Share

1. Anak Menyedihkan

Adila berusaha tersenyum pada semua karyawan yang ditemuinya di yayasan sekolah milik sang ayah. Sebenarnya, wanita yang baru menyelesaikan pendidikan S2-nya di Jepang itu–belum mau mengurusi usaha keluarga mereka ini. Namun, ia tak punya pilihan lain.

Untungnya, wajah lucu para murid di ruang kelas 2 SD seketika menyambut Adila, hingga membuat wanita itu tersenyum tanpa sadar.

Namun, observasi pembelajaran itu terhenti ketika Adila merasakan keanehan pada gadis kecil di bagian pojok yang terus saja menunduk.

Ia sontak menghampirinya. "Namamu siapa, Nak?"

"Zahira," jawabnya lirih. Dari dekat, gadis mungil itu tampak sangat pucat.

“Maaf, Zahira. Ibu izin pegang keningmu, ya?” tanyanya, khawatir.

Anak itu mengangguk. Segera, wanita yang sedang mengunjungi yayasan sekolah milik ayahnya itu–menempelkan tangannya ke kening Zahira.

Ia bisa merasakan panas luar biasa dari sana.

“Pak,” panggil wanita itu dan meminta tolong pada wali kelas Zahira, “tolong bawa anak ini ke UKS sekolah untuk diperiksa.”

Pria itu sontak langsung menghampiri Zahira dan menggendongnya menuju UKS. Tampak, ada penyesalan di wajahnya karena tidak segera menyadari keadaan sang murid.

Adila menghela nafas lega. Ia juga meminta Bu Siska yang mendampinginya agar menghubungi orang tua murid untuk menjemput Zahira.

Bu Siska mengangguk paham.

Ia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi nomor telepon orang tua murid. Hanya saja, setelah ditelepon beberapa kali, nomor tersebut tetap tidak dapat terhubung.

“Ada apa?” tanya sang wali kelas yang sudah kembali dari UKS.

“Nomor orang tua dari murid Zahira tidak aktif,” ucap Adila, “apa ada nomor lain yang Bapak ketahui?”

Pria itu sontak mengangguk. Selaku wali kelas yang sering berkomunikasi dengan orang tua murid, ia memberikan satu nomor darurat yang baru-baru ini diberikan ayah dari anak tersebut bila sedang tidak bisa dihubungi.

"Halo, selamat siang."

"Ya, selamat siang. Siapa nih?" Suara perempuan terdengar dari seberang sana.

"Bu, maaf. Saya Siska, guru dari sekolah Yayasan Bunga Bangsa School. Mau mengabarkan bahwa Zahira sedang sakit. Dan sekarang, Zahira sedang menerima perawatan di UKS. Tolong segera dijemput ya Bu, agar mendapatkan penanganan yang lebih baik."

"Oh, Zahira sakit? Ya udah, deh. Bentar lagi, aku jemput, habis pulang Shopping," ujarnya acuh tak acuh.

Tut!

Sambungan telepon itu dimatikan sepihak.

Adila yang memperhatikan itu semua–sontak terkejut.

Ia merasa perlakuan itu sangat tidak pantas. Bagaimana mungkin, wali anak lucu itu tidak menunjukkan rasa khawatir sama sekali?

Sayangnya, Adila tidak bisa berlama-lama. Ia masih harus kembali berkeliling ke seluruh kelas agar nanti ia bisa memberikan laporan pada sang ayah, serta memberikan beberapa masukan untuk pengembangan sekolah mereka.

“Mohon jaga anak itu dengan baik,” ucap Adila pada akhirnya.

****

"Saya mau jemput Zahira."

Seorang wanita dengan pakaian sangat minim berkata malas-malasan. Ia tampak tak peduli jika penampilannya itu sangat tidak pantas untuk berada di lingkungan sekolah.

Adila yang baru saja beristirahat, sontak terkejut. Wali anak itu baru tiba dua jam kemudian?

"Maaf, apakah Anda wali dari Zahira?” tanyanya sopan.

“Menurutmu?” Wanita itu menatap Adila tajam. “Saya Naila, calon ibu dari anak itu. Tadi, pihak sekolah yang menghubungi agar anak itu dijemput, kan? Jadi, di mana dia?”

Adila menarik napas dalam sebelum akhirnya berkata, “Zahira sedang istirahat di UKS, Bu. Silakan lewat sini."

Ia pun menunjukkan jalan menuju UKS–diikuti Naila.

Setelah memastikan semua aman, Adila pun meninggalkan keduanya di sana.

Namun, begitu ia pergi, Naila langsung membangunkan Zahira dengan kasar–seperti tidak memiliki rasa sayang sama sekali.

Gadis kecil yang masih lemah dan pusing itu berusaha membuka matanya perlahan. Matanya membulat kala melihat Naila sudah berada di dekatnya.

"Heh bangun! Disuruh sekolah, kok malah tidur?!" bentak wanita itu.

“Tan–te?”

Wajah Zahira terlihat sangat ketakutan.

“Ayo!” Naila kini menarik tangan Zahira, memaksanya untuk pulang.

Gadis mungil itu mulai mencebik, namun tidak berani menangis. Tampak sekali, ia takut dengan perlakuan Naila di rumah nanti.

"Tante, Zahira nggak mau pulang," ungkapnya lirih menahan takut.

"Nggak mau pulang gimana? Kamu mau nginap di sekolah?" bentak Naila.

Merasa Zahira menguras kesabarannya, wanita itu menarik paksa tangan si mungil untuk memasuki mobilnya.

Zahira mulai menangis dan meronta tidak mau masuk ke mobil Naila. “Tolong, jangan pukul Zahira lagi,” lirihnya.

“Berisik!” bentaknya, “kalau kamu berani macam-macam, tante akan beri kamu hukuman lebih berat.

Kini, gadis kecil itu terdiam. Ia hanya mampu memandang ke segala arah dengan wajah memelas, seolah meminta pertolongan.

Adila yang belum jauh dari sana–segera menyadari situasi yang memburuk. Ia pun bergegas menghampiri dan menarik tangan Zahira ke dalam pelukannya.

Hal ini jelas membuat Naila terkejut.

"Apa-apaan kamu?” bentak wanita itu pada Adila, “Jangan ikut campur urusan orang lain.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status