Tidak sampai 24 jam setelah Ayu sadar, aku memutuskan untuk membawa pulang gadis itu. Aku menyewa seorang perawat dengan rekam jejak yang baik dan meminta dokter pribadi kami untuk sementara mengurus Ayu di rumah.
“Bagimana dengan urusan berkas-berkas pernikahan?” Aku bertanya pada Erlan yang menghandlle semua.
“Yah, itu sudah selesai. Jadwal sidang sekitar dua minggu lagi!” Erlan yang ada di ruanganku dan sibuk dengan pekerjaannya sendiri menjawab tanpa mengangkat kepala.
Aku senang mendengarnya. Tapi, kemudian terbersit sesuatu yang membuatku jadi berpikir, bukankah ini pertama kalinya buat Ayu?
“Apa tidak sebaiknya kita menyiapkan pesta sedikit?” Aku bicara seolah-olah bergumam. Tidak tahu apakah Erlan mendengarnya benar atau tidak. Yang kulakukannya sebenarnya hanya bertanya pada diriku saja.
Tiba-tiba saja Erlan berdiri tegak di depanku. Tangannya terulur dan menempel di dahiku. Sebelah tangannya yang
Bantingan pintu Alina membuat aku memejamkan mata. Kepalaku mendadak sakit dan tampilan jenis eskrim dari hasil pencarian di dalam komputer tidak menarik lagi sekarang.Aku menghela napas dalan dan memilih bersandar untuk menenangkan diri. Padahal yang sedang aku lakukan hanya mengikuti keinginan Alina saja. Semua tidak akan rumit jika Alina menyetujui rencana mengadopsi anak.“Gatra ... kamu ada di dalam, kan?” Suara serak milik Oma terdengar dari bali pintu.Masalah apalagi sekarang yang datang padaku. Masalah Alina saja belum selesai dan sepertinya aku tidak akan melihat istriku nanti malam. “Ya, saya di dalam Oma!”Wanita tua bertubuh langsung dengan kepala putih itu masuk. Ia memperrhatikan ruang kerja selama beberapa menit sebelum kemudian duduk di sofa santai di tengah ruangan.“Ini hari kedua!”Aku mengernyit tidak paham. “Kenapa dengan hari kedua Oma?” tanyaku.Aku kembali
Aku senang menatap meja yang dihias sederhana dibandingkan sebelumnya. Baguslah. Mungkin saja sikap tidak menyenangkan yang diperlihatkan oleh gadis itu padaku sebelumnya karena tatanan meja.Lalu, alih-alih taman, aku menyiapkan semuanya di teras yang menghadap ke taman. Jika seseorang datang dan parkir di halaman, gadis itu akan tersembunyi dan tidak terlihat.“Terima kasih Muni!” kataku pada pembantu yang mengatur semua.Aku mempercayakan pengaturan kepadanya karena wanita ini adalah yang paling lama bersama dengan Ayu. Ia pasti melihat apa-apa yang disukai oleh Ayu selama bersama.“Terima kasih, Tuan!” Muni senang mendengar kalau pekerjaannya dipuji.“Di mana dia?” tanyaku.“Di kamar, Tuan, Nyonya besar tadi datang dan mengobrol dengan Nona Ayu!” Muni melaporkan.Jadi Oma pergi ke sana setelah berbicara dengan keras padaku? Benar-benar mengherankan. Aku jadi penasaran dengan pelet ya
Untuk pertama kalinya aku merasa senang bertemu dengan Gatra, sungguh. Hanya perkara ia menyediakan eskrim yang tidak pernah kucicipi. Semua orang bisa menyebutku anak kecil karena terbuai dengan pemberian yang tak seberapa. Tetapi, aku tidak dibesarkan dalam keluarga bahagia. Seumur hidup aku mengalami perundungan yang berasal dari ibuku sendiri.“Kenapa?” Gatra bertanya kenapa wajahku yang awalnya tampak baik menjadi kusut kembali.Aku membuang muka dan menarik mangkuk berisi eskrim yang baru saja diambilnya sesendok besar. Kalau dia mau memberi, seharusnya Gatra bertanya dulu padaku.“Tidak ada!” Aku mulai merasakan eskrim yang tampak lezat di dalam mangkok tersebut dengan ujung sendok. Lezat adalah satu kata yang muncul langsung di otakku.“Wah, ini pertama kalinya aku melihat kamu berekspresi begitu!” Gatra rupanya tidak menikmati eskrim atau membaca koran seperti yang dilakukannya waktu itu.Aku kesal jadin
