Bab 3
.“What a nonsense, Pa?” Aluna berkata dengan sedikit lantang. Ia terkejut dan melebarkan mata saat melihat beberapa lembar foto yang dilempar ayahnya di atas meja.“Kamu yang harusnya jelaskan, Luna?” ucap Farhan menyudutkan putrinya meminta penjelasan. Ia benar-benar tak habis pikir dengan Aluna.
Luna mengambil foto-foto itu dengan tangan yang sedikit gemetar. Ia melihat gambar dirinya dan seorang lelaki di sebuah ranjang. Keduanya tampak sedang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi tubuh mereka hingga bagian dada. Hingga dapat terlihat bagian dada bidang milik lelaki itu, dan bahu serta leher Aluna yang putih bersih.
Shit!
Aluna mengumpat pelan, menatap nyalang ke hadapan disertai tangannya yang mengepal meremas gambar-gambar itu.
“Seseorang meletakkannya di depan rumah, mama mengambilnya, dan sekarang ia sedang tidur di kamar. Tensinya naik, dokter bilang mama kamu harus istirahat yang banyak dan tak memikirkan hal yang berat.” Panjang lebar Farhan menjelaskan. Ia benar-benar tak habis pikir dengan putri satu-satunya itu. Farhan tak menyangka Aluna akan melakukan hal seperti itu
“Ini salah paham, Pa?” Aluna membela diri. Semua yang terjadi tak seperti yang terlihat. Ia memang sedikit nakal, tapi tak sampai melakukan perbuatan cacat moral seperti itu. Aluna sama sekali tak melakukan itu, ia bukan tipe gadis yang suka menjajakan diri pada lelaki.
Aluna memang sering mendatangi klub malam bersama teman-temannya, tapi ia sama sekali tak pernah menyentuh alkohol dengan kadar tinggi yang membuat dirinya mabuk. Ia juga tak serendah itu untuk merelakan tubuhnya pada para lelaki, meski banyak yang sering menggoda. Namun, Aluna bisa menjaga dirinya dan tahu betul apa yang paling ia jaga dalam dirinya.
“Terus siapa yang ada di gambar itu? Kembaran kamu, atau hanya orang yang mirip denganmu?” tanya Farhan penuh penekanan. Ia hanya ingin Aluna mengakui semua, atau menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi, karena gambar itu jelas miliknya.
Aluna diam. Ia tak bisa menyangkal bahwa yang ada di gambar itu memang dirinya, tapi ia dan lelaki itu sama sekali tak melakukan hal keji seperti yang dipikirkan ayahnya. Abian, lelaki yang selama ini dijodohkan oleh orangtuanya untuk Aluna. Ia dan Abian tak melakukan apa pun malam itu.
“Kamu menolak untuk papa nikahkan dengannya secara baik-baik, tapi malah tidur dengannya seperti itu, tanpa ikatan. Apa yang ada di pikiranmu, Luna?” bentak sang ayah dengan suara yang menakutkan bagi Aluna.
Aluna menatap ayahnya, ia tak menyangka jika ayahnya sama sekali tak percaya dengan pembelaannya. Bukti itu terlalu kuat untuk menyangkal dari kenyataan, dan pernyataan sang ayah juga terdengar begitu merendahkan harga dirinya.
“Papa malu, Luna.” Farhan berucap lirih. Bahkan Aluna bisa melihat sorot kecewa dari mata itu.
“Coba pikirkan bagaimana kalau sampai gambar-gambar ini menyebar ke media sosial. Menyebar ke kantor, ke semuanya. Mau taruh di mana muka papa?” Farhan memijit kepalanya yang terasa berat. Ia menggeleng kuat, tak sanggup membayangkan jika hal itu terjadi.
Aluna masih duduk dan diam. Ia sedang memikirkan untuk menghapus jejak foto itu, juga menemukan siapa pelaku dibalik itu semua.
Keduanya saling diam, hening menjadi suasana paling mencekam saat anak dan ayah itu tak lagi saling bicara, karena terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.
