Di luar masih terdengar raungan Miranda yang terdengar manja pada Ken, dan Kinan hanya bisa menghela napas gusar. Ucapannya yang kemarin, malah menjadi boomerang yang memantul dan menyerangnya tanpa ampun.Jika Miranda saat ini tengah merasakan sakit di kepala, tangan juga matanya, sedangkan Kinan merasakan sakit di hatinya.“Apa Ibu Za akan senang jika si Bangke itu akhirnya menikah sama si Keong Racun?” gumam Kinan menatap langit-langit kamarnya. Rasa lapar yang tadi meronta minta diisi kini hilang begitu saja.“Apa aku menyerah saja?” desahnya. Namun, Kinan kembali membayangkan ucapan-ucapan sang ibu mertua yang memintanya untuk bersabar.“Perjuanganmu tidak akan mudah.” Dan ternyata itu memang benar adanya.**“Tugas sebanyak ini, nggak akan beres dikerjain sejam dua jam ini,” keluh Sesyl, orang yang cukup bersahabat dengan Kinan.“Aku tinggal setengahnya lagi,” ujar Kinan yang membereskan alat tulisnya dan memasukannya ke dalam tas.“Bantuin gue, dong,” rengek Sesyl si cantik de
“Sini, gue tunjukin!” ujar Sesyl menarik Kinan ke depan cermin.“Lihat diri, lu sendiri, Kinanti. Elu itu cantik. Gue akuin itu. Cuman gaya elu aja yang kurang nendang,” lanjut Sesyl memutari Kinan yang berdiri mematung menatap pantulannya sendiri.“Kurang nendang? Kamu pikir aku ini lagi latihan karate, apa?” balas Kinan heran.“Iiish, bodoh amat, sih, elu. Gemes, deh, gue.” Sesyl melotot pada temannya itu.“Besok, abis pulang kuliah, kita nge-gym. Abis itu kita belanja baju baru buat elu. Yaang buanyaaakk,” saran Sesyl.“Aduh, Syl, aku kan mesti masak buat suamiku. Aku mesti minta izin dulu,” keluh Kinan.“Halaah, kagak usah elu pikirin suami macam gitu. Lagian, dia pergi sama si Keong Racun itu juga nggak minta ijin, kan, sama elu? Dia bawa uler keket itu juga kagak minta ijin, kan? Napa elu mesti repot-repot minta ijin segala?”“Tapi, Syl … aku nanti ….”“Halaah, udaah. Elu mau suami elu itu balik ke jalan yang benar, atau elu mau dia dikuasai sama si Uler Keket itu selamanya?” t
Suara musik menghentak-hentak di ruangan berukuran 6 x 10 meter itu dengan setiap sisinya dilapisi cermin. Kinan mengikuti gerakan aerobic yang diperagakan oleh seorang instruktur di depan sana. gerakan Kinan masih terlihat kaku dan aneh. Namun, dia kembali teringat dengan perkataan temannya.“Elu mau berubah, atau suami elu diembat si Keong Racun selamanya? Walaupun elu nggak cinta, minimal elu bisa balikin rasa sakit hati elu sama dia.”Iya, sepertinya Sesyl memang benar. Lagi pula, diam-diam Kinan memang mulai menyukai Ken.“Badanku berasa remuk,” ucap Kinan selesai latihan aerobic. Dia duduk di sebuah alat fitness di samping Sesyl yang masih asik berlari di atas sebuah treadmill.“Baru sehari. Besok, elu ikut zumba. Lusa elu mulai pake alat-alat di sini. sayang, kan, elu udah jadi member,” ujar Sesyl yang sesekali menyeka keringat yang mengalir dari pelipisnya.“Gila, Syl, sampe kapan?” pekik Kinan merasa keberatan.“Olah raga itu buat kesehatan. Jadi, elu mesti lakuin seumur hidu
“Wah, wah, rupanya ada upik abu yang berubah jadi boneka Annabel,” cibir Miranda dengan tatapan mengejek. Matanya menilik Kinan dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dalam hatinya dia mengakui jika gadis itu terlihat jauh lebih cantik. Namun, itu justru semakin menyulut rasa bencinya semakin menjadi.Ken masih mematung dengan mata yang tak berkedip.“Bukannya boneka Anabel itu rambutnya panjang dan keriting seperti punyamu?” balas Kinan. Dia melihat ke arah Ken yang di depannya sudah ada sepiring nasi goreng yang tinggal setengah. ‘Oh, udah diambilin sama si Keong Racun,’ pikirnya. Dia lalu duduk di hadapan lelaki itu yang masih menatapnya.“Heh, enak aja. Elu tuh yang kaya boneka Anabel. Muka elu tebel banget pake make up-nya,” cibir Miranda yang melemparkan sepotong timun ke arah Kinan.“Tebal apanya? Tebalan juga muka kamu, nggak malu numpang tinggal di sini.”“Elu ya, berani-beraninya!” Miranda mau bangkit dan mencekik Kinan.“Heh, udah, udah. Ayo, sarapan,” sergah Ken menahan ta
