Kinan seperti biasa memasak untuk makan malam. Meski dia masih merasa kesal dengan Ken, tetapi dia tetap melakukan kewajibannya.Ken pulang sudah hampir Isya. Dia tampak kelelahan. Bukan hanya lelah dengan masalah pekerjaan, tetapi hatinya juga.Wangi makanan menguar saat dia mengempaskan dirinya di sofa dan membuka kaus kaki.“Makanan sudah siap,” ujar Kinan sambil mengambil kaus kaki yang terserak di lantai, lalu menyimpannya ke tempat cucian.Ken hanya mengembus napas kasar sambil memperhatikan gerakan istrinya. Kinan memang baik sebagai seorang istri. Setiap pagi selalu menyiapkan sarapan dan juga makan malam. Wanita itu juga mencucikan semua bajunya. Namun, Ken sama sekali tidak berselera saat melihat dirinya. Rasannya seperti melihat makanan yang sudah dingin. Nggak berselera.Dada, pinggul, paha, semuanya rata. Meskipun wajahnya cantik, tetapi di mata Ken Kinan bagai seorang anak kecil saja. Belum pantas untuk dinikmati. Berbeda jauh dengan Miranda yang memiliki tubuh yang sint
Dua minggu sudah Kinan kuliah. Dia mulai sibuk dengan tugas-tugasnya. Tak jarang dia juga pulang malam, hampir Isya. Berbarengan dengan Ken sampai di rumah. Seperti halnya malam ini, Kinan pulang lebih terlambat, karena ada jadwal kuliah jam lima sore. Jadwal dadakan karena dosennya ada keperluan di siang hari.Kinan buru-buru memarkir motor matic-nya di garasi di mana mobil Ken sudah terparkir di sana.“Duh, dia udah pulang, aku belum sempet masak,” gumamnya sambil menaruh helm di rak. Kinan gegas masuk. Matanya memicing saat melihat pemandangan tak senonoh di ruang TV. Ada ken yang duduk bersandar ke sofa, lalu di sebelahnya ada Miranda yang bersandar di pundak Ken sambil memainkan jarinya di dada bidang lelaki itu.Kinan menarik napas panjang. Meski cinta itu belum ada, tetapi tidak bisa juga jika dia melihat pemandangan itu di rumahnya. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang tidak boleh dikotori dengan perbuatan asusila suaminya.Melihat kedatangan Kinan, Miranda langsung menda
Di luar masih terdengar raungan Miranda yang terdengar manja pada Ken, dan Kinan hanya bisa menghela napas gusar. Ucapannya yang kemarin, malah menjadi boomerang yang memantul dan menyerangnya tanpa ampun.Jika Miranda saat ini tengah merasakan sakit di kepala, tangan juga matanya, sedangkan Kinan merasakan sakit di hatinya.“Apa Ibu Za akan senang jika si Bangke itu akhirnya menikah sama si Keong Racun?” gumam Kinan menatap langit-langit kamarnya. Rasa lapar yang tadi meronta minta diisi kini hilang begitu saja.“Apa aku menyerah saja?” desahnya. Namun, Kinan kembali membayangkan ucapan-ucapan sang ibu mertua yang memintanya untuk bersabar.“Perjuanganmu tidak akan mudah.” Dan ternyata itu memang benar adanya.**“Tugas sebanyak ini, nggak akan beres dikerjain sejam dua jam ini,” keluh Sesyl, orang yang cukup bersahabat dengan Kinan.“Aku tinggal setengahnya lagi,” ujar Kinan yang membereskan alat tulisnya dan memasukannya ke dalam tas.“Bantuin gue, dong,” rengek Sesyl si cantik de
“Sini, gue tunjukin!” ujar Sesyl menarik Kinan ke depan cermin.“Lihat diri, lu sendiri, Kinanti. Elu itu cantik. Gue akuin itu. Cuman gaya elu aja yang kurang nendang,” lanjut Sesyl memutari Kinan yang berdiri mematung menatap pantulannya sendiri.“Kurang nendang? Kamu pikir aku ini lagi latihan karate, apa?” balas Kinan heran.“Iiish, bodoh amat, sih, elu. Gemes, deh, gue.” Sesyl melotot pada temannya itu.“Besok, abis pulang kuliah, kita nge-gym. Abis itu kita belanja baju baru buat elu. Yaang buanyaaakk,” saran Sesyl.“Aduh, Syl, aku kan mesti masak buat suamiku. Aku mesti minta izin dulu,” keluh Kinan.“Halaah, kagak usah elu pikirin suami macam gitu. Lagian, dia pergi sama si Keong Racun itu juga nggak minta ijin, kan, sama elu? Dia bawa uler keket itu juga kagak minta ijin, kan? Napa elu mesti repot-repot minta ijin segala?”“Tapi, Syl … aku nanti ….”“Halaah, udaah. Elu mau suami elu itu balik ke jalan yang benar, atau elu mau dia dikuasai sama si Uler Keket itu selamanya?” t