Hingga bunyi ponsel Farhan mengambil alih suasana.
“Hentikan penyebarannya, cari siapa pelakunya!” ucap Farhan dengan nada dingin.
Farhan menyuruh asistennya untuk menghentikan jika gambar-gambar itu disebarluaskan dan bisa mempermalukan keluarga, juga nama baik yang tersemat padanya. Farhan Adijaya akan hancur citranya seketika saat semua gambar itu menyebar luas di sosial media. Bahkan lelaki berusia empat puluh tahun itu tak sanggup membayangkan kekuatan netizen yang akan merusak mentalnya dan keluarga, terutama Aluna yang akan terus digunjingkan.
Perusahaan yang besar sanggup ia jaga dan pelihara, anak gadis sendiri ia biarkan terjerumus ke dalam lembah nista. Mungkin itu salah satu kalimat yang akan berdengung di bibir masyarakat untuk Farhan.
Aluna menunduk, diam sejenak, lalu mengacak rambutnya frustasi. Ia berjanji tak akan memaafkan siapa pun yang melakukan itu untuknya.
“Tak ada jalan lain, Luna. Mau atau tidak kamu harus menikah dengannya. Itu keputusan terakhir. Kita bisa putar balikkan fakta.”
Aluna tercengang mendengarnya. Ia mendongak demi melihat keseriusan ucapan sang ayah dan berharap hanya mimpi dan ketakutannya. Namun, lelaki itu tak goyah, binar di matanya menunjukkan ia sedang tidak membual dengan ucapannya.
Farhan memutuskan untuk menikahkan Aluna dengan Abian setelah berpikir lama. Pun dari awal kedua belah pihak keluarga itu telah berencana menjodohkan mereka, meskipun Aluna dan Abian selalu menolak.
Farhan harus menyiapkan diri jika sewaktu-waktu gambar-gambar itu menyebar. Ia bisa mengendalikan keadaan dan mengatakan bahwa Aluna dan lelaki yang di gambar itu sudah menikah dan para penyerang tidak akan membantahnya. Malahan Farhan bisa menuntunlt balik mereka yang menuduh atas pencemaran nama baik.
“Gak bisa gitu, Pa. Luna masih kuliah, masih semester akhir yang tentu berat banget. Papa gak bisa memutuskan sepihak!” Suara Aluna sedikit meninggi. Ia merasa prinsip hidup yang selama ini dibangun, dipaksa berbelok oleh orang lain. Prinsip untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya sendiri, termasuk tentang pernikahan dan siapa yang akan menikah dengannya.
Berulangkali Farhan meminta Aluna untuk menikah dengan salah satu anak dari rekan bisnis sekaligus sahabatnya, salah satunya lelaki yang ada di gambar itu, Abian. Gambar yang bagiannya sudah teremas oleh tangan Aluna.
“Tidak mau menikah, tapi menjajakan diri seperti itu pada lelaki?” teriak Farhan pada Aluna. Ia berharap anak gadisnya itu sadar atas perbuatannya.
“Pa!” Aluna ikut meninggikan suara pada lelaki yang telah memberinya kehidupan. Perempuan itu meneteskan air mata. Bukan karena takdir yang begitu menyakitkan, tapi karena kehilangan kepercayaan dari orang yang selama ini dipercayai akan membelanya.
“Apa, Luna?” tanya Farhan dengan nada datar. Suaranya tak lagi meninggi karena ia melihat putrinya menangis.
“Kamu mau tunggu mama kembali stroke? Atau mau tunggu foto itu tersebar dan bikin malu. Atau mau nunggu para musuh bisnis papa di luar sana mengambil peluang dan menyerang?” Farhan membuka pikiran Aluna atas kemungkinan yang akan terjadi.
“Pikirkan itu, Luna. Pikirkan!” tegas Farhan. Lalu, lelaki itu pergi menemui istrinya yang terbaring lemah di kamarnya.
Aluna benar-benar frustasi dengan keadaan itu. Bagaimana pun, ia tak bisa bertanggung jawab atas apa yang tidak dilakukannya. Namun, satu sisi ia juga tak bisa mengendalikan keadaan apalagi jika ibunya harus terbaring kembali di ranjang rumah sakit.
