Bab 30.
Damar mengendus bangun mendengar Alarm berbunyi dari ponsel. Nisa tertidur di pelukan lelaki bertubuh atletis ini. Damar mengusap wajah kasar, lalu menggeser tubuh gadis kecil dalam pelukan."Mas, mau ke mana?" tanya Nisa mengeratkan pelukan kembali. Merasa nyaman berada di pelukan suaminya.Damar tak dapat berkata, dia menarik nafas dalam, hancur semua rencana yang sudah dia jalankan. Lagi dia menarik nafas dalam. "Nis bangun dulu, mandi solat subuh," ujar Damar.Nisa bergeming enggan bangun, sebenarnya dia malu mengingat semalam. Nisa menyodorkan tubuhnya karna Efek obat yang dia minum. Kini bagian bawahnya pun terasa sakit.Damar mencoba menghindar, tapi kondisi Nisa yang mengenaskan membuat Damar melakukan hal yang lama dia tahan. Damar sudah duduk dipinggir ranjang meraih celana boxer yang teronggok. Memakai kembali.Damar menyingkab selimut yang menutupi tubuh Nisa."Bab31Cuaca Kota Jakarta begitu terik, Nisa duduk di cafe tempat dia biasa nongkrong, hari ini gadis ini ada janji bertemu Lana di sini. Lana ingin mengenalkan gebetan baru.Hari ini Nisa menggunakan hijab sebab tadi sebelum berangkat Damar menasehati, apalagi sebelumnya Damar lagi-lagi mengajak Nisa mengarungi kenikmatan dunia. Nisa mengaduk gelas jus, pandangan ke arah kaca, tembus pada keramaian hilir mudik orang berjalan. Bibirnya tersungging mengingat kejadian-kejadian kebersamaan bersama Damar. Akhirnya penantiannya membuahkan hasil, kini dia memiliki jiwa raga kekasihnya. "Nis," tangan Lana menepuk pundak Nisa yang sedang mengingat sentuhan-sentuhan lembut Damar. "Iihhh ... Lana ... Ngangetin tau," ucap Nisa masam. "Liatin apa senyum -senyum sendiri?" tanya Lana penasaran, mengalihkan pandangan pada jalan yang tadi Nisa lihat. "Ehh ... Sini duduk." Nisa menarik tan
Ban 32 "Maksud kamu apa membatalkan semua kerjasama?" tanya Bagus pada Damar, dengan ekspresi terkejut. Damar menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan, "Nisa buat masalah lagi." Damar menghentikan ucapan, menatap Bagus yang penasaran. "Kan sudah biasa dia buat masalah, sudah lekas ceraikan, aku yang akan menjaga, setelah kamu menceraikan dia, langsung aku lamar dan menikahinya, karna dia tak memiliki masa iddah," ucap Bagus panjang lebar. "Masalahnya dia buat masalah fatal Bro." Damar mengusap wajah kasar. "Sepertinya masalah berat?" tanya Bagus,mengamati wajah Damar. "Aku menggaulinya," ucap Damar pelan. "Ternyata kurang ajar juga, kamu, jadi lelaki," Bagus menatap Damar marah. "Dia dicekoki obat, untungnya aku segera datang, terlambat sebentar saja, dia melakukan dengan orang lain," ujar Damar. Kelebatan bayangan Nisa mengerang panjang terlintas. "Aahh ... Bro, aku harus menunggu masa idahnya berarti?" tanya Bagus. "Aku tak ingin menceraikannya sek
Bab 33Chandra sudah berbaring kembali di pembaringan yang terlihat nyaman. "Pah, perawat datang kembali jam berapa?" tanya Nisa. Chandra melirik jam yang berada di atas nakas. "Sebentar lagi Dokter spesialish datang mengontrol.Baru saja Nisa bertanya seorang perawat masuk, "Maaf, Pak Chandra waktunya pengecekan, kesehatan." Seorang lelaki berpostur tinggi masuk bersama seorang beberpa perawat. "Mas Bagus?" Nisa memanggil saat melihat Bagus masuk ke dalam ruangan."Non, Nisa?" Bagus reflek memanggil Nisa dengan sebutan Non. "Kok, Mas Bagus ada di sini?" tanya Nisa penasaran, pasalnya Bagus menggunakan atribut dokter lengkap dengan stetoskop tersampir di dada. "Dia ini Dokter yang merawat Papah, Nis." jawab Chandra. "Non, saya periksa, Pak Chandra, dulu, ya," ujar Bagus. "Saya periksa dulu ya Pak." Bagus mulai melakukan pengecekan kesehatan Chandra.
