"Kamu liat sendiri, kan? Aku dan Angel juga dipecat. Gimana aku bisa bantu kamu, Erin?"Danny berkata dengan nada tinggi kepada Erina. Semua orang mencemooh mereka. "Lagian kamu dan aku nggak ada hubungan apa-apa. Sana, jauh-jauh dari aku!"Danny mendorong Erina. Dia menatap Angel yang berdiri di belakangnya."Pak Rozak, pastiin mereka bertiga keluar dari gedung ini 30 menit dari sekarang!" perintah Kevan."Siap, Tuan Kevan!" seru Rozak bersemangat."Hei, kalian bertiga!" panggil Fadhli. "Cepat beresin semua barang kalian dan angkat kaki dari sini!""Tapi, Pak, gimana sama gaji kami?" tanya Angel. "Bapak harus bayar gaji kami!""Bayar aja sesuai dengan hari kerja mereka, Pak!" seru Kevan. "Karena mereka berhenti dengan cara nggak hormat, jadi nggak ada tunjangan apapun lagi."Semua orang menelan ludah dengan susah payah. Mereka diam mendengarkan seruan Kevan.Usai berkata, Kevan pergi dari sana. Ziyad dengan sigap mengikuti langkah Kevan. Begitu juga dengan Fadhli.Namun begitu sampa
"Yang kaya raya itu bukan aku, tapi Kakek dan Nenekku. Jadi, beli punya keluarga sendiri tuh nggak dosa. Karena uangnya jadi pemasukan untuk perusahaan keluarga sendiri. Bener, nggak?"Semua orang terdiam mendengar penjelasan Kevan. Karena semua itu memang masuk akal. Namun, Roni tampaknya tidak puas. "Tapi, bener Tuan Kevan Cucu pertama keluarga Hanindra, Bu Diana? Soalnya saya nggak pernah liat wajahnya muncul di TV ataupun di media sosial."Masih dengan gayanya yang santai, Kevan justru tertawa menanggapi pertanyaan Roni. "Ha! Ha! Ha!"Ziyad melirik tuannya. Dia membalas, "Tuan Kevan nggak banyak gaya. Bahkan akun media sosialnya kosong. Nggak ada postingan apa-apa, selain hasil karyanya.""Kalo boleh tau, karya apa, Pak Ziyad?" tanya Arga. Dia masih penasaran dengan sosok Kevan yang sederhana."Graffiti," sahut Ziyad. "Karya graffiti di under pass kota Tango hasil tangan Tuan Kevan."Arga tambah antusias dengan Kevan. Dia memuji Kevan. "Wah! Bener-bener anak muda yang kreatif."
"Lantai 3 Ini untuk apa, Tuan?" tanya Diana begitu mereka sampai di lantai 3. "Apa iya ruang santai?"Kevan terkekeh. "Ini ruang meeting informal," sahut Kevan. Kevan duduk di salah satu kursi kayu dengan bantal duduk yang empuk. Ziyad menatap keindahan ruang meeting dengan takjub."Apa Tuan Kevan yang mendesainnya juga?" Ziyad bertanya dengan rasa penasaran yang memuncak."Benar Tuan Ziyad," jawab Brandon. "Saya cuma nambahin aja supaya perfect.""Ruang meeting ini punya konsep open space. Jadi, nggak ada meja panjang dengan kursi yang saling berhadapan kayak di HHC."Kevan menjelaskan. Semua orang terpukau dengan kecerdasan Kevan. "Benar-benar beda dari ruang meeting yang lain!" puji Diana."Desainnya dibuat seperti sebuah ampliteater. Kursi-kursi kayu disusun meninggi ke atas dikombinasi sama bantal duduk."Semua orang mendengarkan penjelasan Brandon. Dia senang melihat Kevan puas dengan hasil kerjanya. Kevan bertanya, "Gimana? Kalian udah ngerasa santai dan rileks belum?" "Iya
"Mr. KidOO, jangan ngomong gitu!" seru Rara. Dia berjalan mendekati kepala cabang H.O Airways."Saya bilang, kamu diem aja, Ra!" tegur Mr. KidOO lagi.Rara berdiri di sisi kiri Mr. KidOO. Dia mendekati telinga pria berambut hitam tersebut.Rara berbisik, "Mr. KidOO, dia itu Tuan Muda Kevan Hanindra. Dia cucu pertama keluarga Hanindra kesayangan Tuan dan Nyonya Besar. Di masa depan, dia akan gantiin Tuan Christian."Selesai mengetahui fakta, jantung Mr. KidOO nyaris berhenti berdetak. Dia meletakkan kedua tangan di atas meja. Kepalanya tertunduk. Dia buru-buru menguasai dirinya. "Ah, Rara! Kamu itu cuma resepsionis dan lulusan SMA doang. Tau apa kamu tentang Kevan?"Helena mencibir Rara. lalu, dia menoleh ke arah Kevan. "Van, masa kamu nggak kenal Rara sih?"Kevan duduk di sudut meja panjang. Dia menatap Rata mencoba mengingatnya. "Rara itu adik kelas kita. Dia ketua mading sekolah. Inget, nggak?"Benar saja. Usai mendengar penjelasan Helena, Kevan ingat beberapa potongan masa laluny