Renata, ibu Aluna mengalami gejala stroke ringan. Perempuan itu pernah dilarikan ke rumah sakit karena terjatuh secara tiba-tiba. Jika Aluna egois, bisa saja ia akan mengantar ibunya kembali ke rumah sakit. Ia tak ingin hal itu terjadi.
Farhan meninggalkan Aluna yang kembali menangis menatap gambar di depannya. Ia ingin memberikan waktu untuk Aluna berpikir akan keputusannya.
*
Minggu malam, seperti kebiasaan Aluna sebelumnya, perempuan itu mendatangi sebuah klub yang terkenal ramai. Ia datang seorang diri karena teman-temannya tak bisa hadir malam itu. Aluna ingin melepas penat dan beban pikiran yang kusut. Beban kuliah, juga beban permintaan sang ayah yang selalu menyuruhnya menikah dengan anak dari rekan bisnisnya. Semua itu membuat pikiran Aluna menjadi stres.
Aluna merasa orangtuanya terlalu egois, hanya memikirkan bagaimana bisnisnya berkembang pesat. Sama sekali tak memikirkan bagaimana perasaan Aluna yang ingin hidup tanpa diatur oleh orang lain.
Aluna akan menikah, ia akan mengakhiri masa kesendiriannya, tapi dengan lelaki pilihannya sendiri. Bukan dengan paksaan dan atas dasar memperkuat bisnis.
Aluna sebenarnya sudah memiliki pilihan, tapi ia tak tahu cara mengenalkan pada orangtuanya. Takut jika ayah dan ibunya tak bisa menerima, karena lelaki itu tidak berasal dari keluarga pebisnis seperti keluarganya. Lelaki itu hanya anak dari seorang penjual makanan di kantin kampusnya.
Namun, entah mengapa Aluna merasa begitu nyaman di dekatnya. Meskipun lelaki itu tidak pernah kuliah, tapi cara ia berbicara terkadang melebihi etika teman-teman Aluna yang mengenyam pendidikan tinggi.
Hafiz namanya. Lelaki biasa yang telah mencuri hati Aluna. Namun, Aluna sendiri bingung bagaimana cara mencuri hati ayahnya untuk setuju. Ia tak butuh persetujuan pada siapa cinta itu dituju, tapi ia butuh restu atas cinta yang tumbuh di hati.
Bab 4 . Aluna mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, hingga ia tiba di sebuah klub yang terkenal cukup ramai setiap malam Minggu. Perempuan itu ingin melepas beban pikirannya, dan memikirkan cara agar bisa mempertemukan Hafiz dan orangtuanya. Bukan cara mempertemukan tepatnya, tapi cara agar saat mereka bertemu, lelaki itu tak merasa terhina oleh orangtuanya. Aluna berjalan masuk ke dalam ruangan, disambut oleh penjaga di pintu masuk. Di dalam, ia disambut oleh iringan musik dan cahaya remang yang menjadi khas sebuah klub. Bahkan area dance floor sudah terlihat ramai oleh para penari yang mencari kesenangan malam. “Wine atau Vodka?” tanya seorang bartender yang melihat Aluna datang ke hadapannya. Seorang lelaki berwajah khas Eropa itu telah mengenal Aluna sebelumnya. Ia sudah tahu apa yang menjadi favorit perempuan itu jika berkunjung ke klub milik bosnya. Jika Aluna sedang begitu stres, ia akan meminta Vodka dengan kadar alkohol yang lumayan tinggi, hingga membuat gadis itu