Aku sempat terbuai dengan kebaikan yang diperlihatkan oleh Oma dan Gatra. Walau Alina dengan terang-terangan memperlihatkan ketidasukaannya padaku, masih bisa kupahami. Karena aku adalah tamu tak dikenal yang berkunjung ke dalam rumahnya. Ia pasti telah sadar kalau yang dilakukan oleh suaminya salah.Namun, soal pernikahan sama sekali tidak kusangka-sangka. Padahal aku ingin membicarakan ulang soal kontrak yang kutandatangani dengan cara terpaksa. Mungkin saja setelah kejadian geger otak ringan yang kualami, pikiran Gatra akan berganti.Aku tidak mau jadi ibu dari anaknya.Namun, pesta pernikahan yang dibicarakan Gatra barusan telah mengubah semua. Yang ada di dalam pikiranku adalah rasa sedih, kekecewaan yang teramat dalam, dan kemarahan yang membakar diriku sendiri setelahnya.Tidak ada lagi waktu untuk terlena. Aku harus segera melarikan diri.“Aku mau tidur tidak usah ditemani!” Aku menghentikan Muni di depan pintu.Ia terkej
Intensitas pertemuanku dengan Pak Prana di luar kamar mendadak lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Biasanya Pak Prana hanya akan kutemui ketika pergi ke pintu depan saja, tetapi setelah ia memergokiku di pintu belakang, tidak ada tempat di mana kami tidak bertemu.Aku jadi seperti dihantui dan itu terasa sangat mengesalkan. Namun, aku juga tidak bisa marah padanya. Pak Prana bekerja dan salah satu pekerjaannya adalah mengawasiku.“Nona, apa Anda baik-baik saja? Anda terlihat kesal sepanjang hari ini!” Muni yang juga bertugas mengawasiku sembari memberikan apa yang aku inginkan bertanya keheranan.Aku tertawa kecil. “Apa aku terlihat begitu?”“Ya, Anda terus membuat kerutan di dahi. Dan biasanya Anda suka berjalan-jalan, tapi hari ini Anda sedikit sekali keluar.”Aku ingat pada Pak Prana yang beberapa menit lalu berdiri di lorong entah sengaja atau tidak. “Aku cuma lelah! Apa itu pengaruh obat?” tany
Oma memaksa Ayu untuk duduk di sampingnya. Hingga Alina bisa melihat dan menyaksikan betapa berbeda perlakukan Oma padanya dan Ayu. Aku tahu kalau ibu dari ayahku itu sengaja melakukannya.“Kamu nggak punya makanan yang bisa menyebabkan alergi, kan, Nak?” tanya Oma.Pertanyaan untuk menyindir Alina, istriku. Yah, sebab Alina hampir menolak semua makanan yang dihidangkan Oma dulu saat berkunjung pertama kali setelah lamaran. Ia hanya menyantap salad yang sengaja dibuatkan setelah mengatakan kalau ia tak bisa memakan apapun.Kulihat Ayu mengeleng. Ia jelas tidak tahu kalau reaksinya akan membuat Alina, istriku semakin marah. Aku ingin melihat sampai mana Alina bertahan di ruang makan jika terus dipanas-panasi.“Aku mendapatkan tiket ke dufan dari Erlan. Kamu sudah pernah ke sana?”Alina melotot padaku, protes. Namun, aku bersikap seolah-olah tidak melihat itu semua dan fokus dengan reaksi Ayu.“Dufan? Apa itu?&rdq
“Kenapa pakai gaun?” Aku bertanya pada Muni. Sebab Ayu jelas tidak tahu apa-apa tentang fashion. Ia hanya dengan pasrah mengenakan apa yang Muni, pelayannya siapkan.“Tuan dan Nona mau pergi berkencan, kan?” Muni menelengkan kepalanya.Seharusnya aku memberi liburan ke tempat wisata yang dekat dulu kepada para pegawai, bukannya mengirim mereka ke Labuan Bajo atau luar negeri sebagai hadiah. Padahal aku telah mengatakan akan pergi ke Dufan pada Muni.“Ini Dufan. Tempat itu taman bermain air. Yah, tidak semuanya air. Tapi, gaun bukan pilihan yang tepat!”Muni melonggo sebentar dan kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia mengetikkan sesuatu, berkonsentrasi selama beberapa detik dan menepuk dahinya cukup keras.“Muni?” Ayu tampak khawatir pada pelayannya itu.“Ganti pakaiannya!” Aku kembali mengeluarkan perintah dengan maksud yang sama.Muni mengangkat tangannya, memberi hormat dan m
Bawa dia ke Istana Boneka! Ingat, Gatra! Karena itulah aku termenung di depan peta area saat ini. Aku sedang memperhitungkan rute yang akan diambil untuk bisa sampai ke tempat yang telah diwanti-wanti oleh Erlan kemarin saat pulang.“Kenapa?” tanyaku pada Ayu saat merasa ia sedikit gelisah.“Kita di sini ngapain?” tanya Ayu binggung. Ia melirik pada orang-orang yang bahkan tidak singgah di depan peta.Aku menoleh pada hal-hal yang dipandangi Ayu dan menyadari kalau terlalu banyak berpikir. Kulirik peta untuk terakhir kalinya sebelum kemudian membimbing Ayu mengikuti orang-orang. Kamu melewati atraksi menegangkan.“Kamu mau naik itu?” tanyaku padanya.Ia memandang para pemain yang ada di atas wahana terlempar ke atas dan ke bawah. Teriakan mereka sangat berisik dan kulihat Ayu mengelengkan kepalanya. “Nggak!”“Kalau itu?” tanyaku pada komedi putar yang tampak nyaman.