Buddy with Benefits
Buddy with Benefits
Author: Jnana

1. Buddy

[Dicari Buddy untuk mahasiswa asing berbagai negara. Tersedia honor bagi buddy terpilih.]

Camelia sontak membaca pengumuman itu dengan cermat. Tepat ketika telunjuknya sampai pada kata benefits, sontak sepasang netra indahnya berbinar.

Selain sertifikat dan rekomendasi untuk mengikuti program pertukaran pelajar ke luar negeri,  dia akan mendapat 200 dolar atau setara 3 juta rupiah untuk lima belas hari kerja!

'Aku harus bisa terpilih menjadi buddy,'  tekad gadis itu dalam hati.

Honor itu bisa dipakainya untuk biaya hidup selama dua bulan di Ibu kota. Meski dengan beasiswa dan uang saku dari pemerintah, tetapi Camelia selama ini bekerja karena memberikannya pada sang ibu di kampung. 

“Lia, kamu mau mendaftar?”

Pertanyaan Rosaline, teman satu jurusannya, langsung dijawab Camelia dengan anggukan antusias. 

“Kamu mendaftar juga kan, Rose?” Camelia balik bertanya. Rosaline menjawab dengan anggukan yang cepat pula.

Keduanya memang punya kebiasaan sama, yakni mengikuti kegiatan yang menjanjikan honor di dalamnya.

Mereka juga rajin mendaftar kegiatan penelitian atau pengabdian masyarakat yang diinisiasi oleh dosen di jurusan mereka. 

"Honor kali ini besar karena kampus tempat para mahasiswa asing itu juga nambahin uangnya!"

“Wow!” Camelia masih saja merasa takjub dengan informasi dari Rosaline meskipun ia baru saja membaca sendiri mengenai itu.

Rosaline kemudian meraih tangan Camelia dan mengajak temannya itu menuju bagian Kemahasiswaan untuk mengambil formulir.

Bahkan, teman Camelia itu tak henti-hentinya berceloteh tentang program rekrutmen buddy yang akan mereka lamar. 

“Semoga mahasiswa yang kudampingi nanti adalah laki-laki. Ya, siapa tahu aku bisa menjadi kekasihnya.”

Mendengar ucapan temannya itu, Camelia melihat temannya sambil menggeleng.

Hadeuh... pasti Rosaline tengah membayangkan dirinya menjadi kekasih pria bule. 

“Kamu tahu, Lia, mahasiswa yang akan datang berasal dari kampus-kampus terbaik di Barat. Wah… pasti mereka keren-keren ya,” celoteh Rosaline yang lambat laun terdengar menggelikan bagi Camelia.

“Kita juga keren, kan Rose? Kampus kita juga tidak kalah keren karena peringkatnya selalu naik setiap tahun.” Camelia berusaha menyadarkan Rosaline bahwa mereka tidak kalah hebat. 

“Ya… ya… ya… kamu benar, Lia.” Rosaline sepertinya sudah tergugah dan sadar,  “Oh iya, kamu tidak ada masalah dengan bahasa Inggris, kan Lia?” 

“Jangan meremehkanku.” Camelia langsung meninju pelan bahu Rosaline yang bercanda.

Temannya itu sontak tertawa. Tentu saja dia tidak bermaksud untuk meremehkan Camelia. Semua orang di kampus mereka tahu betapa encernya otak Camelia. Langganan sebagai peraih indeks prestasi terbaik setiap semester sudah cukup dijadikan bukti. 

Langkah Camelia dan Rosaline akhirnya membawa keduanya berdiri di depan bagian Kemahasiswaan.

Namun, ada banyak mahasiswa yang berkerumun di depan pintu.

Ternyata, tujuan mereka sama dengannya dan Camelia: mendaftar untuk menjadi buddy.

Untungnya tak lama, kepala bagian Kemahasiswaan pun keluar. Ia lalu memberi kode pada mahasiswa agar mengerumuninya.