"Maafin saya, Tuan Kevan. Anda bener. Perusahaan kita bisa gunain pasal 9A untuk mereka."Mr. KidOO melotot begitu membaca artikel tentang pasal 9A yang disebutkan Kevan. Dia tidak menyangka otak Kevan yang begitu cerdas bisa menyerap banyak informasi. Bersamaan dengan itu, pintu ruang meeting terbuka. "Pak Kevan, Pak Eko Zanetti udah di sini." Rara membungkuk sambil memberitahu Kevan. Pria yang datang bersamanya juga ikut membungkuk. "Selamat pagi dan selamat datang, Tuan Muda." Eko memberi salam. Eko maju menghampiri Mr. KidOO. "Pak, ini surat pemutusan hubungan kerja untuk mereka."Mr. KidOO menatap dokumen di tangan Eko. Kevan menyela percakapan mereka."Pak Eko, Kamu aja yang urus! Karena ini bukan wewenang kepala cabang."Kevan benar. Pekerjaan yang berhubungan dengan kontrak kerja adalah tugas HRD. Tapi, kenapa Mr. KidOO yang turun tangan?Itu adalah pemikiran Kevan yang tidak dia ungkapkan. Tapi dia justru mencari tahu. "Ayo pergi ke ruangan kamu, Mr. KidOO!"Kevan melang
"Anda percaya dengan kemampuan Mr. KidOO, Tuan?" Pukul 05:00 sore waktu kota Baubau, Nexterra. Kevan sudah selesai berurusan dengan Mr. KidOO. Kevan tidak kembali ke rumah, ataupun ke apartemen. Namun, dia dan Ziyad sedang dalam perjalanan menuju salah satu restoran Seafood di kota Baubau.Bukan ingin menikmati menu yang ada di restoran seafood, tetapi Kevan akan memenuhi undangan makan malam Adnan Mahdi."Aku udah buktiin sendiri kemampuan baca saham Mr. KidOO emang nggak bisa disepelekan, Ziyad. Kamu sendiri lihat, kan?"Kevan membuka jasnya. Lalu, membuka kemeja yang seharian sudah dipakainya. Dia mengambil kemeja yang tergantung di kirinya. Lalu, memakainya. Dia juga memakai jas hitam yang tergantung."Iya, Tuan. Saya takjub dengan kemampuannya. Mata Tuan Christian memang tajam."Sesekali Ziyad melirik Kevan dari kaca depan mobil. Dia menginjak rem ketika lampu merah lalu lintas menyala. Selesai memakai gel rambut, Kevan kembali duduk tenang. Dia mengaktifkan ponsel lamanya. Me
"Kita udah sampai, Tuan."Kevan tersadar dari lamunannya. Dia menatap pemandangan di luar mobil. Lalu, menatap jam di pergelangan tangan kanannya. "Jam 05:50 sore. Kamu nggak salah tempat, Ziyad? Yakin ini restoran seafood yang Pak Adnan bilang?""Lihat aja nama restorannya, Tuan! Tuh di atas yang warna merah menyala!" Ziyad menunjuk papan nama restoran seafood.Kevan membaca papan nama di bagian atas yang kelap-kelip. "Seafood Murti." "Kalo berdasarkan maps, ya ini tempatnya, Tuan," kata Ziyad.Kevan segera menyimpan ponsel di saku celana. "Ayo!"Kevan membuka pintu mobil dengan sangat tidak sabar. Seseorang menghampirinya dari arah belakang."Selamat sore menjelang malam, Tuan Muda," sapa seorang pria. Kevan berbalik. Dia melihat pria muda berpakaian rapi dengan rambut klimis. Pria itu membungkuk."Kamu Ali Osman?" tanya Kevan. Si pria mengangguk. "Benar. Saya diutus Bu Maudy untuk jadi pengacara pribadi Anda, Tuan Kevan."Kevan menatap Ali. Dia mencoba membaca ekspresi wajahnya
'Kamu memang nggak ngasih tau tentang bisnis Pak Hamdi. Tapi, aku tau Pak Hamdi lebih baik dari kamu, Pak Adnan,' gumam Kevan. Kevan tersenyum. Kevan seolah meremehkan Adnan yang sudah puluhan tahun terjun di dunia bisnis sebelum dirinya.Kevan mendekati mulutnya ke daun telinga Adnan. Dia berbisik, "Pak Adnan nggak mungkin nggak tau bisnis Pak Hamdi, kan?"Adnan membatu. Dia tidak merespon apapun.Kevan duduk tegak kembali. Dia melipat tangannya di atas meja. Dia menatap Hamdi yang mengalihkan pandangan ke arah lain."Hemm, jadi kamu nggak bisa makan seafood, Van? Terus kamu mau pesen apa? Saya akan minta Koki masak spesial buat kamu."Rinanto mengambil alih situasi. Dia melihat raut wajah Hamdi berubah masam dan enggan berinteraksi. Karena Rinanto ingin mengambil keuntungan dari Kevan, maka dia harus menjadi penjilat yang ulung."Sapo tahu biasa aja, Pak," jawab Kevan.'Kenapa aku ngerasa Pak Rinanto lagi coba ambil hatiku, ya?' Kevan berpikir. Dia tentu pandai menilai gerak-gerik