PERJANJIAN DUA AKAD PART 5 🍁🍁🍁 Aluna terjaga, tapi terasa sulit untuk membuka mata. Ia masih merasakan kepalanya berat, pusing dan badannya yang terasa lemas. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan berat berharap rasa pusingnya segera hilang. Dalam pejaman matanya, Aluna berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Apa yang ia makan hingga menjadi seperti itu. Perlahan ia membuka mata, dan seketika ia bergerak menjauh saat melihat seorang lelaki bertelanjang dada sedang tertidur pulas di sampingnya. Aluna spontan berteriak, hingga membuat lelaki itu terbangun. Lelaki yang terakhir kali dilihat Aluna sedang menikmati minumnya di sebuah klub yang sama dengannya. Abian Rajendra mengerjapkan mata, mencoba menyesuaikan cahaya dengan matanya sambil memegangi kepalanya. “Sialan! Kamu ngapain di sini, kamu apakan aku, hah?” cecar Aluna menyerang tubuh kekar lelaki itu. Abian yang tak siap menerima serangan, hanya bisa menahan pukulan Aluna dengan dua tangannya. Lelaki itu terban
JANJI DUA AKADPART 6🍁🍁🍁Abian dan Aluna telah membuat kesepakatan tentang perubahan tubuh Aluna. Perempuan itu akan mengabarkan apa saja yang terjadi setelah malam itu. Tepatnya jika Aluna hamil atau tidak, karena itu cukup membuktikan bahwa mereka memang tidak melakukan apa pun dan murni dijebak.Seminggu kemudian, Aluna baru bisa bernapas lega saat ia mendapat tamu bulanan seperti biasanya. Aluna tak mengalami tanda-tanda kehamilan. Ia juga membeli beberapa test pack untuk mengecek kehamilan, tapi tidak ada garis yang berubah dari sana.Aluna benar-benar bisa tersenyum saat melihat benda itu di tangannya. Itu artinya ia tak kehilangan segalanya dan akan berakhir dengan masa depan yang suram.“Aku baru saja dapat tamu bulanan. Aku nggak hamil.”Aluna segera menghubungi Abian, agar lelaki itu tahu berita penting tentang ini. Tak bisa disembunyikan, keduanya benar-benar merasa lega dengan kenyataan yang mereka dapat. Tersenyum karena tak akan terpaksa harus menikah karena tragedi
PERJANJIAN DUA AKADPART 7🍁🍁🍁Abian tak bisa membuktikan bahwa ia dan Aluna dijebak dalam sebuah kamar di hotel. Ia tak bisa membawa sang pelaku dalam kurun waktu satu kali dua puluh empat jam. Lelaki itu membanting ponselnya ke atas kasur, setelah beberapa menit lalu menerima panggilan dari utusannya yang ditugaskan untuk mencari tahu tentang kejadian malam itu.“Terlalu banyak orang di klub malam itu, Pak. Tidak ada yang merasa melihat orang mencurigakan.”Lelaki suruhan Abian memberitahu. Ia datang ke klub di mana Abian dan Aluna sempat menikmati malam mereka. Tidak ada yang bisa bersaksi atas kejadian itu. Malam itu klub terlalu ramai, dan tidak ada yang tahu mereka datang dari mana saja. Karena layaknya sebuah klub bebas didatangi oleh siapa saja.Abian benar-benar menyesal karena datang ke klub malam itu. Seharusnya kejadian itu tak terjadi andai saja ia tak mengabaikan nasihat seseorang. Seseorang yang begitu spesial dalam hidupnya.“Berjanjilah untuk tidak mabuk lagi, untu
PERJANJIAN DUA AKADPART 8🍁🍁🍁Dua hari kemudian, Abian terpaksa bertunangan dengan Aluna. Semuanya disiapkan dalam waktu yang singkat. Termasuk hati keduanya yang dipaksa menerima keadaan.Acara pertunangan berlangsung dengan lancar. Hanya saja kedua calon pengantin sama-sama tak memberikan ekspresi kebahagiaan. Bahkan ketika Abian memasangkan cincin pada jari manis milik Aluna, lelaki itu masih berwajah datar, hingga tatapan tajam Haris dan wajah sendu sang ibu membuatnya terpaksa menyunggingkan senyuman. Seolah tengah mengumumkan kebahagiaan pada semua yang hadir.“Kau yakin ingin menikah denganku?” tanya Abian pada Aluna.Setelah acara pertunangan dan semua tamu telah pulang, keduanya menghabiskan waktu sejenak di taman belakang rumah Aluna. Menghabiskan waktu untuk saling mengungkapkan keterpaksaan dan benci atas keadaan ini.Aluna tersenyum miring mendengar pertanyaan dari Abian. Ia menatap lelaki yang kini berdiri di depannya, sedangkan Aluna duduk di sebuah kursi taman di
