Bab 33Chandra sudah berbaring kembali di pembaringan yang terlihat nyaman. "Pah, perawat datang kembali jam berapa?" tanya Nisa. Chandra melirik jam yang berada di atas nakas. "Sebentar lagi Dokter spesialish datang mengontrol.Baru saja Nisa bertanya seorang perawat masuk, "Maaf, Pak Chandra waktunya pengecekan, kesehatan." Seorang lelaki berpostur tinggi masuk bersama seorang beberpa perawat. "Mas Bagus?" Nisa memanggil saat melihat Bagus masuk ke dalam ruangan."Non, Nisa?" Bagus reflek memanggil Nisa dengan sebutan Non. "Kok, Mas Bagus ada di sini?" tanya Nisa penasaran, pasalnya Bagus menggunakan atribut dokter lengkap dengan stetoskop tersampir di dada. "Dia ini Dokter yang merawat Papah, Nis." jawab Chandra. "Non, saya periksa, Pak Chandra, dulu, ya," ujar Bagus. "Saya periksa dulu ya Pak." Bagus mulai melakukan pengecekan kesehatan Chandra.
Bab 34"Dari mana seharian?" tanya Damar denga suara ditekan, marah. "Aku ketemuan sama Lana, terus nengok Papah. Maaf aku gak ngabarin lupa!" ujar Nisa takut melihat ekspresi Damar. "Lupa?!" tanya Damar dengan sorot menakutkan. "Enak ya, kencan sama laki-laki sampai lupa sama suami?" tanya Damar, menguliti. "Eh itu, aku ketemu, Mas Bagus, ternyata dia dokternya Papah, Mas 'kan yang ngerjain aku?!" Nisa meninggikan suara di kata terakhir. "Buat apa coba, Mas Damar ngerjain aku? Pake nyuruh Mas Bagus jadi tukang ojek?!" kini suara Nisa sudah seperti biasa lantang dan menantang. "Loh, kok kamu jadinya yang marah?" tanya Damar. "Marah lah, suami aneh, deket-deketin istri sendiri sama lelaki lain." Nisa menghentak kaki dan berlalu pergi menaiki anak tangga smabil berlari. Uh ... Damar mengepalkan tangan memukul angin. Kenapa jadi Nisa yang marah. Tu anak susah banget di
Bab 35Darmi memandang kepergian Damar dengan segala doa, wanita tua ini, tak tau pasti dari mana asal Damar. Yang dia tau sejak datang hingga sekarang Damar memiliki peringai baik, sopan, pekerja keras dan jujur. Walau terkadang keras terhadap Nisa, tetapi itu semua Darmi anggap sebagai didikan untuk Nisa. Sejak Damar datang Nisa yang tadinya selalu murung, menjadi bersemangat dan kembali ceria. Kemarin Darmi sempat was-was, ketika Nisa mengatakan Damar memiliki istri dan hingga sekarang belum juga menyentuh Nisa, tetapi segala was-was sirna setelah Damar menyatakan kalimat-kalimat penenang barusan. Kini tak ada lagi keraguan di hati wanita itu, jika Damar akan mencampakkan Nisa. Sekarang tugas Darmi adalah menenangkan Nisa agar mau berbagi. Tetapi sepertinya akan sulit. Darmi tau persis seperti apa sifat Nisa. "Non, Bangun sudah mau tengah hari, udah kelewatan sarapannya." Darmi membuka tirai kamar, cahaya terang
Bab 36Nisa kini tersenyum penuh kemenangan, melihat wajah Pram yang masam. "Sialan nih orang, bisa juga dia mempengaruhi Lana," monolog Pram. "Gue pulang aja, Lan. Temen lo ini emang gak suka kayanya sama gue," Pram bangun dari duduk segera melangkah pergi meninggalkan Lana. Lana mengejar Pram, "Bang jangan marah, kan Nisa bener, ngingetin kita." Lana terus berbicara. "Iya, abang gak marah, sekarang abang buktikan ke kamu, abang bisa punya kerjaan yang layak," ujar Pram. "Ya udah," Lana memeluk erat Pram dan mendaratkan ciuman. Membuat Nisa yang melihat jengah."Tuh 'kan, Nis. Liatkan ... Gak salah 'kan gue pilih Pram, dia itu baik," Lana kembali duduk di deket Nisa. "Lan tapi lo belum di apa-apain 'Kan sama Pram?" Netra Nisa menatap Lana penuh selidik. Lana tersenyum simpul."Kok elo senyum begitu? elo udah enak-enak sama Pram?" tanya Nisa gusar.
