Bab 35
Darmi memandang kepergian Damar dengan segala doa, wanita tua ini, tak tau pasti dari mana asal Damar. Yang dia tau sejak datang hingga sekarang Damar memiliki peringai baik, sopan, pekerja keras dan jujur.Walau terkadang keras terhadap Nisa, tetapi itu semua Darmi anggap sebagai didikan untuk Nisa. Sejak Damar datang Nisa yang tadinya selalu murung, menjadi bersemangat dan kembali ceria.Kemarin Darmi sempat was-was, ketika Nisa mengatakan Damar memiliki istri dan hingga sekarang belum juga menyentuh Nisa, tetapi segala was-was sirna setelah Damar menyatakan kalimat-kalimat penenang barusan.Kini tak ada lagi keraguan di hati wanita itu, jika Damar akan mencampakkan Nisa. Sekarang tugas Darmi adalah menenangkan Nisa agar mau berbagi. Tetapi sepertinya akan sulit. Darmi tau persis seperti apa sifat Nisa."Non, Bangun sudah mau tengah hari, udah kelewatan sarapannya." Darmi membuka tirai kamar, cahaya terangBab 36Nisa kini tersenyum penuh kemenangan, melihat wajah Pram yang masam. "Sialan nih orang, bisa juga dia mempengaruhi Lana," monolog Pram. "Gue pulang aja, Lan. Temen lo ini emang gak suka kayanya sama gue," Pram bangun dari duduk segera melangkah pergi meninggalkan Lana. Lana mengejar Pram, "Bang jangan marah, kan Nisa bener, ngingetin kita." Lana terus berbicara. "Iya, abang gak marah, sekarang abang buktikan ke kamu, abang bisa punya kerjaan yang layak," ujar Pram. "Ya udah," Lana memeluk erat Pram dan mendaratkan ciuman. Membuat Nisa yang melihat jengah."Tuh 'kan, Nis. Liatkan ... Gak salah 'kan gue pilih Pram, dia itu baik," Lana kembali duduk di deket Nisa. "Lan tapi lo belum di apa-apain 'Kan sama Pram?" Netra Nisa menatap Lana penuh selidik. Lana tersenyum simpul."Kok elo senyum begitu? elo udah enak-enak sama Pram?" tanya Nisa gusar.
Bab 37 Damar terpaku sejenak, Kirana yang selama ini dia kenal tidak pernah berkata keras atau kasar. Kini bukan hanya suara yang keras, tetapi kini matanya menyorotkan kebencian begitu dalam. "Lepasin aku, Mas, jangan pernah lagi dekati aku, aku meminta kamu menceraikan aku," suara Kirana penuh luka. "Kirana, aku mencintaimu dan selamanya mencintaimu," Damar mencoba membujuk. "Aku gak sudi berbagi, aku gak kuat membayangkan kamu berbagi peluh dengan wanita lain. Lepaskan aku." Kirana terus berontak. Sebesar apapun cinta kamu gak sebanding sama luka yang kamu beri." "Kirana kemarin Nisa dicekoki minuman peningkat gairah. Aku menolong meringankan bebannya, a-" "Dan setelah itu kamu menikmati, lalu menginginkan terus?" Netra Kirana menatap Damar nyalang, penuh api cemburu. Damar han
Bab 38Kirana menarik tangan dari dada Damar. "Jangan bawa-bawa Allah, Mas," ucap Kirana. "Dengan apa lagi agar kamu percaya?" Damar berucap meyakinkan. "Apakah ada perubahan semalam?" tanya Damar serius. Kirana menggeleng. Damar menangkup wajah Kirana kembali mendaratkan ciuman. "Aku bahkan masih sama kuatnya, Kirana, kamu mau lagi?" Damar menggoda.kirana menepis tangan Damar yang sudah mulai menjelajah. " Mas ini di pondok, sebentar lagi solat subuh, di luar sudah ramai," ujar Kirana.Damar mengeratkan pelukan pada Kirana, "Nanti kalau sudah mau pulang kabari, ya." Damar mengecup pucak kepala Kirana. "Mas, aku kebelakang dulu, bantuin mbak-mbak masak buat santri." Damar mengangguk. "Pakai ini, Mas. Ke masjid aja, murojaah dulu sambil menunggu waktu subuh." Kirana memberikan sarung kopiah dan baju koko. "Ini punya siapa?" tanya Damar, menjembreng kemeja yang berada di pangkuan. "Punya kamu jaman dulu, ada dirumah ibu, aku bawa," ucap Kirana, sambil memakai hijab. Lalu memakai n
Bab 39"Ayah, aku rindu Bunda!" ucap Fatta si gadis kecil dalam pangkuan Damar. "Iya, minggu depan kita ke tempat bunda. Sekarang ke tempat Ayah dulu," ucap damar mencium pipi putri kecilnya. Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, mobil hitam milik Damar sampai di halaman rumah cukup megah. Nisa menyambut membuat Damar terkejut. "Mas siapa dia?" tanya Nisa, melihat ke arah gadis kecil dalam gendongan Damar. "Fatta salim sama Mama," Damar menyuruh fatta mencium tangan Nisa. Si gadis kecil pun mendekati Nisa setelah Damar menurunkan dari gendongan.Bocah lima tahun yang masih polos ini mengulurkan tangan, tetapi Nisa abai. "Nisa ajarkan sopan santun pada Fatta." Damar memerintah gadis yang masih belum dewasa. Dengan terpaksa Nisa mengulurkan tangan membolehkan fatta mencium tangannya. Nisa mengingat, gadis kecil ini anak dari wanita yang pernah Nisa datangi. "kembali Damar menggendong putri kecil. "Ayah, ini rumah siapa?" tanyanya polos. "Ini rumah ayah, sekarang Fatta tinggal
