"Dam ...!" sapa Papa Adi saat pintu kerja Ayah Damar terbuka. "Masuklah, Di!" sambut Ayah Damar yang berdiri dari kursi kebesarannya di balik meja, dan melangkah mendekati Papa Adi yang masih berdiri di depan pintu. Sambil menjulurkan tangan kanannya."Ayo, duduklah! Sepertinya aku mencium aroma aroma yang hendak kau rahasiakan, hingga kau mendatangiku ke kantor, bukannya langsung membicarakan di ponsel atau di rumah panti," ujar Ayah Damar, sambil menarik tangan Papa Adi yang tidak dilepas setelah berjabat tangan tadi, agar mengikutinya duduk bersama di sofa yang tersedia di ruang kerjanya. Papa Adi hanya tersenyum saja mendengar tuduhan yang benar padanya."Ada apa, penting banget, ya?" tanya Ayah Damar penasaran. "Aku sebenarnya nggak tahu, apa harus aku ngomongin ini ke kamu atau tidak? Hanya saja bila aku tidak memberitahumu sekarang, kemudian besok besok, kau malah mendengar dari orang lain maka kau akan mengatakan aku tak anggap kau sebagai saudara. Tapi kalau aku ngomong,
"Apa maksud Papa dengan mengatakan bahwa anak yang di dalam kandungannya bukan anakku? Atas dasar apa?" Faris yang tak terima dengan perkataan Papanya yang mengatakan bahwa yang di kandung Bella bukan darah dagingnya. Sontak berdiri dan mendekati Papanya. Sambil memandang tidak suka."Faris, jaga sikapmu!"Mama Via seketika ikut berdiri saat melihat Faris mendekati Papa Adi dengan wajah yang tak laqi sedap dilihat."Naya, kamu ambil dan berikan pada kakakmu ini, hasil lab yang dari dokter Hendra, sekarang juga!" perintah sang Papa membuat Naya kaget setengah mati."Papa .... Ba- bagaimana bisa Papa tahu?" tanya Naya, yang kemudian menengok ke arah sang Mama. "Kamu lakukan saja apa yang Papamu suruh, Nay. Ayo .... Cepat ambil!" Mama Via bukannya menjawab apa yang Naya inginkan. Beliau malah meminta Naya untuk segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Papa Adi."Apa yang kalian sembunyikan selama ini di belakangku? Apa kalian sudah tak anggap aku sebagai bagian dari keluarga ini lag
"Aku tidak mau, aku mau kita bercerai, aku sudah tidak memcintaimu lagi!?" pekik Bella, seketika itu."Mmm ... Aku tahu kau akan melakukan ini padaku saat aku katakan kalau aku bangkrut. Aku inginnya juga tak mau lagi perduli padamu, tapi semua egoku harus aku singkirkan demi anakku," ujar lelaki bertampang bule itu dengan senyum smirk."Sekarang keputusannya ada padamu, kamu mau balik ke rumah denganku, atau tidak?! Tapi ingat setelah kau jatuhkan pilihan. Sikapku sesuai dengan pilihanmu nanti," ancam lelaki yang tak lain adalah suami Bella."Tidak, aku tidak mau kembali padamu! Aku tidak mau hidup sengsara!" jerit Bella, dengan kedua tangannya meremas sisi gaun yang dia pakai."Faris, di mana Faris?!" tanya Bella, matanya menyapu setiap sudut ruangan. "Fariiiis! Faris!"Seperti orang gila, Bella mencari Faris, Namun tak di temukannya. hingga kemudian dengan wajah penuh amarah, dia menaiki tangga menuju kamar lelakinya.Namun, di pertengahan tangga, ada Naya yang melarang langkah B
"Nay ...!"Faris yang ingin pinjam charger buat ponselnya yang kehabisan daya. Dengan terpaksa memasuki kamar Naya, adiknya.Faris langsung teriak teriak memanggil, Namun karena tak mendengar jawaban sang adik, Faris akhirnya berinisiatif mencari sendiri charger milik Naya, karena benar benar butuh. Saat matanya meneliti setiap inci dari kamar itu. Tiba tiba pandangannya terhenti dan tertarik membaca satu map berwarna kuning di meja hias milik Adiknya."Surat Akta lahir!" Faris membaca tulisan di sampul map. Entah apa yang membuat lelaki tampan itu sangat tertarik pada map, dia dengan sengaja, mengulurkan tangannya membuka map dan membaca lembaran kertas yang ada di dalamnya."Ya, Tuhan ....!"Sontak menegang badan Faris saat membaca isi map yang berisikan surat akta kelahiran dua nama anak dengan nama keterangan orang tua disebutkan Ivana dan dirinya. Dengan tangan yang gemeteran karena bahagia bercampur tak percaya. Segera diambilnya map itu, kemudian dengan melangkah cepat, Mas
