Share

Benalu

Dering ponsel Vira terdengar dari dalam kamar. Wanita cantik nan manis itu bergegas masuk ke dalam. Berjalan cepat menuju kasur, tempat dia meletakkan ponselnya tadi sebelum menggoda Hendra.

"Ck!" Vira berdecak sebal saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya.

Lama dia menimbang akan diangkat atau tidak sampai dering ponselnya berhenti sendiri. Namun, tidak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Membuat Vira menarik napas panjang.

"Halo." Singkat saja Vira menyapa.

"Dari mana saja, Vir? Jangan sok sibuk deh. Susah sekali setiap mau dihubungi!" Suara di seberang sana terdengar.

"Heh! Memangnya aku tidak ada kerjaan? Asal kau tahu, kegiatanku banyak! Tidak setiap detik ponsel ini kupegang!" Vira menggertakkan gigi menahan kesal.

"Alah! Kegiatan apa? Sok-sokan saja kamu itu. Jangan mentang-mentang sudah jadi istri orang berduit dan hidup enak kamu lupa keluargamu sendiri!"

"Keluarga? Sejak kapan kita menjadi keluarga?" Vira tertawa sinis mendengar ucapan Zahra, istri ayahnya.

"Jangan lupakan ini, Vir! Kau bisa menyandang gelar sebagai Nyonya Hendra karena aku. Kalau bukan karena terdesak, sangat tidak mungkin wanita sepertimu bisa dipersunting oleh keluarga konglomerat itu! Jadi, sedikit berterima kasihlah padaku."

"Terima kasih." Enteng saja kata itu keluar dari mulut Vira.

"S*alan!" Terdengar makian Zahra saat mendengar Vira enteng saja mengucapkan terima kasih. Dia tahu persis anak tirinya melakukan itu untuk melawannya.

Sementara di sini Vira tersenyum karena berhasil membuat Zahra kesal. Vira sungguh tidak habis pikir dengan sikap istri ayahnya itu. Bisa-bisanya dia merasa berjasa karena telah membuatnya menikah dengan Hendra. Berjasa apa? Dia dikorbankan untuk menutupi kesalahan Silmi, saudara tirinya.

"Ada perlu apa? Aku sibuk, tidak punya banyak waktu untuk meladeni omonganmu yang tidak penting ini."

"Apa sih kesibukanmu? Seolah kau orang penting saja sampai punya kesibukan segitunya." Suara tawa Zahra terdengar meremehkan.

"Yaaaaaa sibuk ke salon, menemani mama mertua ke acara arisan teman-teman kayanya, mendampingi suami makan dengan kolega bisnis yang punya usaha banyak. Begitu-begitu saja kesibukanku."

"G*la!"

Vira mati-matian menahan tawa karena berhasil membuat Zahra semakin kesal. Pasti setelah ini istri ayahnya itu akan terus uring-uringan sampai malam karena memikirkan kehidupannya yang penuh kesenangan dan bergelimang harta.

"Kututup telponnya kalau tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan." Vira mengancam. Muak harus berbicara lama dengan wanita yang dia benci sepanjang usianya.

"Tungu, Vir! Memangnya kau pikir aku menelpon hanya untuk mendengarkan ocehan tentang kesenanganmu saja, hah?!"

"Hei. Kau yang bertanya, kan? Aku hanya menjawab." Vira tertawa kecil.

"Ada perlu apa? Cepatlah!" Wanita berlesung pipi itu kembali bertanya malas.

"Uang bulanan yang kau kirim kurang. Tambah lagi. Kebutuhan semakin banyak. Harga-harga naik semua."

"Uang bulanan maksudmu?" Suara Vira meninggi.

"Oh? Eh, itu, maksudku, emmmm. Kata ayah, uang yang Vira kirim kurang karena ada kebutuhan mendadak. Jadi dia minta aku menyampaikan padamu." Suara Zahra terdengar sedikit gagap.

"Kenapa bukan ayah sendiri yang menghubungiku?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status