Camelia dan Rosaline tentu saja tidak mau tertinggal. Mereka berusaha mencari posisi yang terdekat dengan kepala Kemahasiswaan.

Keduanya menyimak dengan penuh perhatian setiap informasi yang disampaikan.

Satu hal yang mereka garis bawahi, buddy yang dibutuhkan hanya dua puluh orang.

Artinya, kedua gadis itu harus berusaha sangat keras untuk bisa lolos karena saat ini yang turut mendengarkan kepala Kemahasiswaan ada banyak sekali mahasiswa!

Untungnya, tak lama, proses seleksi yang panjang dan ketat akhirnya berakhir sudah.

Baik Camelia maupun Rosaline merasa lega karena mereka berdua mengikuti semua tahapan seleksi sampai akhir. Namun, mengetahui ada banyak mahasiswa yang juga mengikuti seluruh tahapan seleksi seperti mereka, mau tak mau, harapan mereka sedikit terkikis juga.

“Semoga kita berdua lolos,” harap Rosaline yang langsung diaminkan Camelia dengan cepat, "Nanti, kamu makai apa honornya?"

Camelia terdiam, sebelum akhirnya berkata, “Sebagian besar untuk keluargaku. Bulan lalu ibuku menelepon kalau uang biaya hidup dari beasiswa yang kuperoleh tidak cukup. Kalau kamu, mau kamu gunakan untuk apa honor itu nantinya?” 

Rosaline tampak berpikir sejenak. Ia tidak mungkin berkata jujur dengan mengatakan peruntukan honor yang akan diterimanya.

“Aku tabung saja. Biar cepat kaya, haha.” 

Camelia dan Rosaline kemudian tertawa bersama meskipun sebenarnya Camelia tahu bahwa Rosaline tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.

Hanya saja, tawa mereka terhenti begitu pengeras suara menyampaikan pengumuman berupa nama-nama mahasiswa yang dinyatakan lolos sebagai buddy.

“Satu, Camelia Rusticana. Dua, Rosaline Setiawan. Tiga….” 

Mendengar itu, Camelia dan Rosaline langsung memekik kegirangan setelah mendengar nama mereka disebut dalam pengumuman. 

“Bagi nama-nama yang telah disebutkan, diharap menuju ruang sidang untuk pengarahan lebih lanjut.”

Camelia dan Rosaline segera menuju ruang sidang bersama beberapa orang terpilih lainnya. Sungguh ini hal yang sangat membahagiakan. Senyum semringah tidak henti menghiasi wajah Camelia. Bayangan tentang kehidupannya yang terjamin selama dua bulan ke depan tentu saja membuatnya senang bukan kepalang.

Camelia bahkan memang memberi tahu ibunya ketika ia mendaftar program buddy ini. 

Dia juga selalu memberi tahu ibunya setiap ia lolos di tahapan seleksi dan selalu memohon doa untuk kemudahannya melalui tahapan seleksi berikutnya.

Begitu tiba di ruang sidang, Camelia dan Rosaline mendapat id card holder dengan kartu identitas berupa foto dan nama mereka.

Menurut petugas Kemahasiswaan, kartu identitas itu harus selalu mereka kenakan ketika mendampingi mahasiswa asing. Dan, mereka akan datang lusa.

Masih menurut petugas Kemahasiswaan, mahasiswa asing yang akan Camelia dampingi bernama Larry.

Larry Brown.

“Tidak sabar rasanya untuk bertemu Benjamin Martin,” ucap Rosaline terbelalak kala staf Kemahasiswaan itu berlalu. 

“Iya. Semoga mereka nantinya tidak menyusahkan kita.”

Camelia tentu saja menaruh harapan yang besar pada mahasiswa asing yang akan menjadi temannya. 

Gadis itu tidak bisa membayangkan jika mahasiswa asing yang mereka dampingi ternyata biang keonaran yang hobinya membuat ulah. Alamat sengsara yang tidak berkesudahan.

“Omong-omong, siapa nama mahasiswa asing yang akan kamu dampingi?” tanya Rosaline ingin tahu.

