Share

ANAKKU GILA SAAT AKU JADI TKW
ANAKKU GILA SAAT AKU JADI TKW
Penulis: Kak Fonnia

Bab 1

ANAKKU GILA SAAT AKU JADI TKW

BAB 1

"Ikshan, Ibu kembali Nak. Kamu pasti sudah tumbuh dewasa dan kamu pasti bahagia."

Wanita bernama Adinda Kumala. Wanita berusia 29 tahun itu baru pulang dari luar negeri dan saat ini dia sedang dalam perjalanan ke rumahnya dengan taksi.

Dengan kaca mobil yang turunkan wanita yang biasa dipanggil Adinda itu melihat ke luar. Melihat kota yang sudah tiga tahun dia tinggalkan. Saat tengah melihat-lihat perubahan kota yang luar biasa, mata Adinda tidak sengaja melihat seorang anak kecil yang duduk di pinggir jalan, tepat di bawah lampu merah. Sambil tertawa.

"Ikshan?" Adinda menajamkan penglihatannya ke arah bocah itu.

"Apa itu, Ikshan? Tapi kenapa di sini? Dan kenapa dia sangat kotor dan tertawa sendiri?" Beberapa pertanyaan muncul dalam benak Adinda.

"Kenapa, Bu? Apa Ibu kenal dengan bocah gila itu?" tanya sopir taksi.

Adinda tidak menjawab, tetapi matanya masih melihat ke arah bocah yang tengah duduk dan tertawa sendiri. Penampilannya sangat-sangat kotor dan pakaiannya compang camping.

"Namanya Ikshan, bocah gila itu biasa duduk di lampu merah dan dia selalu mencari Ibunya sampai di kota lain dengan berjalan kaki." Sopir taksi itu kembali berucap.

"Ikshan?" beo Adinda tanpa menoleh ke arah sopir taksi itu.

"Iya, Ikshan," jawab Pak sopir, sungguh.

Tidak banyak tanya lagi Adinda buka pintu mobil dan bergegas keluar. Dengan langkah gontai, Adinda menghampiri anak kecil itu.

Adinda menghentikan langkahnya dengan jarak yang tidak jauh lagi dari anak kecil berjenis kelamin laki-laki itu. Air matanya tidak bisa dia bendung lagi melihat anak kecil yang biasa dipanggil bocah gila itu.

"Ikshan?" Dengan suara bergetar Adinda memanggilnya.

Bocah gila itu mendongakkan kepalanya saat namanya dipanggil. Bocah gila itu adalah Ikshan Muhammad, putra dari Adinda dan Roy.

Dengan isak tangis Adinda memeluk putranya dengan sangat erat. Bibirnya tak henti-hentinya mengucapkan permintaan maaf pada putranya.

"Ibu, minta maaf. Ibu minta maaf sudah ninggalin kamu selama ini," ucap Adinda.

"Ikshan, ini Ibu, Nak. Ibu sudah kembali, sayang." Della terus saja menangis dan memeluk buah hatinya itu sangat erat.

Adinda melepaskan pelukannya dan menatap wajah kotor putranya dengan tatapan penuh kerinduan. Yang tadinya dia sangat bahagia karena dia akan bertemu putranya, seketika kebahagiaan itu sirna saat dia mendapati putranya dengan kondisi tidak terawat dan G I L A.

Hati Ibu mana yang tidak sakit jika melihat buah hatinya gila? Sakit, sedih, kecewa ini lah yang dirasakan oleh Adinda.

"Kita pulang ke rumah, ya? Ibu akan merawat kamu dengan baik." Adinda berucap lirih dengan suara serak.

Ikshan menepis tangan Adinda, sorot matanya menunjukan ketakutan dan trauma. Tetapi itu hanya bertahan hanya beberapa detik karena Ikshan kembali tertawa dan berbicara sendiri.

"Ibu, Ikshan belum pulang. Ibu Ikshan baik." Bocah itu sambil memainkan rambut gimbalnya yang sudah menggumpal tidak tertata rapih.

Ikshan mengambil selembar foto yang dia selipkan di dalam celananya, lalu foto itu dia tunjukan pada Adinda.

Adinda menangis histeris saat melihat lembaran foto dirinya yang dibawa oleh putranya.

"Ikshan, maafin Ibu. Maafin Ibu sudah ninggalin kamu." Adinda kembali merangkul putranya dan menangis histeris.

Bocah itu yang biasanya berontak saat didekati orang, tapi kali ini dia hanya diam. Mungkin batinnya merasakan kenyamanan saat dipeluk oleh orang yang dia rindukan selama ini.