Bab 40Damar menaruh nampan, mengambil bantal yang bercercer, membenahi selimut. "Nasib-nasib punya istri dua ngambek semua, ya Allah tolong ya Allah. Lembutkan hati istri-istriku," ucap Damar. Tetapi ucapan Damar semakin menyulut emosi Nisa. "Lagian maruk sih, pake punya istri dua," ucap Nisa dengan raut jengkel. "Stok perempuan banyak, Nis. jadi mas hanya menyelamatkan mereka dari ke jomblo-an," ucap Damar, berusaha mencairkan ketegangan."Alasan padahal maruk, satu aja gak abis, ini punya dua, ntar pengen tiga," cerocos Nisa. "Insha Allah dua aja, Nis. Cape juga Mas Damar. Rasanya pengen guling-guling juga, pulang ke sini, yang di sana ngambek, pulang ke sana yang di sini ngambek." Damar duduk di deket Nisa memasang wajah lelah. Memang Nisa akui, wajah Damar belakangan ini terlihat sangat lelah. "Lelah, iya, lelah. karna Mas Damar harus juga memuaskan dua orang wanita. Monolog Nisa. Netra Nisa
Bab 41Lelaki atletis ini menarik diri dari tubuh wanita di bawahnya, terburu memakai kain penutup tubuh, menyelimuti raga polos wanita yang kini tak berdaya, nafas masih sedikit memburu, mata terlihat sayu karna hasrat yang belum tuntas. "Mas keluar sebentar." Dengan cepat Damar menuju pintu membuka dan terdengar suara Fatta menangis keras. "Maaf Den, Non Fatta nangis sejak tadi, gak mau saya gendong," ujar Marni sedikit ada rasa tak enak. "Gak apa-apa," suara Damar terdengar berat, keringat di kening pun terlihat belum diseka. "Ayo sama Ayah," Damar menggendong Fatta membawa masuk ke dalam kamar membaringkan di dekat Nisa yang masih tergolek.Tak ada kata atau ucapan apapun dari wanita muda ini, dia menghadapkan badan pada Fatta tubuh masih di dalam selimut karna belum berpakaian. Tangan Nisa menepuk-nepuk paha Fatta, tak ada raut kesal atau benci.Hingga Fatta kembali tertidur, Damar
Lelaki ini membuka lagi pakaian yang sudah dia kenakan. Terjun ke dalam kolam, mengarungi isi kolam renang hingga gejolak amarah di dada sirna. Kirana duduk termenung di teras, memangku Fatta, karna Rudi tak mau membukakan pagar walau Kirana memaksa. "Maaf, Bu, tolong mengerti keadaan saya, jika saya buka pintu ini, taruhannya pekerjaan saya, kalau saya gak kerja, anak istri saya makan apa?" ucap Rudi, membuat Kirana terdiam. Nisa duduk di sofa, mukanya di tekuk masam,tangan melipat di dada, memandang Damar yang tak kunjung lelah. Setelah kejadian ini, ntah apa yang kedua wanita ini akhirnya pikirkan.Tak lagi ada suara atau gerak dari ketiga orang yang sedang berseteru Maslah hati ini. Hingga lelaki atletis ini naik dari dalam kolam mengistirahatkan tubuh di kursi santai, pinggir kolam renang. Dadanya terlihat turun naik, sepertinya begitu lelah, hingga nafasnya terlihat teratur. "Mbak makan dulu aja. Ajak Fatta m
Bab 43Damar mempertahankan pernikahannya, bukan hanya soal cinta, ambisi, apalagi selangkangan. Ini soal tanggung jawab dan janji. Janji kepada Tuhan yang utama, selebihnya janji kepada kedua orang tua wanita yang dia nikahi lalu janji pada si wanita.Lelaki berhidung tinggi ini, mendudukkan kedua wanita bersebelahan, Kirana Dan Nisa menolak tapi Damar mendorong paksa kedua wanita untuk duduk. Lelaki ini meraih Fatta membawa masuk memberikan pada Mbok Darmi. "Mbok, Marni sudah bereskan kamar?" tanya Damar. "Sedang di bereskan, Den." "Nanti kalo sudah, suruh momong Fatta main di taman belakang," Damar menyerahkan Fatta, Darmi membawa Fatta ke belakang.Damar kembali menghampiri kedua wanitanya yang sudah duduk terpisah kembali. Hanya gelengan kepala yang Damar lakukan. "Sini," Damar membopong Nisa duduk dekat Kirana. Kirana membelalakkan mata melihat kelakuan Damar, secara tiba-tiba Damar me