"Kapan? Mau sekarang?" Naya lagi lagi balik bertanya bukannya menjawab."Ayo! Siapa takut!" Faris segera berdiri dan menatap mata adiknya dengan serius. "Ya udah, sana ganti baju, jangan lupa bawa Atm. Kita beli perlengkapan si kembar buat oleh oleh," usul Naya sambil berdiri pula dari duduknya dan melangkah menaiki tangga. "Nay ...! Kamu serius kan ngajak aku malam ini, jangan bercanda loo, ya?!"Faris tak percaya saat mendengar adiknya dengan begitu cepat mengiyakan permintaannya untuk bertemu baby twins. "Serius la, Mas. Ini aku mau ganti baju, walau kamu nggak ikut pun, aku harus ke sana malam ini," jawab Naya tanpa menghentikan langkahnya.Mendengar ucapan sang adik, Faris pun berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya, hingga hampir menabrak Naya."Maaf, aku buru buru." ucapnya sambil terus melangkah cepat menaiki tangga dan masuk, kemudian menutup pintu kamarnya. Tak peduli dengan mata sang adik yang sudah melotot."Buru buru mau ke mana, perginya kan bareng aku juga?!" Na
"Nay, tolong kamu tidurkan Ghina."Faris memberikan bayi perempuan yang masih tidur pada Naya, untuk meletakkannya di box berwarna pink di kamar. Pintu yang di buka sudah dengan amat sangat dan sangat pelan itu, masih menimbulkan suara juga.Hingga menimbulkan suara kecil dari dalam box bayi berwarna biru. "Aduh ...." seru Faris yang kemudian melangkahkan kaki menuju ke box yang berisi anak lelakinya."Dia tampan, sangat tampan."Ada senyum yang menghiasi bibir Faris saat melihat anak lelakinya tertidur dengan pulas."Mas, anakmu ...."Terdengar suara Ghina yang nampaknya mau mulai menangis lagi. Hingga cepat cepat Naya mengangkat lagi Ghina dari boxnya dan segera meletakkan kembali ke tangan Faris. Ghina tak jadi menangis, hanya menggerakkan kaki dan badannya seperti sedang gelisah, tangan dan kakinya terus bergerak tak mau tenang."Nay, mungkin Ghina lapar, karena capek tadi habis nangis. Tolong siapkan susu dong, please," pinta mas Faris pada adiknya.Naya langsung bangkit ke ku
"Assalamualaikum"Sapaan Ivana saat membuka kamarnya, ketika baru saja pulang selesai dari piketnya di rumah sakit, tak ada jawaban. Namun tampak di hadapannya sebuah pandangan yang menyejukkan hati.Naya yang tertidur sambil memeluk box ranjang milik Ghani. Sedangkan Faris tertidur di kasurnya bersama Ghina.Takut kedatangannya mengganggu yang sedang tertidur, dengan berjingkat agar tak menimbulkan suara, Ivana melangkah kembali turun ke lantai bawah."Va ...!" sapa Nenek membuat langkahnya berbelok menuju dapur."Nenek ...." Ivana meraih dan menciumi punggung tangan Nenek."Kamu baru pulang, sudah sarapan belum? Rizalnya ke mana, kok nggak kelihatan?" cecar Nenek tanpa menoleh pada cucu perempuannya itu."Belum, tadi lepas piket langsung pulang, Rizal langsung balik lagi, ada pasiennya yang mau di operasi, jadi harus stand by." Ivana menjawab sambil memperhatikan apa yang di lakukan Nenek."Kalau gitu, bantu Nenek masak, yuk! Buat sarapan, lagian kita kan ada tamu, Faris dan Naya
"Mas ...! Di sini!" Rizal melambaikan tangannya pada Mas Faris yang sedang celingak celinguk mencari sosoknya. Resto depan rumah sakit memang terkenal ramai bila di jam jam istirahat kantor. Jadi tak heran kalau tadi Faris sempat bingung mencari keberadaan Rizal yang tertutup oleh ramainya pengunjung."Apa kabar, Mas?" Rizal berdiri dan mengulurkan telapak tangannya, menyalami Mas Faris yang sudah berdiri di depannya."Baik, terima kasih, Rizal. Maaf kalau aku ganggu waktu kamu, sedang tak terikat pasien kan?" ujar Faris sambil menerima ajakan jabatan tangan Rizal."Untuk dua jam ke depan aku bebas. Mas mau aku pesankan makanan atau minuman?" tawar Rizal ramah. Sambil kembali duduk berhadapan dengan Faris.Mas Faris kemudian memesan yang dia inginkan pada seorang pelayan yang kebetulan sudah berdiri di sampingnya menunggu pesanan Faris."Rizal, sebelumnya, aku mau berterima kasih, karena kamu sudah bersedia, siap siaga menjaga anakku dan Ivana saat sedang hamil. Aku bersyukur akhir