Terlalu mudah untuk menghabisi total 20 lebih anggota sekte yang berada di tingkatkan rendah. Bahkan, Ajiseka hanya perlu mengibaskan beberapa kali pedang pusaka Nogoweling ke arah mereka, maka seluruh anggota sekte itu meregang nyawa.Kini Ajiseka dan rimpang sudah kembali ke padepokan Balung Wojo, tetapi yang tinggal di padepokan hanya Rimpang. Sedangkan Ajiseka langsung menghadap ke padepokan Kahuripan menemui guru besar yang juga ibu angkatnya.“Sesungguhnya dirimu di tuntut untuk memerangi Angkara murka, Anakku... Tidak heran jika Kumbolo dan roh Nogoweling tidak menyatu dengan dirimu manakala di dalam hatimu ada niat menyelamatkan hidup pelaku angkara murka. Bahkan di dalam bayangan masa depan akan terjadi hal yang menakutkan, dimana manusia semakin jauh terperosok di lembah hitam. Lembah yang Ibu maksud adalah sifat ingkar terhadap pemilik alam dan seisinya dan memilih mengabdi kepada jalan sesat” ucap Dewi Panguripan setelah Ajiseka menceritakan kejadian selama bepergian.“Lal
Sementara itu, imbas dari tindakan Ajiseka rupanya memicu tekat aliran hitam untuk mendirikan sebuah desa di wilayah barat. Masih tetap di lokasi yang mereka babat, tetapi tidak merambah lebih luas lagi. Bahkan, hutan yang semula akan di babat tidak lagi di teruskan.Hal itu tidak lain karena usaha pertama mereka memakan banyak korban, setidaknya ada dua tetua padepokan dan puluhan bawahan yang tewas di lokasi itu. Di samping itu pembentukannya bukanlah sebuah padepokan, melainkan desa kecil yang di huni oleh sebagian besar pengabdi junjungan sekte Kembang Kenongo. Seperti halnya wilayah Selatan yang di tempati oleh Haryo Wicaksono, tidak semua penduduk berpihak pada sosok yang sering-kali maujud menjadi wanita ayu bernama Sariti.Namun begitu, mereka tetap mengikuti tata cara kehidupan dan perilaku pengabdi yang taat pada junjungannya. Ya, mereka berasal dari wilayah Selatan, tujuannya adalah memperluas kekuasaan sekte agar di setiap daerah memiliki basis kekuatan. Desa pun terbentuk
Tepi Timur.Danuseka kalut, imbas kekacauan di luaran senyatanya membuat wilayah Punden terkena dampaknya. Lelembut penguasa Punden turut bergeliat, mereka melakukan tipu daya dan memancing warganya agar membuat kesalahan. Hal yang tentu membuat Danuseka harus bertindak cepat, ia bernegosiasi dengan tiga pimpinan lelembut yang menguasai wilayah punden.Ya, dua siluman dan satu arwah penasaran yang di selimuti aura hitam, tepatnya di bayangi iblis kegelapan. Sariti, wanita jelmaan yang bertindak sebagai pimpinan dari dua siluman itu menolak tawaran damai. Pasalnya, Danuseka hanya meminta mereka menghentikan kekejian yang sudah mulai meresahkan warganya.Danuseka lantas mengumpulkan para tetua juga warganya. Ia hendak mengabarkan berita buruk perihal kegagalan usahanya membujuk lelembut Punden.Danuseka menganggap jika dirinya telah gagal menjaga ketenteraman warganya dari gangguan gaib. Hal itu membuat dirinya memikirkan nasib Putranya. Dalam hati ia meminta sang putra agar kembali saj
“Ajiseka ... Ajiseka ... “ Galuh berteriak sembari mondar-mandir mencari keberadaan Ajiseka. Pasalnya pemuda yang biasa ia tunggui dari kejauhan itu raib bersama datangnya hujan deras yang mengguyur wilayah selatan Punden. Terlebih saat dirinya datang, ketinggian air di kali tempur lebih dari biasanya. Hal itu memantik rasa khawatirnya terhadap Ajiseka.Gadis itu lantas bertolak ke Padepokan, menemui Dewi Panguripan. Melapor keberadaan Ajiseka yang tiba-tiba menghilang dari tempat menjalankan laku tapa Brata. Rupanya Galuh melupakan ucapan gurunya perihal apa-apa yang menyebabkan Ajiseka selesai dengan laku tirakatnya.Sesampainya di padepokan ia mengadu kepada Dewi Panguripan, menceritakan hilangnya Ajiseka dan perihal ketinggian air yang meningkat di pertemuan dua sungai itu. Tetapi Dewi Panguripan malah tersenyum manakala melihat raut panik di wajah murid perempuannya. Guru besar padepokan lelembut itu mengajak Galuh duduk di sebuah batu besar yang tertata rapi.“Galuh? Tampaknya