Suara musik menghentak-hentak di ruangan berukuran 6 x 10 meter itu dengan setiap sisinya dilapisi cermin. Kinan mengikuti gerakan aerobic yang diperagakan oleh seorang instruktur di depan sana. gerakan Kinan masih terlihat kaku dan aneh. Namun, dia kembali teringat dengan perkataan temannya.“Elu mau berubah, atau suami elu diembat si Keong Racun selamanya? Walaupun elu nggak cinta, minimal elu bisa balikin rasa sakit hati elu sama dia.”Iya, sepertinya Sesyl memang benar. Lagi pula, diam-diam Kinan memang mulai menyukai Ken.“Badanku berasa remuk,” ucap Kinan selesai latihan aerobic. Dia duduk di sebuah alat fitness di samping Sesyl yang masih asik berlari di atas sebuah treadmill.“Baru sehari. Besok, elu ikut zumba. Lusa elu mulai pake alat-alat di sini. sayang, kan, elu udah jadi member,” ujar Sesyl yang sesekali menyeka keringat yang mengalir dari pelipisnya.“Gila, Syl, sampe kapan?” pekik Kinan merasa keberatan.“Olah raga itu buat kesehatan. Jadi, elu mesti lakuin seumur hidu
“Wah, wah, rupanya ada upik abu yang berubah jadi boneka Annabel,” cibir Miranda dengan tatapan mengejek. Matanya menilik Kinan dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dalam hatinya dia mengakui jika gadis itu terlihat jauh lebih cantik. Namun, itu justru semakin menyulut rasa bencinya semakin menjadi.Ken masih mematung dengan mata yang tak berkedip.“Bukannya boneka Anabel itu rambutnya panjang dan keriting seperti punyamu?” balas Kinan. Dia melihat ke arah Ken yang di depannya sudah ada sepiring nasi goreng yang tinggal setengah. ‘Oh, udah diambilin sama si Keong Racun,’ pikirnya. Dia lalu duduk di hadapan lelaki itu yang masih menatapnya.“Heh, enak aja. Elu tuh yang kaya boneka Anabel. Muka elu tebel banget pake make up-nya,” cibir Miranda yang melemparkan sepotong timun ke arah Kinan.“Tebal apanya? Tebalan juga muka kamu, nggak malu numpang tinggal di sini.”“Elu ya, berani-beraninya!” Miranda mau bangkit dan mencekik Kinan.“Heh, udah, udah. Ayo, sarapan,” sergah Ken menahan ta
Kinan menghela napas panjang dan menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi.“Entahlah—““Jawab yang yakin Kinan!” Sesyl sampai menggebrak meja.“I-iya, iya. Sejak dia bekerja dan merubah penampilannya. Dia ganteng banget.” Kinan refleks menjawab pertanyaan Sesyl.Kini giliran Sesyl yang mengembus napas gusar. “Emang gue akui, suami elu itu ganteng. Swear. Kalau dia bukan suami elu, mungkin gue juga bakalan suka,” aku Sesyl dengan jujur.“Hah?” Kinan sampai melotot tak percaya.“Ini kan, kalau, Nan. Kalau misalnya gue ketemu dia dalam keadaan sama-sama singel, mungkin gue akan mudah tertarik sama cowok seganteng itu. Cuman, gue kan tau kalau dia udah punya bini. Lagian, gue juga udah punya cowok, nggak mungkin lah, tertarik sama si Telor Asin itu. Mukanya sih, ganteng. Tapi kelakuannya minus.”Kinan tertawa pelan demi mendengar ungkapan jujur dari sahabatnya itu.“Ok, berarti sekarang misi kita itu, menarik si Ken biar suka sama elu, terus, misahin dia dari si Uler Keket kegatelan itu
“Hei, kenapa kamu seperti yang malu?” tanya Ken dengan alis yang terangkat sebelah. Kinan langsung membuang muka untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah tomat.“Nggak apa-apa. Maaf. Kemana pacarmu itu?” tanya Kinan lalu duduk berhadapan dengan Ken. Lelaki itu bersandar dan mengembus napas kasar.“Entahlah, mungkin dia marah karena kejadian tadi pagi,” jawabnya, lalu kembali mengambil sendok dan menyuap sesendok tongseng kambingnya.“Wow, masakan kamu selalu enak,” puji Ken dan mulai menyendok tongseng itu ke atas nasi. Hanya dalam waktu sekejap nasi dan tongseng itu sudah habis tak bersisa.“Mau nambah, boleh?” tanya Ken terdengar sopan. Kinan benar-benar melongo mendengarnya. Seumur-umur pernikahan mereka, tak pernah sekalipun lelaki itu bersikap baik padanya. Walau bersikap baik pun, itu hanya sekadar pura-pura saja.“Bo-boleh, tentu saja.” Kinan gegas bangkit dan mengambilkan lagi nasi dan tongsengnya.“Terima kasih,” ucap Ken saat menerima piring berisi nasi. Tangannya l