Share

BAB 5

"Vir."

Vira yang sedang serius merapikan tanaman hias menoleh pada Mama Lily. selepas sarapan tadi,  mereka langsung ke depan. Seperti biasa, setiap akhir pekan Mama Lily dah Vira akan asyik mengurus tanaman hias. Sementara Hendra memilih membaca surat kabar di teras sambil mendengarkan percakapan mereka.

"Iya, Ma?" tanya Vira sambil tangannya kembali sibuk memotong daun-daun bunga yang mulai menguning.

"Kamu sudah halangan belum bulan ini?"

Vira mengerutkan kening mendengar pertanyaan Mama Lily. Tumben mertuanya itu bertanya tentang hal yang sangat pribadi.

"Baru saja selesai dua hari yang lalu. Kenapa, Ma?"

"Nah! Pas itu, Hen!" Mama Lily memukul kaki Hendra yang duduk di kursi belakangnya dengan menggunakan gunting untuk merapikan taman hias.

"Aduh! Apa sih, Ma?" Hendra mengelus kakinya yang tadi dipukul Mama Lily. Lelaki itu meletakkan koran yang sedari tadi dibacanya.

"Itu Vira baru selesai halangan." Mama Lily menoleh ke belakang. Mengedipkan sebelah mata pada anak laki-laki semata wayangnya itu.

"Hah?! Terus?" Hendra bertanya dengan wajah bingung.

"Waktu yang tepat untuk merencanakan kehamilan. Vira sedang subur-suburnya itu."

"Uhuk!!" Hendra yang sedang minum teh tersedak mendengar ucapan Mama Lily.

"Kapan dong kalian serius merencanakan kehamilan? Iya kamu dan Vira masih muda. Lah mama ini sudah tua loh, Hen. Sudah ingin sekali menggendong cucu." Mama Lily menatap anak laki-lakinya itu dengan sedikit sebal karena Hendra terlihat tidak terlalu serius menanggapi.

"Belum rezekinya, Ma." Hendra melirik pada Vira yang terlihat santai memotong daun bunga.

"Cobalah periksa, semenjak menikah, belum sekalipun kalian ke dokter, kan?"

Vira pura-pura sibuk dengan kegiatannya, sementara Hendra menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kau dengar tidak, Hen?" Mama Lily melotot melihat anak laki-lakinya seperti ridak mendengarkan omongannya.

"Iya, Ma, iya." Hendra menjawab malas.

"Udah anak tunggal, malas-malasan pula. Vira, suamimu ini gagah kan kalo di ranjang?" Mama Lily menoleh pada Vira.

"Kok mama menyalahkan Hendra terus sih, Ma? Di cerita-cerita lain, mertua biasanya menyalahkan menantu wanitanya." Hendra berdiri sambil mengangkat kedua tangan.

"Kamu itu!" Mama Lily ikut bediri, bermaksud menoyor kepala hendra.

Gagal.

Lelaki itu lebih dulu berlari masuk ke dalam sambil tertawa-tawa. 

"Aduh! Aduh! Punya anak laki-laki satu kok ya begitu bange. Ck!" Mama Lily berdecak sebal.

"Kamu yang sabar jadi istrinya Hendra ya, Vir." Mama Lily duduk di samping Vira lagi.

Vira mengangguk sambil tersenyum saat Mama Lily mengelus punggungnya lembut. 

Wanita berlesung pipi itu menarik napas pelan. Bagaimana pula akan memberikan mertuanya cucu? Sementara selama tiga tahun pernikahan mereka, belum sekalipun Hendra menyentuhnya. 

Vira menggigit bibir. Bagaimana cara meruntuhkan keangkuhan suaminya itu? Hendra lebih memilih bermain gila di luar sana dari pada melakukan dengannya. Vira tahu betul kenapa Hendra melakukannya. Lelaki itu sengaja berbuat demikian agar dia menyerah pada pernikahan mereka.

Tetapi Hendra salah. Vira bertahan bukan karena keinginannya, tetapi dia bertahan karena dia harus melakukannya. Mau tidak mau, suka tidak suka.

Ck! Vira berdecak sebal. Cara apa lagi yang harus dia lakukan agar Hendra tergoda? Bukan sekali dua dia mencoba mengundang Hendra untuk melakukan hal menyenangkan itu, Vira bahkan pernah menaruh obat p*rangs*ng pada minuman Hendra. Gagal. Lelaki itu memilih pergi keluar saat obat itu mulai bereaksi. 

