Share

Bab 2

Bab 2

"Adinda minta foto Ikshan. Jika aku tidak mengirim foto bocah gila itu, dia tidak akan mengirimkan kita uang." Roy terlihat sangat kebingungan karena Adinda meminta foto putra mereka.

"Tadi Ibu juga sudah mengirimnya pesan dan istrimu itu juga meminta Ibu untuk mengirimkan foto Ikshan," kata Lina.

"Argh! Dimana kita harus cari bocah gila itu?" Roy frustasi karena dia tidak tahu keberadaan putranya saat ini.

"Kamu harus cari Ikshan dan bawa dia kembali ke rumah. Dia adalah aset untuk kita semua, tanpa bocah gila itu kita akan kesusahan dan kelaparan, Roy." Lina memaksa Roy untuk mencari keberadaan Ikshan.

"Tapi Roy mau cari Ikshan dimana, Bu? Roy tidak pernah lihat anak itu lagi selama ini."

"Tenang, Mas. Tiga hari lalu Ita melihatnya di lampu merah. Putramu yang gila itu duduk di sana dengan penampilan yang sangat berantakan." Ita, istri kedua Roy ikut berbicara. Dia memberitahu keberadaan Ikshan yang dia lihat di lampu mereka tiga hari lalu.

Tidak banyak bicara lagi, Roy bergegas pergi. Dia akan mendatangi lampu merah seperti yang dikatakan oleh istrinya. Roy melesat mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Sedangkan Lina, Mira, dan Ita. Ketiga wanita itu duduk di ruangan keluarga dengan pikiran yang tidak tenang karena Adinda tidak mengirimkan uang untuk mereka lagi.

Mira bangkit berdiri dan berjalan mondar mandir. Dia sangat pusing karena sebentar lagi akan ada yang mengantar paketnya. Mira belanja barang-barang lewat online shop.

Diposisi lain, tepatnya di rumah sakit jiwa Adinda mengantar putranya untuk dirawat di rumah sakit itu. Sebelum melakukan perawatan untuk penyembuhan, Ikshan, si bocah gila itu diperiksa lebih dulu oleh dokter spesialis gangguan jiwa. Ada beberapa hal yang sangat mengejutkan dari hasil pemeriksaan. Di mana Ikshan tidak hanya gangguan jiwa saja, tetapi bocah gila itu juga dilecehkan. Di mana saat dokter melakukan pemeriksaan, Ikshan selalu melarang dokter itu untuk menyentuh tubuh bagian belakangnya. Ikshan selalu menghindar saat Adinda dan dokter hendak menyentuh pant*tnya.

Dengan susah payah dokter dan juga Adinda membujuk Ikshan untuk mengecek tubuh bagian belakangnya, tetapi Ikshan selalu menolak dan berontak. Hingga akhirnya dokter terpaksa menyuntikkan bius agar dia bisa melakukan pemeriksaan dan hasilnya sangat mengejutkan sekali. Di mana dub*r bocah itu terluka dan bernanah.

Adinda meneteskan air matanya, hatinya sangat sakit melihat sang putra yang mendapatkan perlakuan tidak senonoh dan gila. Itu semua karena ulah suami dan keluarga suaminya.

"Kalau boleh tahu selama ini anak Ibu tinggal sama siapa?" tanya Dokter dengan tag name Ibnu Wijaya.

"Sama suami saya dan keluarga suami saya," jawab Adinda lirih.

Dokter manggut-manggut sebagai tanda mengerti.

"Apa Ibu akan melaporkan kejadian ini pada pihak kepolisian?" tanya Ibnu.

Dengan ragu-ragu Adinda menggelengkan kepalanya. Dia tidak akan melaporkan suami dan keluarga suaminya itu ke polisi karena jika mereka di penjara mereka tidak akan mendapatkan balasan yang setimpal seperti apa yang mereka lakukan pada Ikshan. Adinda yang akan membalas semuanya, dia akan membuat keluarga suaminya satu persatu menderita.

"Saya titip anak saya di sini, tolong rawat dia dengan baik dan berapapun biayanya saya pasti akan membayarnya lunas."

"Dan saya harap, Pak Dokter untuk jaga rahasia anak saja. Saya mohon jangan ceritakan pada siapapun tentang Ikshan yang mendapatkan kekerasan sek*su*l." Adinda memohon pada dokter Ibnu untuk jaga rahasia anaknya.

"Iya, saya akan merawatnya dan saya akan menjaga rahasia ini. Tapi saya tidak janji bisa menyembuhkan anak Ibu," ucap Ibnu.