PERJANJIAN DUA AKADPART 9🍁🍁🍁“Saya terima nikah dan kawinnya Aluna Namira binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.”Dalam sekali tarikan napas, Abian mengucapkan ijab kabul di depan wali, dan para saksi atas pernikahannya dengan Aluna. Pernikahan tanpa cinta yang terjadi karena sebuah kesalahan yang tak pernah mereka lakukan.Pernikahan yang akan mempererat hubungan bisnis orangtua mereka masing-masing. Bukan pernikahan impian untuk mempererat hubungan sepasang pengantin yang baru saja memulai kehidupan baru seperti orang lain.Aluna yang duduk di dekat ibunya meneteskan air mata. Ia menggigit bibirnya sendiri agar isakan tertahan tak keluar dari mulutnya. Biarlah orang yang melihatnya menangis akan mengira ia menangis karena terharu. Terharu karena telah berganti status menjadi seorang istri. Memulai kehidupan baru dan mengarungi rumah tangganya.Biarlah orang melihat seperti itu, karena mereka hanya punya mata untuk melihat. Bukan hati yang peka untuk merasa apa ya
PERJANJIAN DUA AKADPART 10🍁🍁🍁Setelah menikah, Aluna dan Abian tinggal di hotel selama dua hari. Orangtua keduanya ingin mereka untuk saling kenal satu sama lain dan mengisi hari dengan lebih dekat. Mereka ingin anak-anaknya menikmati waktu berdua.“Pengen bulan madu ke mana?” tanya Haris pada Abian sebelum menikah.Abian mengangkat dua alisnya menatap Haris. Ia sama sekali tak memikirkan hal itu dengan Aluna. Ia sama sekali tak terpikirkan untuk meninggalkan Jakarta dan berbulan madu ke luar negeri atau bahkan luar daerah. Menikah dengannya saja sebuah takdir pahit yang terpaksa ia jalani.“Gak ke mana-mana,” jawab Abian datar.“Harus, Abian.” Abian mengusap rambutnya frustasi. Ia heran menatap orangtuanya yang selalu memaksakan kehendak.“Pa, bukankah Aluna lagi semester akhir? Papa mau dia ulang mata kuliah dengan bulan madu yang sungguh bullshit ini?” Abian mengecilkan volume suaranya, karena jika ibunya mendengar, itu akan melukai hatinya dan menambah beban pikirannya.Seje
PERJANJIAN DUA AKADPART 11🍁🍁🍁“Assalamu’alaikum,” ucap sebuah suara di depan pintu. Hening. Aluna mencoba kembali memastikan suara seorang perempuan yang memberi salam. Ia sendiri sedang mencuci piring di dapur. Hari telah menjelang sore, ia mengerjakan tugas rumah seperti biasanya setelah pulang dari kampus.Aluna keluar dari dapur demi melihat siapa yang datang dan memberi salam. Saat ia melangkah ke pintu, ia melihat seorang perempuan menenteng sebuah tas di tangan kanannya, berdiri di depan pintu masuk. Sementara di baliknya baru muncul Abian dengan jas yang tersampir di lengannya.“Ini yang aku bilang kemarin,” kata Abian menoleh pada gadis di sampingnya.“Tadi aku langsung ambil dari agennya, katanya baru tiba di Jakarta. Jadi sekalian aja aku bawa ke sini daripada nyasar,” terang Abian pada Aluna membuat istrinya hanya mengangguk.Aluna sejenak terpaku. Ia seperti tidak sedang melihat seorang pembantu yang Abian bawa ke rumahnya. Gadis itu terlihat cantik, dan lebih cocok