“Kanjeng ibu, kenapa diriku selemah ini menghadapi siluman itu?” Tanya Ajiseka kepada Dewi Panguripan.“Jangan pernah meremehkan lawanmu, Ajiseka. Terlebih siluman wilayah Punden, kekuatan mereka berbeda dengan siluman di luaran sana. Banyak energi manusia yang telah mereka serap. Bahkan, jauh sebelum dirimu lahir, oleh sebab itu berhati-hatilah.” jawab Dewi Panguripan.Ajiseka mengangguk, tetapi setelah itu dirinya langsung lunglai. Hal itu tentu membuat dirinya kebingungan, pasalnya ia sama sekali tidak merasakan pukulan yang membahayakan. Bahkan, Ajiseka tidak merasa kalah saat bertarung dengan Duripati, hanya sedikit luka dalam dan sesungguhnya tidak begitu berarti untuk dirinya.Tetapi nyatanya Ajiseka harus dipapah warga untuk sampai di kediamannya. Anehnya setelah mengucap terimakasih kepada warga yang memapah dirinya, keadaan Ajiseka sudah benar-benar pulih. Hal itu terjadi karena tubuh Ajiseka memiliki kekuatan yang dapat mempercepat pemulihan.Bersamaan dengan datangnya Ajis
Sejenak Ajiseka terdiam, tentu dirinya tidak meragukan kekuatan wanita muda itu. Ia malah memikirkan dirinya sendiri yang masih begitu lemah, terlebih terakhir di tepi Timur saat melawan Duripati.“Anakku... dengan cara seperti itulah digdaya aslimu tumbuh, tidak perlu khawatir. Dan perlu kau ingat, jangan lagi meragu. Terlebih untuk hal kebaikan, baca pikiran setiap lawanmu terlebih dahulu agar kau tidak salah sasaran, gunakan energi batinmu dengan maksimal, Anakku...” Ujar Dewi Panguripan.“Dan kamu Galuh.” Ucapan Dewi Panguripan terhenti sesaat. Netranya terpejam, lalu tidak lama kemudian di tangan kanannya menyembul sebuah kain panjang berwarna pelangi.“Ini untuk laku tirakat yang kau lakukan, gunakan pusaka selendang pelangi ini untuk kebaikan. Sebab, selendang ini salah satu pusaka terbaik di Padepokan Kahuripan.” Ucap Dewi Panguripan sembari memberikan benda yang disebutkan olehnya.“Terimakasih, Nyai Guru.” Galuh menerima pemberian dari gurunya. Banyak wejangan yang di terima
Buuush...Angin berhembus kencang, menerpa pepohonan dan juga dua sosok yang tengah berdiri di depan wanita tua. Rupanya angin ciptaannya bukanlah angin biasa, pasalnya Jawa panas turut menyeruak manakala hembusan-nya semakin kencang. Hal itu membuat Ajiseka dan Galuh memasang kewaspadaan yang tinggi.“Siapa dia sebenarnya, Aji? Kenapa dia begitu menginginkan dirimu?”“Aku tidak tau, Mbakyu. Tetapi aku mengenalnya sebagai wanita penguasa alam mimpi, namanya Ajeng Ratri,”“Artinya saat ini kita terperangkap di alam mimpi ciptaannya, begitu?”“Ya, dan kita tidak menyadarinya, Mbakyu? Baiknya kita berhati-hati.”DharDharDua larik sinar kemerahan memancar dari dua telapak tangan Ajeng Ratri dan melesat seperti seutas tali yang mengarah ke tubuh Ajiseka juga Galuh. Tatapi keduanya serentak menghindari serangannya. Sehingga sinar merah itu menyambar ke sembarang arah dan menghantam pepohonan, akibatnya pohon itu pun terbakar.Galuh merasa geram dengan tindakan Ajeng Ratri, rupanya wajah t
Alam mimpi ciptaan Ajeng Ratri porak-poranda akibat pertarungan yang sengit antara Ajiseka, Galuh dan Ajeng Ratri sendiri. Kedua murid padepokan Kahuripan itu senyatanya belum bisa lolos dari alam buatan wanita tua yang mereka lawan. Ya! Sekuat apa pun digdaya yang dimiliki, tetap saja Ajeng Ratri lah, yang menentukan kalah dan menangnya pertarungan itu sendiri.“Sajian yang menarik bukan? Bahkan, digdaya kalian hanya menjadi tontonan yang menarik di tempat ini. Mue he he he”“Seperti itu? Baiklah. Mbakyu, menyingkirlah.” Ajiseka menatap kakak seperguruannya dan memberi isyarat agar menjauhi lokasi pertarungan.Lalu ia melesat tinggi, dan kembali dengan sosok yang berbeda. Ya, Nogoweling telah siap menambah kehancuran di alam ciptaan Ajeng Ratri. Wujudnya bukan lagi Ajiseka, tetapi seekor naga belang berukuran besar yang meliuk-liuk di udara.Ghooar....Auman yang di Sertai dengan semburan api membakar hutan buatan Ajeng Ratri, sengaja ia tidak menyerang pemilik alam mimpi. Tetapi mema