"Kau tidak kasihan dengan mama, Mas?" Vira langsung duduk di paha Hendra saat lelaki itu sedang duduk santai di balkon kamar mereka.

Hendra yang sedang melamun sontak terkejut. Tidak menyangka Vira semakin berani. Bergegas dia menolak tubuh wanita yang menempel lengket padanya.

"Apa kau sudah tidak ada harga diri?"

"Hei! Kau suamiku! Melayanimu adalah ibadah bagiku." Vira tertawa kecil, semakin mengeratkan tangannya pada leher Hendra.

"Setidaknya kau harus punya sedikit rasa malu sebagai seorang wanita!" Hendra akhirnya menyerah. Membiarkan Vira menempel padanya. Pelukan wanita itu terlalu erat, membuatnya kesulitan melepaskan diri. Atau, sebenarnya dia suka? Sehingga tidak bersungguh-sungguh melepaskannya.

"Sayang." Vira membasahi bibirnya dengan lidah. Tangan kanannya mengelus pipi Hendra pelan, sementara tangan kirinya masih melingkar manis di leher Hendra.

"Tiga tahun aku menjadi istrimu, Mas. Kenapa aku harus malu dengan suamiku sendiri?" Vira tersenyum manis, sambil meniup lembut wajah Hendra. 

Hendra menggelengkan kepala sambil menghembuskan napas kencang. Lelaki itu memaksa berdiri sehingga membuat Vira dengan berat hati ikut berdiri juga. Hendra sedikit menjauh dari Vira. Lelaki itu terlihat memindai penampilan Vira yang terlihat segar dan … seksi. 

Hendra kembali menghembuskan napas kencang. Dia segera memalingkan muka dari pemandangan yang sebenarnya sangat ingin dia lihat. Nalurinya sebagai lelaki normal tidak berbohong, Vira sangat menggoda.

Sementara Vira yang mengetahui Hendra mati-matian mengendalikan diri tersenyum penuh kemenangan. Wanita cantik itu sengaja Bergerak-gerak membuat pose menantang untuk semakin mengganggu Hendra.

"Berhenti!" Hendra memegang bahu Vira agar wanita itu berhenti menggodanya.

Vira hanya menanggapi tatapan tajam Hendra dengan kedipan mata genit.

"Apa kau sudah biasa seperti ini pada laki-laki lain sehingga tidak ada rasa malu sedikitpun dalam dirimu?" Hendra menatap Vira dengan pandangan yang entahlah.

Sementara Vira hanya mengangkat bahu. Malas berdebat. Tujuannya berpakaian dan berbuat demikian memang untuk mencari tahu apakah Hendra tertarik atau tidak padanya. Dari sikap lelaki itu, Vira menyadari masih ada harapan baginya untuk bisa meruntuhkan dinding tinggi yang sengaja dibangun Hendra dalam rumah tangga mereka.

"Jangan-jangan kau sudah sering melakukannya, Vir? Apa kau sudah tidak pera*an lagi?" Hendra berdecih, menatap Vira dari bawah sampai ke atas dengan tatapan merendahkan.

"Kenapa tidak kau coba sendiri saja, Mas? Apakah aku masih orisinil atau sudah barang bekasan?" Vira berkata dengan sedikit mendesah sambil mengangkat sebelah pahanya.

"Dasar wanita sableng!" Hendra berbalik badan, pergi meninggalkan Vira.

Dia harus menenangkan diri. Kalau tidak, wanita gila itu bisa berhasil menggodanya. Itu tidak boleh terjadi! Dia harus bisa menyingkirkan Vira dari hidupnya. Hendra tidak mau ada ikatan apapun dengan Vira, apalagi sampai menghasilkan keturunan. Hal itu akan mempersulitnya saat nanti waktu perpisahan mereka tiba.

Sementara di balkon Vira tertawa terbahak-bahak melihat Hendra yang pergi begitu saja. Lelaki itu terlihat seperti ketakutan menatap tubuh seksinya.

"Kupastikan kau akan kalah tidak lama lagi, Mas!" Senyum Vira mengembang sempurna. Membuat kedua lesung pipinya terlihat dengan jelas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status