Share

Berawal dari perjodohan
Berawal dari perjodohan
Penulis: Kimz

Menolak dijodohkan

Kediaman Keluarga Susanto,

“APA? Dijodohkan? Ben nggak mau. Ini zaman apa, Pa, Ma? Yang bener aja masih main jodoh-jodohan. Pokoknya Ben nggak bakalan terima dijodohin, titik." Ben Sander Susanto menolak keras hendak dijodohkan oleh kedua orang tuanya.

"Tapi ini demi kebaikanmu, Ben. Kamu harus menikah dengan Caroline," tanggap Ernanda.

"Ben nggak mau, Ma. Siapa lagi Caroline, Ben nggak kenal. Gimana bisa Ben menikah sama perempuan yang nggak Ben cintai sama sekali? Kalaupun Ben harus menikah, Ben hanya mau nikah sama Gaby, pacar Ben," tolaknya sekali lagi.

"Tidak! Sampai kapanpun Mama nggak akan pernah merestui hubungan Kamu dengan Gaby. Gaby bukan wanita baik-baik, Caroline lebih cocok untukmu, percaya sama Mama."

"Mama selalu saja bicara seperti ini, Mama selalu jelek-jelekin Gaby. Memangnya apa salah Gaby sih, Ma? Gaby juga wanita baik-baik kok. Wanita yang mencintai Ben, dan satu hal lagi yang paling penting, Ben juga mencintai Gaby."

Tristan Susanto yang sejak tadi menyimak perdebatan Istri dan putranya mulai panas. Dia pun tak dapat lagi menahan diri untuk tetap diam.

"Hei, Ben ...," sebut Tristan dengan suara pelan tapi mengandung tekanan. "Dengar baik-baik, kalau Kau merasa sudah hebat dan tidak mau mendengarkan saran papa dan mama lagi, silahkan angkat kaki dari rumah ini sekarang juga!" usirnya.

"Pa …," sebut Ernada reflek agak kaget seraya menyentuh lengan suaminya. Dia tidak menyangka Tristan akan mengucapkan kalimat sekasar ini, pastinya ia juga cemas Ben terpancing emosi. Tristan nampak mengusap lembut punggung telapak tangan istrinya mencoba menenangkan istrinya itu seolah-olah sedang berkata tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.

Ben tak kalah terkejutnya dengan Ernanda mendapatkan perlakuan demikian dari ayahnya. Walaupun hubungannya dengan ayahnya memang tidak begitu baik, tapi hingga saat ini Tristan belum pernah mengusirnya dari rumah. Kedua mata Ben sontak membesar mendengar ucapannya itu.

"Oh ... jadi Papa ngusir Ben?" Pria berparas rupawan itu berkomentar.

"Keputusan ada di tanganmu. Kalau Kamu membantah, silahkan pergi!" tegas Tristan.

"Ok! Kalau itu mau Papa, Ben akan pergi dari rumah ini," tantang Ben seraya menatap tajam sepasang mata tegas Tristan. Ia segera berbalik setelahnya tanpa memedulikan lagi suara Ernanda yang memanggil namanya berusaha menahan agar Ben tidak pergi.

Sikap Ben yang seperti ini membuat Tristan semakin murka saja. Ia berpikir perlu memberikan pelajaran pada putranya ini.

"Tunggu!" tahan Tristan.

Ben menghentikan langkahnya, tapi tidak membalikkan lagi wajahnya.

"Tinggalkan dompet dan kunci mobilmu!" titah Tristan.

Sekali lagi, kedua mata Ben membesar dan kali ini ia sontak membalikkan badan menatap papanya lagi. Selama ini Ben hidup dalam kelimpahan, bertabur kemewahan yang berasal dari keluarganya, mengandalkan semua fasilitas yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Rasanya sangat tidak mungkin ia bisa hidup tanpa semua fasilitas itu. Tentu dia akan berusaha mempertahankan semuanya.

"Apa-apaan ini, Pa?" protes Ben.

"Ayo keluarkan semuanya!" cecar Tristan tanpa memedulikan aksi protes putranya itu. "Bukannya Kamu sudah merasa hebat berani menerima tantanganku?"

Huuuh!

Ben nampak geram sekali, ia menghela napas kasar. Benar kata Tristan, dia berani mengambil keputusan untuk pergi. Dan demi gengsinya yang tinggi dia tidak mungkin menarik kembali keputusannya itu. Apapun yang terjadi, ia tetap harus menunjukkan kehebatannya agar tidak dipandang rendah Tristan.

Mau tidak mau, Ben pun menuruti permintaan ayahnya. Pertama-tama, Ben mengeluarkan Dompet miliknya yang berisikan uang cash cukup banyak, beberapa kartu ATM, juga kartu kredit di dalamnya, lalu meletakkan semua itu di atas meja ruang tengah tempat mereka sedang berada saat ini. Usai itu, Ben mulai berbalik hendak pergi. Namun, Tristan kembali menahannya.

"Tunggu! Kunci mobil!" ucap Tristan sembari menjulurkan tangan.

Entah karena lupa atau sengaja, Ben yang tampak memasang wajah yang sangat masam itu bergegas merogoh saku celana bagian belakangnya,

Trak!