Bab 37 Damar terpaku sejenak, Kirana yang selama ini dia kenal tidak pernah berkata keras atau kasar. Kini bukan hanya suara yang keras, tetapi kini matanya menyorotkan kebencian begitu dalam. "Lepasin aku, Mas, jangan pernah lagi dekati aku, aku meminta kamu menceraikan aku," suara Kirana penuh luka. "Kirana, aku mencintaimu dan selamanya mencintaimu," Damar mencoba membujuk. "Aku gak sudi berbagi, aku gak kuat membayangkan kamu berbagi peluh dengan wanita lain. Lepaskan aku." Kirana terus berontak. Sebesar apapun cinta kamu gak sebanding sama luka yang kamu beri." "Kirana kemarin Nisa dicekoki minuman peningkat gairah. Aku menolong meringankan bebannya, a-" "Dan setelah itu kamu menikmati, lalu menginginkan terus?" Netra Kirana menatap Damar nyalang, penuh api cemburu. Damar han
Bab 38Kirana menarik tangan dari dada Damar. "Jangan bawa-bawa Allah, Mas," ucap Kirana. "Dengan apa lagi agar kamu percaya?" Damar berucap meyakinkan. "Apakah ada perubahan semalam?" tanya Damar serius. Kirana menggeleng. Damar menangkup wajah Kirana kembali mendaratkan ciuman. "Aku bahkan masih sama kuatnya, Kirana, kamu mau lagi?" Damar menggoda.kirana menepis tangan Damar yang sudah mulai menjelajah. " Mas ini di pondok, sebentar lagi solat subuh, di luar sudah ramai," ujar Kirana.Damar mengeratkan pelukan pada Kirana, "Nanti kalau sudah mau pulang kabari, ya." Damar mengecup pucak kepala Kirana. "Mas, aku kebelakang dulu, bantuin mbak-mbak masak buat santri." Damar mengangguk. "Pakai ini, Mas. Ke masjid aja, murojaah dulu sambil menunggu waktu subuh." Kirana memberikan sarung kopiah dan baju koko. "Ini punya siapa?" tanya Damar, menjembreng kemeja yang berada di pangkuan. "Punya kamu jaman dulu, ada dirumah ibu, aku bawa," ucap Kirana, sambil memakai hijab. Lalu memakai n
Bab 39"Ayah, aku rindu Bunda!" ucap Fatta si gadis kecil dalam pangkuan Damar. "Iya, minggu depan kita ke tempat bunda. Sekarang ke tempat Ayah dulu," ucap damar mencium pipi putri kecilnya. Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, mobil hitam milik Damar sampai di halaman rumah cukup megah. Nisa menyambut membuat Damar terkejut. "Mas siapa dia?" tanya Nisa, melihat ke arah gadis kecil dalam gendongan Damar. "Fatta salim sama Mama," Damar menyuruh fatta mencium tangan Nisa. Si gadis kecil pun mendekati Nisa setelah Damar menurunkan dari gendongan.Bocah lima tahun yang masih polos ini mengulurkan tangan, tetapi Nisa abai. "Nisa ajarkan sopan santun pada Fatta." Damar memerintah gadis yang masih belum dewasa. Dengan terpaksa Nisa mengulurkan tangan membolehkan fatta mencium tangannya. Nisa mengingat, gadis kecil ini anak dari wanita yang pernah Nisa datangi. "kembali Damar menggendong putri kecil. "Ayah, ini rumah siapa?" tanyanya polos. "Ini rumah ayah, sekarang Fatta tinggal
Bab 40Damar menaruh nampan, mengambil bantal yang bercercer, membenahi selimut. "Nasib-nasib punya istri dua ngambek semua, ya Allah tolong ya Allah. Lembutkan hati istri-istriku," ucap Damar. Tetapi ucapan Damar semakin menyulut emosi Nisa. "Lagian maruk sih, pake punya istri dua," ucap Nisa dengan raut jengkel. "Stok perempuan banyak, Nis. jadi mas hanya menyelamatkan mereka dari ke jomblo-an," ucap Damar, berusaha mencairkan ketegangan."Alasan padahal maruk, satu aja gak abis, ini punya dua, ntar pengen tiga," cerocos Nisa. "Insha Allah dua aja, Nis. Cape juga Mas Damar. Rasanya pengen guling-guling juga, pulang ke sini, yang di sana ngambek, pulang ke sana yang di sini ngambek." Damar duduk di deket Nisa memasang wajah lelah. Memang Nisa akui, wajah Damar belakangan ini terlihat sangat lelah. "Lelah, iya, lelah. karna Mas Damar harus juga memuaskan dua orang wanita. Monolog Nisa. Netra Nisa