Adinda terdiam dengan sorot mata sendu menatap sang putra yang tidak sadarkan diri karena dibius oleh dokter. Tiba-tiba ponselnya berdering panggilan dari Roy, suaminya. Adinda mengabaikan panggil Roy, dia lebih memilih untuk berbicara pada dokter dan meminta dokter untuk menjaga putranya.

"Apa suamimu yang menelfon?" tanya Ibnu dan mendapatkan anggukkan kepala dari Adinda.

"Kenapa tidak mau mengangkatnya?"

"Dia hanya menginginkan uangku saja, dia tidak menginginkan aku dan putraku. Dia dan keluarganya yang membuat anakku seperti ini," ucap Adinda lirih.

Dokter Ibnu menggelengkan kepala mendengar pengakuan Ibu dari pasiennya itu. Dokter Ibu tidak habis pikir jika ada manusia berhati iblis seperti keluarga dari pasiennya itu.

"Saya titip anak saya, Dok. Nanti malam saya akan kembali lagi ke sini," ucap Adinda.

"Iya, pergilah biar saya yang jaga anakmu di sini." Dokter Ibnu sangat pengertian pada semua pasiennya dan kali ini hatinya tersentuh dengan musibah yang menimpah wanita 29 tahun itu.

Adinda percayakan Ikshan pada dokter Ibnu. Dia langsung pamit pergi, karena dia akan memberikan pelajaran pada suami, mertua dan iparnya.

Adinda kembali ke kontrakannya dengan menaiki taksi. Dalam perjalanan pulang ponsel Adinda terus saja berdering tanda ada pesan masuk dan juga panggilan masuk.

Adinda menghela nafas panjang, lalu meraih ponselnya dan menerima panggilan suara dari Roy.

"Ada apa, Mas?" tanya Adinda to the poin.

"Adinda, tolong kirimkan uang. Ikshan, putra kita kecelakaan," ucap Roy dengan isak tangisnya. Akting pria itu sangat bagus.

"Apa? Ikshan kecelakaan? Kenapa bisa kecelakaan, Mas?" tanya Adinda dengan berpura-pura terkejut.

"Iya, sayang. Mas, minta maaf. Tadi Mas minta tolong pada Ikshan untuk belikan rokok dan saat dia mau menyebrang seberang jalan dia langsung diserempet oleh motor dan pelakunya kabur. Mas bingung, sayang."

'Sungguh luar biasa aktingmu, Mas. Aku akan buktikan pada kalian kalau aktingku tidak kalah bagus dari kalian semua,' batin Adinda.

"Sayang, kirim Mas uang, ya?"

"Maaf, Mas. Adinda tidak punya uang," kata Adinda.

"Sayang, apa kamu mau anak kita meninggal. Kepala Ikshan bocor sayang, dan dia harus dioperasi hari ini juga. Kalau tidak nyawanya tidak bisa diselamatkan lagi." Roy masih dengan sandiwaranya, bahkan masih terdengar kalau pria itu menangis.

"Maaf, Mas. Adinda tidak punya uang."

"Kamu jahat, Adinda. Kamu jahat sama aku, kamu jahat tidak kirimkan uang untuk biaya operasi anak kita. Kamu Ibu yang jahat Adinda, kamu adalah Ibu durhaka sama anak sendiri." Roy terus mencecar Adinda dengan omong kosongnya.

Adinda menjauhkan ponselnya dari telinganya lalu dia pun langsung mematikan sambungan telfon dan menonaktifkan ponselnya.

"Dasar manusia berhati iblis! Kalian akan mendapatkan balasan dalam waktu dekat dan aku pastikan tidak ada satupun di antara kalian yang selamat dariku." Adinda bergumam dalam hati.

Setelah menempuh perjalanan dari rumah sakit akhirnya, Adinda sampai juga di kontrakannya. Dia bergegas keluar dari taksi dan melangkah masuk ke dalam rumahnya itu.

Sedangkan di rumah sakit, Ikshan sudah sadar dari obat bius dan terus saja berontak dan berteriak memanggil Mamanya.

"Mama, Ikshan mau pulang! Ikshan tidak mau diikat!"

"Mama, Ikshan takut. Ma, bawa Ikshan pergi."

"Ma, sakit. Jangan siksa Ikshan, Pa. Ikshan minta maaf, Pa. P*ntat Ikshan sakit, Pa." Ikshan terus saja berteriak dan berontak.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status