Kinan menghela napas panjang dan menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi.“Entahlah—““Jawab yang yakin Kinan!” Sesyl sampai menggebrak meja.“I-iya, iya. Sejak dia bekerja dan merubah penampilannya. Dia ganteng banget.” Kinan refleks menjawab pertanyaan Sesyl.Kini giliran Sesyl yang mengembus napas gusar. “Emang gue akui, suami elu itu ganteng. Swear. Kalau dia bukan suami elu, mungkin gue juga bakalan suka,” aku Sesyl dengan jujur.“Hah?” Kinan sampai melotot tak percaya.“Ini kan, kalau, Nan. Kalau misalnya gue ketemu dia dalam keadaan sama-sama singel, mungkin gue akan mudah tertarik sama cowok seganteng itu. Cuman, gue kan tau kalau dia udah punya bini. Lagian, gue juga udah punya cowok, nggak mungkin lah, tertarik sama si Telor Asin itu. Mukanya sih, ganteng. Tapi kelakuannya minus.”Kinan tertawa pelan demi mendengar ungkapan jujur dari sahabatnya itu.“Ok, berarti sekarang misi kita itu, menarik si Ken biar suka sama elu, terus, misahin dia dari si Uler Keket kegatelan itu
“Hei, kenapa kamu seperti yang malu?” tanya Ken dengan alis yang terangkat sebelah. Kinan langsung membuang muka untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah tomat.“Nggak apa-apa. Maaf. Kemana pacarmu itu?” tanya Kinan lalu duduk berhadapan dengan Ken. Lelaki itu bersandar dan mengembus napas kasar.“Entahlah, mungkin dia marah karena kejadian tadi pagi,” jawabnya, lalu kembali mengambil sendok dan menyuap sesendok tongseng kambingnya.“Wow, masakan kamu selalu enak,” puji Ken dan mulai menyendok tongseng itu ke atas nasi. Hanya dalam waktu sekejap nasi dan tongseng itu sudah habis tak bersisa.“Mau nambah, boleh?” tanya Ken terdengar sopan. Kinan benar-benar melongo mendengarnya. Seumur-umur pernikahan mereka, tak pernah sekalipun lelaki itu bersikap baik padanya. Walau bersikap baik pun, itu hanya sekadar pura-pura saja.“Bo-boleh, tentu saja.” Kinan gegas bangkit dan mengambilkan lagi nasi dan tongsengnya.“Terima kasih,” ucap Ken saat menerima piring berisi nasi. Tangannya l
Kinan mematikan alat itu dan menyimpannya di meja rias. Lalu, matanya menangkap bayangan seorang lelaki di belakang sana dan sedang memperhatikannya dengan mata tak berkedip.“Aaarggh!” Kinan berteriak kaget sambil menutupi dadanya dengan kedua tangan.“Kenapa kamu masuk ke sini tanpa mengetuk pintu?” ujar Kinan yang langsung berbalik memunggungi. Setidaknya jika posisi seperti itu Ken tidak akan lagi melihat badannya karena tertutupi rambutnya yang panjang.“Mmh, maaf, tadi aku ketuk beberapa kali. Tapi … kamu nggak jawab. Ternyata kamu lagi pake hair dryer.”“Ya udah, sana kamu keluar dulu. Aku mau pake dulu baju,” usir Kinan sambil menggeser tubuhnya ke arah lemari.“I-iya, aku tunggu kamu di luar. Aku mau minta tolong,” katanya masih gugup. Namun, dia gegas keluar juga.Ken mengusap wajahnya berkali-kali untuk menghilangkan bayangan yang tadi dillihatnya. Sedangkan Kina dia buru-buru mengambil sweater juga bergo dari lemari dan segera memakainya.“Astagfirullah, kenapa aku sampai
Ken kembali berusaha melihat luka di kaki Kinan. Namun, gadis itu bersikukuh mempertahankannya untuk tidak dilihat.“Kinan, aku mohon. Aku hanya ingin melihat lukamu. Aku merasa bersalah karena aku yang tadi minta bantuan kamu, ” ucap Ken dengan wajah memelas.Kinan terlihat ragu. Namun, Ken bersikukuh jika dia hanya ingin membantunya mengobati.“Aku ingin lihat, takutnya serpihan kacanya masih ada. Bisa bahaya itu,” jelasnya seolah Kinan tidak mengerti. Betul juga, pikir Kinan. Lagi pula, tadi dia sudah coba melihatnya, tetapi sulit karena dia harus memelintir kakinya. Terlihat nggak, malah kakinya semakin sakit.“Aku lihat, ya?” pintanya lagi saat melihat wajah Kinan yang mulai bersahabat. Ken membetulkan posisi kaki Kinan menjadi selonjoran. Dia lalu mengangkat kaki kiri Kinan yang tertancap serpihan kaca. Ken meniliknya, tapi cahaya lampu kamar tidak begitu membantunya. Dia lalu minta izin pada Kinan untuk memakai ponselnya sebagai senter. Kinan pun mengiyakan.Ken mengambil bend