"Ikut Ibu, ya? Ibu akan rawat kamu sampai kembali seperti dulu." Adinda mengelap air matanya dan membawa putranya itu ke taksi yang masih menunggunya.

Taksi itu sudah berhenti di pinggir jalan sehingga tidak menghalangi pengendara lain.

Adinda bawa putranya ikut bersamanya.

"Pak, tolong carikan kontrakan untuk saya." Adinda meminta bantuan Pak sopir.

"Baik, Bu." Pak sopir pun melesat mobil dan mengantar Adinda dan Ikshan menuju kontrakan yang dia tahu di daerah tersebut.

Dalam perjalanan Adinda terus memeluk putranya dengan sangat erat dan air matanya tak henti-hentinya mengalir membasahi wajahnya.

Ting

Ponsel Adinda berdering tanda ada pesan masuk.

[Sayang, aku minta uang dong buat bayar sekolah Ikshan] pesan dari Roy, suaminya Adinda.

Hati Adinda bergemuruh, dadanya terasa sesak saat membaca pesan dari suaminya yang meminta uang padanya.

Adinda tidak membalas pesan suaminya itu, dia hanya membacanya saja. Tidak berselang lama pesan kembali masuk dan kali ini tidak hanya Roy yang mengirim pesan, tetapi juga mertua dan iparnya.

[Adinda, Ibu minta uang beli baju seragam sekolah Ikshan. Soalnya bajunya sudah lusuh.] Pesan dari Lina lengkap dengan alasannya. Lina, mertuanya Adinda.

[Adik ipar saya minta uang dong buat bayar cicilan.] pesan dari Mira. Kakak iparnya Adinda. Entahlah cicilan apa yang dimaksud oleh wanita itu Adinda tidak tahu.

Selama tiga tahun Adinda merantau mertua, ipar dan suaminya selalu minta uang pada Adinda. Mereka selalu beralasan uang itu digunakan untuk beli kebutuhan Ikshan. Tapi nyatanya selama ini dengan keji dan kejamnya mereka jadikan Ikshan sebagai tulang punggung yang mencari uang untuk mereka semua. Mereka jadikan Ikshan sebagai pengamen. Tidak hanya jadi pengamen, tetapi Ikshan dijadikan sebagai pembantu di rumah mereka, Ikshan mendapatkan perlakuan kasar dari nenek, ayah, dan tantenya. Mereka meny*ksanya hingga bocah itu gila.

[Sayang kenapa hanya dibaca saja? Kamu jadi kirimkan uang untuk Ikshan?] pesan kembali masuk dari Roy.

Adinda menghela nafas dan membalas pesan suaminya.

[Iya, Mas. Aku akan kirim uangnya, tapi Mas tolong foto Ikshan. Aku ingin melihatnya.] Adinda membalas pesan suaminya dengan meminta foto Ikshan.

"Aku tidak akan biarkan kalian hidup bahagia, aku akan balas perbuatan kalian."

"Kita lihat siapa yang lebih kejam di antara aku, kamu dan keluargamu Mas? Kamu sungguh kejam pada putra kita dan aku pastikan kalian akan mendapatkan balasan yang setimpal."

[Sayang, Ikshan ada les sore di sekolah. Jadi aku belum bisa foto dia.] Alasan yang selalu digunakan oleh Roy.

Adinda mengepalkan kedua tangannya, kali ini amarahnya semakin membludak. Dia benar-benar marah dengan kebohongan suaminya itu.

"Sudah cukup tiga tahun kalian membohongi aku, tapi kali ini aku tidak mau lagi dibohongi dan dibodohkan oleh kalian bertiga." Adinda menggenggam tangan putranya kuat. Dia berjanji pada putranya, dia akan membalas perbuatan suami dan keluarga suaminya yang sudah membuat putra tersayangnya sampai gila seperti sekarang ini.

[Kalau Mas tidak mengirim foto Ikshan untuk aku, maka jangan pernah berharap aku akan kirim uang untuk Mas.] Kali ini Adinda mulai mengancam Roy.

[Kamu apa-apaan sih, Adinda? Ini demi putra kita lho, aku minta uang itu untuk Ikshan, bukan untuk kebutuhan aku!] Hanya dalam menit Roy kembali membalas pesan Adinda.

Adinda tidak lagi membalas pesan suaminya. Dia kembali memasukan ponsel ke dalam tasnya.

"Ibu janji sama kamu, Ibu balas mereka semua." Adinda meletakkan tangannya di atas kepala putra dengan mengucapkan janjinya pada sang putra.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status