Share

BAB 3

Kecurigaanku sepertinya terjawab sekarang, Ami pingsan di sekolah dan aku akan pergi ke sana untuk menjemputnya. Dengan menyewa taksi online aku bergegas menuju ke SMA di mana Angga dan Ami bersekolah.

 

Setibanya di sana aku langsung menuju ruang UKS. Terlihat Ami terbaring lemas di ranjang. Angga dan seorang siswi, mungkin temannya Ami berada di sini.

 

"Bunda, Ami kita bawa ke rumah sakit aja, kasihan," ucap Angga.

 

"Iya,"

 

Aku segera menghampiri Ami yang begitu pucat. Aku akan membawa Ami ke kedokter untuk di periksa kesehatannya.

 

Setelah pamit pada guru yang merawat Ami selagi pingsan tadi, aku segera mengajaknya ke dokter. Ada yang tidak beres dengan anak itu.

 

*****

 

Dokter sedang memeriksa kondisi Ami, aku sengaja membawanya ke dokter kandungan agar kecurigaanku terhadap Ami bisa terjawab. Dokter kandungan pasti tahu jika Ami habis melahirkan atau cuma kelelahan.

 

Aku menunggu dengan tidak sabar. Berharap semuanya baik-baik saja dan apa yang aku curigai tidak benar karena bagaimanapun aku sayang anak itu. Sejak kecil dia tinggal bersamaku. Terlebih aku tidak punya anak perempuan dan keberadaannya membuatku merasa memiliki anak perempuan.

 

"Bun, kira-kira Ami kenapa ya?" tanya Angga membuyarkan lamunanku.

 

"Bunda juga gak tau, mungkin kelelahan dan sedang datang bulan juga," jawabku .

 

"Jadi perempuan itu berat ya," ucap Angga.

 

"Ya seperti itulah, mangkanya kamu jangan ngelawan sama bunda."

 

Angga hanya tersenyum. Anak itu meski sudah SMA kelas 2 tapi masih saja seperti anak kecil. Mungkin karena aku selalu memanjakannya sebab dia anak bungsu di keluarga kami.

 

"Ga, apa di sekolah Ami punya pacar?" tanyaku.

 

"Gak tau Bun, kayaknya gak."

 

"Tau dari mana kamu kalau Ami gak punya pacar?" tanyaku lagi.

 

"Dia itu pendiam Bun kalau di sekolah. Fokus belajar, mangkanya aku sering nyontek jika ada PR," jawab Angga sambil tertawa.

 

"Kamu ini."

 

Tiba-tiba saja dokter memanggilku masuk ke dalam ruangannya. Ami sudah selesai di periksa.

 

Ami masih terlihat sangat pucat. Selang infus terpasang di tangannya. Aku menghampiri Ami yang berbaring di ranjang.

 

"Kamu itu kalau tidak sehat sebaiknya di rumah saja, tidak pergi ke sekolah."

 

"Iya, Bu. Maaf"

 

Bulir bening mengalir dari kedua matanya. Ada apa ini? Apakah gadis itu menyembunyikan sesuatu? Aku segera memeluk Ami yang mulai terisak.

 

"Ami, kenapa kamu menangis?"

 

"Maaf, Bu. Maaf."

 

Ami semakin terisak, dia berkali-kali minta maaf padaku. Salah apa gadis ini hingga merasa sangat bersalah.

 

"Kamu kenapa, Mi. Memangnya kamu salah apa?"

 

"Maaf, Bu. Ami sudah buat malu Ibu," ucapnya tersedu.

 

Ami terus menangis, aku bingung apa arti tangisannya dan permintaan maaf yang terus di ucapkannya. Apa jangan-jangan Aqila adalah anaknya dan dia pingsan karena pendarahan sehabis melahirkan.

 

"Mi, jawab pertanyaan ibu. Apa Aqila anak kamu?" tanyaku.

 

Ami semakin keras menangis. Dia menggeleng  berkali-kali. Aku semakin bingung.

 

"Jawab, Mi," tegasku.

 

"Apa aku masih bisa punya anak?" tanyanya.

 

Jujur aku semakin bingung dengan ini semua. Ami kenapa? Tiba-tiba dokter menghampiriku.

 

"Anda ibunya?" tanya dokter.

 

"Iya, Dok," ucapku.

 

"Bisa bicara sebentar?"

 

"Tentu saja."

 

Aku segera duduk di kursi. Dokter mulai menjelaskan apa yang terjadi. Namun, belum sempat dokter itu bicara, aku bertanya karena penasaran.

 

"Apa Ami habis melahirkan?"

 

Dokter itu kebingungan dengan pertanyaanku. Aku melirik ke arah Ami yang masih menangis.

 

"Tidak, Bu. Dia baru saja keguguran."

 

"Apa, keguguran?"

 

"Bukan keguguran, sepertinya sengaja digugurkan," ucap dokter.

 

Aku terhenyak, apa lagi ini? Aqila saja belum jelas siapa orang tuanya. Sekarang Ami keguguran? Aku menatap tajam ke arah Ami. Dia menangis sambil menangkupkan tangannya.

 

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status