Ben meletakan kunci mobilnya di atas meja yang berlapis kaca agak kuat hingga menimbulkan bunyi. Setelah itu, dia pun kembali berbalik untuk sekali lagi dan melangkah pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Ernanda hendak menahannya, tapi segera dicegah oleh Tristan.

Brak!

Di depan sana, setelah keluar dari rumah, Ben menutup pintu rumah dengan cukup kuat membuat kedua orang tuanya terlonjak kaget, dan saling memandang. Ben sungguh pergi dari rumah itu. Tentunya, Ernanda tidak bisa terima begitu saja.

"Pa …," panggil Ernanda kemudian.

Tristan mengerti, Ernanda pasti sedang mengkhawatirkan Ben. Ia segera melingkarkan tangan merangkul istrinya penuh kasih. Kemudian berkata, "tidak apa-apa, percayalah dia pasti pulang nanti. Mana mungkin putramu yang manja itu mampu hidup tanpa semua fasilitas yang kita berikan."

"Tapi, gimana kalau dia kelaparan di luar sana, gimana kalau dia tidak kembali, tidur di mana dia? Dan …."

"Tenanglah, Ma. Ben sudah dewasa, dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri. Kita tidak boleh terus memanjakannya.

Tristan benar, mereka memang tidak boleh terus-menerus memanjakan Ben. Akhirnya Ernanda pun berusaha tegar dan berusaha menerima kepergian Ben berharap putranya ini sungguh hanya pergi sebentar saja. 

*** 

Tok tok!

Ben sedang berdiri berhadapan dengan papan pembatas pada kamar kos Gaby, ia berada di tempat Gaby saat ini. Gaby yang baru saja keluar dari kamar mandi, selesai melakukan aktivitas mandi pagi, bergegas menghampiri pintu.

Jegrek!

"Eh, Sayang … tumben nggak ngabarin." Gaby sedikit kaget mendapatkan kekasihnya itu berada di depan pintu kamar kosnya.

Ben tersenyum tipis, senyuman yang sedikit ia paksakan.

"Boleh aku masuk?" tanyanya dengan suara berat khasnya yang selalu terdengar begitu seksi bagi para wanita.

"Sure, Honey."

Setelah mendapatkan ijin, Ben segera melanjutkan langkahnya memasuki kamar kos Gaby.

"Ada masalah apa, Sayang?" selidik Gaby. "Kamu kok kelihatan lesu nggak seperti biasanya," cecar perempuan itu seraya bergelayut manja.

"Biasalah, aku bertengkar sama papa mamaku," tanggap Ben malas.

"Oh …."

Ben lalu melepaskan tangan Gaby yang melingkar pada bahunya. Entalah dia sedang tidak ingin disentuh. Setelahnya melangkah menjauhi Gaby menuju ke arah sofa bed di dalam kos tersebut. Sofa bed yang dibeli oleh beberapa waktu lalu atas permintaan Gaby sendiri.

Brug!

Sedetik kemudian, Ben menjatuhkan diri di atas sofa bed itu, sedangkan Gaby masih berdiri di tempat menatap heran kekasihnya ini, tidak seperti biasanya ia bersikap demikan tentu membuat Gaby heran.

Sejenak berselang Gaby baru menghampiri Ben. Gaby ikut duduk di dekat Ben, mengusap pelan rambut Ben, pria itu memejamkan matanya tak menghiraukan sentuhan yang diberikan oleh Gaby padanya sama sekali.

"Sayang, daripada Kamu galau gini, lebih baik kita jalan yuk. Ke Mall kek, nonton, atau kemana aja," anjur Gaby.

"Aku tidak punya uang, Beb. Dompetku dan semua kartu kredit, kartu debit disita sama Papa."

"Apa?" Gaby sedikit terlonjak mendengar itu. "Kok bisa sih?"

"Karena aku bertengkar hebat sama mereka."

"Kamu yang sabar ya, Sayang. Atau kalau tidak, kita jalan-jalan ke taman saja, biar aku traktir es krim. Gimana? Biar moodmu baikan lagi," saran Gaby lagi.

"Taman mana? Memangnya ada taman di dekat-dekat sini?"

"Di taman biasa kita sering pergi. Gimana?"

"Itu kan jauh banget dari sini."

"Iya, kan bisa pakai mobil."

"Mobilku juga disita," ungkap Ben malas.

Gaby mengangkat kedua alisnya seakan tak percaya, "What? Mobil juga? Kok papa Kamu setega itu sih? Memangnya kalian terlibat masalah kayak apa sih?" teliti Gaby semakin penasaran saja.

"Mereka mau menjodohkan aku dengan seorang perempuan yang aku nggak kenal siapa dia. Aku menolak, dan begitulah. Papa menyita semua fasilitas yang ada, termasuk dompet, semua kartu kredit, debet, dan juga mobilku," jelas Ben tanpa memperhatikan ekspresi Gaby yang saat itu sepasang retinanya hampir meloncat keluar saking terkejutnya.

***

Hai, GN lovers, ini buku pertamaku di sini. Dukung aku ya, ikuti terus cerita ini. Jangan lupa tinggalkan jejak. Makasih.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dorthie Msi Timika
kanjut bang...seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status