Share

Bab 5

Anggota Keluarga Wijaya saling melihat karena mereka tidak menyangka Intan yang biasanya mudah diajak bicara, kali ini malah bersikap begitu keras.

Selain itu, Intan bahkan tak patuh dengan kata ibu mertuanya.

Nyonya Besar Diana berkata dengan dingin, "Dia pasti akan patuh karena dia tidak ada pilihan lain."

Benar, sekarang dia sudah tidak ada keluarga, selain tinggal di sini, dia tidak ada pilihan lain. Selain itu, Keluarga Wijaya tidak membuatnya merasa direndahi, dia tetap istri sah.

Esok paginya, Intan membawa Mutiara kembali ke Kediaman Bangsawan Belima.

Kediaman ini sangat sepi, bahkan penuh dengan tumpukan daun.

Karena sudah tidak diurus selama setengah tahun, Kediaman Bangsawan Belima tumbuh rumput liar yang tinggi.

Ketika memasuki Kediaman Bangsawan Belima lagi, Intan merasa sangat sedih.

Setengah tahun lalu, Intan mendengar kabar mengejutkan tentang sekeluarganya dibunuh. Intan dengan pasrah berlutut di depan mayat nenek dan ibunya, tubuh mereka sangatlah dingin, kediaman juga penuh dengan darah.

Di dalam Kediaman Bangsawan Belima membuat kuil untuk menyembah leluhur Keluarga Belima dan ibunya.

Intan dan Mutiara menaruh buah dan kue di altar sambil menangis.

Setelah menyalakan dupa, Intan berlutut untuk bersujud pada orang tuanya, lalu dia menunjukkan tatapan tegas setelah menangis. "Ayah, Ibu, kalau kalian mendengar kataku di atas, harap kalian memaafkan keputusanku. Bukan aku tidak ingin melewati hidup yang tenang, melainkan Rudi bukanlah pasangan terbaik untuk hidup bersamanya selamanya. Tapi kalian bisa tenang, aku dan Mutiara pasti akan hidup dengan baik."

Mutiara yang berlutut di samping menangis keras.

Setelah sembahyang, mereka naik ke kereta kuda untuk menuju ke istana.

Di siang yang panas, Intan dan Mutiara berdiri di depan istana seperti patung dan tidak bergerak.

Setelah menunggu dua jam, masih tidak ada yang menyuruh mereka masuk.

Mutiara berkata dengan sedih, "Nona, mungkin Kaisar tidak akan menemuimu, Kaisar pasti merasa kamu hanya datang untuk meminta membatalkan pernikahan mereka. Semalam Nona belum makan, pagi ini juga tidak sarapan, apa kamu masih tahan? Perlukah aku beli makan untuk Nona dulu?"

"Aku tidak lapar!" Intan tidak merasa lapar karena dalam hatinya ada keyakinan yang kuat, yaitu dia harus cerai, kemudian pulang.

"Nona jangan menyakiti diri sendiri lagi, kalau kamu sakit karena kelaparan, ini benar-benar tidak sepadan."

"Bagaimana kita terima saja? Bagaimanapun kamu adalah istri sahnya, juga Nyonya Wijaya. Meski kalian memiliki tingkatan yang sama, dia hanya selir. Nona, bagaimana kalau kita terima saja?"

Intan berkata dengan tatapan dingin, "Mutiara, kelak jangan katakan lagi perkataan tidak ambisius ini."

Mutiara menghela napas, bahkan terlihat bingung, jadi apa lagi yang bisa dilakukan?

Awalnya dia kira setelah Rudi kembali, Intan bisa hidup senang, tak disangka malah diperlakukan seperti ini.

Di ruang kerja, Bimo sudah melapor tiga kali, "Yang Mulia, Nyonya Intan masih menunggu di luar."

Kaisar Roni meletakkan dokumennya, lalu memijat dahinya. "Aku tidak boleh bertemu dengannya, aku sudah memberi perintah itu, jadi aku tidak mungkin menarik balik perintah itu. Biar dia pulang saja."

"Prajurit sudah membujuknya, tapi dia tidak mau pergi. Dia sudah berdiri di luar selama dua jam lebih tanpa bergerak."

Kaisar Roni merasa sedih. "Rudi meminta pernikahan itu dengan jasanya. Sebenarnya aku tidak bersedia, tapi kalau aku tidak menyetujuinya, dia dan Jenderal Linda akan malu. Bagaimanapun mereka sudah berjasa."

Bimo berkata, "Yang Mulia, kalau mau membahas jasa, jasa Keluarga Bangsawan Belima dan Jenderal Raffa tak bisa dilampaui siapa pun."

Kaisar Roni baru teringat dengan Marko selaku Bangsawan Belima. Dulu ketika dia masih putra mahkota dan baru pertama kali masuk ke militer, Marko yang memimpinnya. Sedangkan dia dan Intan termasuk teman lama, tapi saat itu dia masih anak kecil berumur enam hingga tujuh tahun, dia memiliki kulit yang putih dan sangat lucu.

Roni si sang Kaisar juga pernah kembali dari medan perang yang tragis. Dia tahu betapa sulitnya seorang prajurit, jadi ketika Rudi meminta pernikahan itu dengan jasanya, Roni langsung setuju.

Selain adiknya, Raja Aldiso, sekarang di kerajaan ini tidak ada lagi jenderal yang hebat. Pertempuran dengan Biromo, satu lengan Paman Darnu yang dipimpin Jenderal Raffa patah. Paman Dito juga meninggal. Semua hal ini tidak bisa ditutupi.

Namun, perkataan Bimo benar, kalau mau membahas jasa, Rudi dan Linda tidak bisa dibandingkan dengan Keluarga Bangsawan Belima.

"Sudahlah, biarkan dia masuk. Asal dia bisa menyetujui pernikahan ini, aku akan memberi semua yang dia inginkan, meskipun dia meminta gelar, aku juga setuju."

Bimo menghela napas lega. "Yang Mulia sungguh bijaksana."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status