Bab 34"Dari mana seharian?" tanya Damar denga suara ditekan, marah. "Aku ketemuan sama Lana, terus nengok Papah. Maaf aku gak ngabarin lupa!" ujar Nisa takut melihat ekspresi Damar. "Lupa?!" tanya Damar dengan sorot menakutkan. "Enak ya, kencan sama laki-laki sampai lupa sama suami?" tanya Damar, menguliti. "Eh itu, aku ketemu, Mas Bagus, ternyata dia dokternya Papah, Mas 'kan yang ngerjain aku?!" Nisa meninggikan suara di kata terakhir. "Buat apa coba, Mas Damar ngerjain aku? Pake nyuruh Mas Bagus jadi tukang ojek?!" kini suara Nisa sudah seperti biasa lantang dan menantang. "Loh, kok kamu jadinya yang marah?" tanya Damar. "Marah lah, suami aneh, deket-deketin istri sendiri sama lelaki lain." Nisa menghentak kaki dan berlalu pergi menaiki anak tangga smabil berlari. Uh ... Damar mengepalkan tangan memukul angin. Kenapa jadi Nisa yang marah. Tu anak susah banget di
Bab 35Darmi memandang kepergian Damar dengan segala doa, wanita tua ini, tak tau pasti dari mana asal Damar. Yang dia tau sejak datang hingga sekarang Damar memiliki peringai baik, sopan, pekerja keras dan jujur. Walau terkadang keras terhadap Nisa, tetapi itu semua Darmi anggap sebagai didikan untuk Nisa. Sejak Damar datang Nisa yang tadinya selalu murung, menjadi bersemangat dan kembali ceria. Kemarin Darmi sempat was-was, ketika Nisa mengatakan Damar memiliki istri dan hingga sekarang belum juga menyentuh Nisa, tetapi segala was-was sirna setelah Damar menyatakan kalimat-kalimat penenang barusan. Kini tak ada lagi keraguan di hati wanita itu, jika Damar akan mencampakkan Nisa. Sekarang tugas Darmi adalah menenangkan Nisa agar mau berbagi. Tetapi sepertinya akan sulit. Darmi tau persis seperti apa sifat Nisa. "Non, Bangun sudah mau tengah hari, udah kelewatan sarapannya." Darmi membuka tirai kamar, cahaya terang
Bab 36Nisa kini tersenyum penuh kemenangan, melihat wajah Pram yang masam. "Sialan nih orang, bisa juga dia mempengaruhi Lana," monolog Pram. "Gue pulang aja, Lan. Temen lo ini emang gak suka kayanya sama gue," Pram bangun dari duduk segera melangkah pergi meninggalkan Lana. Lana mengejar Pram, "Bang jangan marah, kan Nisa bener, ngingetin kita." Lana terus berbicara. "Iya, abang gak marah, sekarang abang buktikan ke kamu, abang bisa punya kerjaan yang layak," ujar Pram. "Ya udah," Lana memeluk erat Pram dan mendaratkan ciuman. Membuat Nisa yang melihat jengah."Tuh 'kan, Nis. Liatkan ... Gak salah 'kan gue pilih Pram, dia itu baik," Lana kembali duduk di deket Nisa. "Lan tapi lo belum di apa-apain 'Kan sama Pram?" Netra Nisa menatap Lana penuh selidik. Lana tersenyum simpul."Kok elo senyum begitu? elo udah enak-enak sama Pram?" tanya Nisa gusar.
Bab 37 Damar terpaku sejenak, Kirana yang selama ini dia kenal tidak pernah berkata keras atau kasar. Kini bukan hanya suara yang keras, tetapi kini matanya menyorotkan kebencian begitu dalam. "Lepasin aku, Mas, jangan pernah lagi dekati aku, aku meminta kamu menceraikan aku," suara Kirana penuh luka. "Kirana, aku mencintaimu dan selamanya mencintaimu," Damar mencoba membujuk. "Aku gak sudi berbagi, aku gak kuat membayangkan kamu berbagi peluh dengan wanita lain. Lepaskan aku." Kirana terus berontak. Sebesar apapun cinta kamu gak sebanding sama luka yang kamu beri." "Kirana kemarin Nisa dicekoki minuman peningkat gairah. Aku menolong meringankan bebannya, a-" "Dan setelah itu kamu menikmati, lalu menginginkan terus?" Netra Kirana menatap Damar nyalang, penuh api cemburu. Damar han
Bab 38Kirana menarik tangan dari dada Damar. "Jangan bawa-bawa Allah, Mas," ucap Kirana. "Dengan apa lagi agar kamu percaya?" Damar berucap meyakinkan. "Apakah ada perubahan semalam?" tanya Damar serius. Kirana menggeleng. Damar menangkup wajah Kirana kembali mendaratkan ciuman. "Aku bahkan masih sama kuatnya, Kirana, kamu mau lagi?" Damar menggoda.kirana menepis tangan Damar yang sudah mulai menjelajah. " Mas ini di pondok, sebentar lagi solat subuh, di luar sudah ramai," ujar Kirana.Damar mengeratkan pelukan pada Kirana, "Nanti kalau sudah mau pulang kabari, ya." Damar mengecup pucak kepala Kirana. "Mas, aku kebelakang dulu, bantuin mbak-mbak masak buat santri." Damar mengangguk. "Pakai ini, Mas. Ke masjid aja, murojaah dulu sambil menunggu waktu subuh." Kirana memberikan sarung kopiah dan baju koko. "Ini punya siapa?" tanya Damar, menjembreng kemeja yang berada di pangkuan. "Punya kamu jaman dulu, ada dirumah ibu, aku bawa," ucap Kirana, sambil memakai hijab. Lalu memakai n