Share

DANGEROUS CEO
DANGEROUS CEO
Author: Castiellaa

DC 01

Sinar mentari membangunkan seorang gadis dari tidurnya. Ia membuka matanya dan menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya sekitar. Dia menatap lurus pada jendela kamarnya, lalu tersenyum miris setelahnya.

Tok tok tok

"Marsha bangun kamu!" Teriak seorang wanita yang tak lain adalah Margareth, ibu dari Marsha.

Marsha yang mendengar teriakan Margareth dari luar pun segera keluar dari kamarnya. Dilihatnya ibunya itu sudah berkacak pinggang dengan sapu yang berada ditangannya . Marsha sudah terbiasa dengan hal itu, karena kehadirannya dirumah ini hanya menjadi beban untuk kedua orangtuanya.

Marsha meringis menahan sakit pada kakinya, karena dipukul oleh ibunya dengan sapu yang dia bawa. Selalu seperti ini, setiap pagi akan ada teriakan dan juga pukulan yang ia dapat dari ibunya.

"Kamu jadi anak malas sekali! Saya menyekolahkan kamu sampai lulus tidak untuk menjadi seorang pengangguran bodoh! Kamu malah tidur dan bermalas-malasan. Cari kerja sana, jangan jadi beban dikeluarga ini!" Bentak Margareth pada Marsha yang kini menunduk mendengar cacian dari ibunya.

"Sekarang bersihkan rumah! Buat juga sarapan untuk papamu dan juga kakakmu. Gara-gara kamu tidak bekerja saya harus ikut bekerja juga untuk menanggung kehidupanmu!" Kesal Margareth dengan melemparkan sapu hingga mengenai tubuh gadis tersebut.

"Dan satu lagi. Saya harap rumah sudah bersih dan sudah ada makanan yang tersaji pada meja makan ketika saya pulang. Dengar itu!" Kata Margareth lagi tepat ditelinga Marsha yang membuatnya harus sedikit menutup matanya karena merasa pengang pada telingannya.

Marsha mengambil sapu yang tadi dilemparkan ibunya padanya. Ia tersenyum miris mengingat hanya dirinya yang selalu di caci-maki karena belum mendapatkan pekerjaan. Berbeda dengan kakak laki-lakinya yang masih dibela walaupun dia tidak bekerja sekalipun .

Marsha Alea, gadis berusia 19 tahun yang sebentar lagi akan menginjak usia 20 tahun. Ia baru saja lulus satu tahun kemarin, dan setelah lulus itu dirinya sudah mendapatkan pekerjaan pada sebuah pabrik didesanya. Karena pengurangan karyawan yang terjadi pada pabrik dirinya bekerja , dia menjadi target karyawan yang ter-PHK .

Kini sudah 5 bulan ia menganggur , dan belom mendapatkan lagi pekerjaan. Bahkan uang tabungannya pun sudah menipis. Marsha bukanlah orang yang boros, hanya saja dari kakaknya dia sering dimintai uang untuk beli rokok dan juga minuman.

Marsha sangat tertekan dengan keadaan ini, dari dia masih bersekolah hingga sekarang. Kakaknya selalu mengambil uang yang ia tabung. Jika tidak dikasih maka kakaknya itu akan marah dan memukulnya.

Jika bertanya mengapa Marsha tidak melaporkan itu pada orang tuanya, jawabannya adalah dia sudah melaporkan. Tetapi yang ia dapat hanya marahan dari kedua orang tuanya karena menganggap Marsha tidak sopan pada yang lebih tua.

Padahal sudah jelas jika kakak laki-lakinya lah yang sudah keterlaluan dengannya. Ditambah lagi dengan ibunya yang selalu Marah sejak Marsha terkena PHK membuatnya semakin tertekan didalam rumah. Papanya pun hanya diam jika dia dimarahi oleh ibunya , bahkan saat dipukul pun papanya memilih diam atau memilih pergi dari rumah.

Marsha tersenyum miris, ia kembali menyapu lantai setelah menyiapkan sarapan untuk papanya dan juga kakaknya.

"Kenapa selalu aku yang disalahkan disini. Mengapa hanya aku yang dianggap beban dirumah ini, bagaimana dengan Andreas. Dia bahkan tidak bekerja dan selalu meminta uang. Tetapi dia tidak pernah diteriaki atau dipukul oleh mama dan papa," Ujar Marsha pada dirinya sendiri.

Marsha bersikap acuh mendengar suara pintu yang terbuka. Itu berasal dari kamar kakaknya . Kakaknya itu sudah bangun dari tidurnya dan yang pasti dia akan segera mencari makanan untuk dia makan.

"Masak apa lo hari ini!" Ujar Andreas ketus dan membuka tutup tudung saji pada meja makan.

"Tahu tempe lagi! Lo bisa masak yang lebih enak gak sih. Tempe tahu mulu yang lo masak!" Tambahnya lagi kali dengan bentakan .