Camelia menunjukkan kartunya.

Rosaline yang tengah memegang ponsel langsung mengeklik ikon peramban. Dengan lincah, jemari Rosaline mengetik di atas permukaan layar ponsel yang berpendar. 

“Wow, ternyata Larry Brown adalah generasi ketiga dari salah satu orang terkaya di negaranya.” 

"Hah?" Camelia mengerutkan kening. “Tidak mungkin. Itu pasti Larry Brown yang lain!” 

Rosaline justru tersenyum. “Nanti aku akan cari tahu kebenarannya. Aku akan bertanya pada Benjamin, mahasiswa yang aku dampingi. Aku yakin ia pasti tahu tentang Larry.”

Mendengar nada optimis Rosaline membuat Camelia tertawa karena geli. Entah apa yang tetiba membuat Rosaline begitu antusias dengan Larry. Ia sendiri tidak terlalu ambil pusing. Yang menjadi fokus Camelia adalah bagaimana ia bekerja sebaik mungkin sambil terus berharap agar mahasiswa yang ia dampingi tidak menyusahkannya.

Di sisi lain, Larry tengah melangkah santai selepas menutup pintu ruangan Wakil Dekan I dalam rangka menyampaikan keberatannya pada program pertukaran mahasiswa yang digagas oleh kampus.

Larry sebal karena kegiatan itu bersifat wajib diikuti dan itu artinya ia akan berpisah dengan kesenangannya–kesenangan akan hiburan malam serta hubungan singkat satu malam–selama tiga puluh  hari. 

Sayangnya, keluhan serta protesnya tidak mendapat tanggapan dari Wakil Dekan I.

Tak habis akal, Larry tadi juga sempat mengadu pada ayahnya tentang program kampus yang wajib ia ikuti. Namun, ayahnya justru mendukung program tersebut dan berniat menyumbang seribu dolar. Sungguh Gila!

Semua itu ayahnya lakukan semata-mata demi pengembangan bisnis miliknya. Harold Brown, sang ayah, bahkan akan mengirim tim riset pasar yang harus Larry pimpin secara langsung. 

“Setelah lulus nanti, kau akan bergabung denganku di perusahaan. Jadi ini adalah kesempatanmu untuk mengasah intuisimu dalam berbisnis.”

"Ck selalu saja bisnis yang didahulukan," gerutu Larry dalam hati.

“Woi!”

Tepukan di bahunya sukses membuat perhatian Larry teralihkan. "Kenapa?" tanyanya bingung. 

“Ini daftar nama buddy kita nanti. Staf Kemahasiswaan baru saja memberiku daftar ini. Mau membacanya?” ucap Ben seraya menyodorkan kertas-kertas yang dibawanya.

Larry langsung menggeleng. Ia benar-benar tidak tertarik dengan program yang membuatnya kesal setengah mati.

“Kau tidak ingin tahu siapa nama buddy-mu?” Ben melihat sahabatnya sekilas. “Namanya Camelia Rusticana.” 

“Siapa Camelia?” tanya Larry penasaran juga.

Entah mengapa, nama yang baru saja disebutkan Ben terdengar unik. 

“Nama buddy-mu adalah Camelia Rusticana. Dan dia… cantik sekali.”

Mendengar kalimat Ben, Larry langsung bergegas mendekati Ben. Tanpa mengatakan apa pun, Larry segera menyambar bundelan kertas yang dibawa Ben. 

Alis Larry sedikit terangkat kala dirinya melihat pas foto yang ada di halaman paling depan dari daftar buddy.

Ternyata Camelia memang cantik. Ia juga terlihat polos. Selain itu, ekspresi wajahnya menyiratkan kalau ia gadis yang pintar. 

Tetiba jiwa liar Larry menyeruak keluar. Ide untuk mengerjai Camelia sontak muncul. Akan sangat menarik jika dirinya bisa membuat Camelia takluk padanya. "Sepertinya, ide pertukaran ini tak terlalu buruk," gumamnya, nakal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status