Marsha memejamkan matanya menahan amarahnya. Karena ia tidak mungkin menjawab ucapan kakaknya , akan dipastikan dia akan mendapatkan pukulan nantinya jika dirinya membalas ucapan kakak laki-lakinya itu.

"Ada apa ini? Kenapa pagi-pagi teriak?" Tanya Admaja papa Marsha yang baru saja keluar dari kamarnya.

Marsha menghela nafas, setiap harinya dia akan mengalami kejadian seperti ini. Terus berulang hingga membuatnya terasa sangat kesal dan ingin marah.

"Anak perempuan papa tuh , tiap hari masaknya cuma tempe tahu sama sambal doang," Ujar Andreas memaki Marsha.

Admaja menghela nafas kasar , "ibumu tidak memberimu uang lebih?" Tanya Admaja pada Marsha.

Marsha menghentikan kegiatan menyapunya dan menatap kearah pria tua tersebut, "ti —tidak pa. Mama hanya memberi uang yang cukup untuk membeli beras dan beberapa bahan makanan," Ujar Marsha pada Admaja.

"Kamu cepatlah cari pekerjaan. Bantu keluargamu ini, jangan menjadi beban terus," Ujar Admaja pada Marsha.

Nada bicaranya biasa saja, namun maksud dari kata-kata itu sangat tajam untuk Marsha. "Jika aku beban keluarga, apa Andreas tidak termasuk pada beban keluarga?" Batin Marsha mengeluh.

"Iya pa, Marsha akan cari kerja setelah ini," balasnya dan kembali lagi melanjutkan kegiatan yang tertunda.

••••••••••

Hari sudah siang, setelah melakukan pekerjaan rumah Marsha segera mandi dan bersiap untuk mencari pekerjaan. Papa dan juga kakaknya sudah pergi dari rumah. Hanya diwaktu seperti ini lah ia merasa bebas karena tidak mendengar omelan.

Ia mengambil tas dan juga berkas untuk melamar pekerjaan. Mungkin dia akan ke pabrik lainnya untuk mendapatkan pekerjaan.

Dia menghela nafas kasar dan menatap mantap kearah teras rumahnya, "semoga Tuhan menyertaiku hari ini. Tuhan ,tolong permudah jalanku untuk mencari pekerjaan," Ujarnya meminta doa pada Tuhan.

Marsha berjalan dan memberhentikan angkot, tujuannya kali ini adalah sebuah pabrik sepatu yang cukup jauh dari rumahnya. Setelah sampai Marsha menatap lurus pada gedung pabrik yang sangat besar tersebut. Dengan segera ia melangkah menuju pos satpam untuk menanyakan apakah ada sebuah lowongan pada pabrik tersebut.

"Permisi pak, saya mau bertanya. Apakah disini ada lowongan pekerjaan?" Tanyanya pada satpam yang sedang berjaga.

"Untuk sekarang tidak ada mbak. Mbaknya bisa cari lowongan di pabrik lain, lowongan ditutup sementara karena jumlah karyawan sudah melebihi batas ketentuan," Ujar satpam itu pada Marsha.

Marsha menunduk sedih, "apa benar tidak ada lagi pak?" Tanya Marsha meyakinkan.

"Benar mbak. Tidak ada lagi bagian kosong, seluruh bagian departemen sudah terisi semua," Ujar satpam itu lagi.

"Ya sudah pak kalau seperti itu, saya permisi dulu," Ujar Marsha tersenyum dan pergi dari pabrik itu.

Marsha berjalan keluar dari pabrik itu, dia tidak menyetop angkot karena kakinya melangkah kearah kios yang berjejer di samping pabrik tersebut.

"Permisi bu, apa disini ada lowongan pekerjaan?" Tanya Marsha ramah pada ibu penjaga kios tersebut.

"Tidak ada! Silahkan cari di kios sebelah atau kios lainnya!" ketus ibu itu pada Marsha.

"Baik bu, terimakasih," Ujar Marsha tersenyum dan pergi menuju kios sebelah.

Pada kios yang didatangi Marsha tidak ada satupun yang buka lowongan. Ia menunduk lelah dengan mata yang berkaca-kaca. Hingga ada seorang laki-laki datang dan menawarkan dirinya pekerjaan.

"Apa anda mencari pekerjaan nona?" Tanya laki-laki misterius itu.

"I—iya, anda siapa?" Tanya Marsha was-was karena laki-laki itu terlihat misterius.

"Ambil kartu namaku. Jika kau berniat mencari pekerjaan, kau bisa menghubungiku pada nomor yang tertulis pada kartu nama itu ," ujar laki-laki itu kemudian meninggalkan gadis cantik tersebut.

"Ta— tunggu!" Marsha tidak menyelesaikan ucapannya , karena laki-laki itu sudah pergi meninggalkannya.

"Siapa dia?" batin Marsha.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status